Prolog
Indonesia, 30 April 1998
_____
"ADA MASALAH!"
Seorang pria berseragam putih, yang kira-kira berumur 30 tahun-an itu nampak sangat panik seraya tergesa-gesa keluar dari ruangan berpintu besi itu. Badannya bergetar hebat, tapi ia tetap berusaha menutup pintu rapat.
"Ada apa, Han?" Tanya pria yang saat ini memegang sebuah botol kaca berisi cairan kimia seraya mengernyitkan dahi bingung, teman-nya itu adalah tipe orang yang selalu santai, jadi jika tidak ada hal urgent dia tidak akan bersikap seperti ini.
"Kesalahan terjadi. Semuanya gagal Don!" Pria yang keluar tadi masih sangat panik, padahal pintu sudah terkunci rapat.
"Apa?" Pria yang di panggil Donni itu shock bukan main. "Lalu bagaimana Han?" Ia berjalan mendekat setelah meletakkan botol kaca.
Han tak menjawab, sepertinya bingung akan situasi sekarang.
"Aku akan menghubungi yang lain!"
Donni segera mengeluarkan ponsel dari saku. Sedangkan sang Han terduduk di lantai, dengan wajah pucatnya.
"Arghh, tolong."
"Siapa itu?" Donni menatap temannya yang duduk di bawah dengan wajah panik.
"Gawat. Aku lupa, Profesor Miller masih di dalam." Mata Han mmebulat penuh, seraya berdiri dari duduknya.
"Apa? Buka pintunya cepat!"
Donni bergerak cepat hendak membuka pintu besi itu. Tapi Han menghadangnya. Dia menggeleng kuat.
"Tidak. Jika pintu di buka, semua akan hancur, Don!"
Donni sadar betul dengan apa yang dikatakan Han, ia bahkan sudah membayangkan skenario terburuk jika hal itu terjadi. Tapi di dalam ada teman mereka.
"Tapi Profesor Miller__"
"Ini untuk kebaikan bersama Don."
Donni terdiam, sebelum akhirnya hanya bisa menghembuskan nafas pasrah. Han benar.
"Aku akan menghubungi yang lain." Ucap Donni lagi, hendak melanjutkan pekerjaannya yang tertunda tadi.
"Jangan, Don, kita pergi saja dan bicara pada mereka secara langsung. Ayo."
Hah?
Donni bingung, ia tidak tega meninggalkan tempat itu dalam situasi seperti ini. Tapi akhirnya ia menggangguk, karena ini hal penting dan harus di sampaikan langsung.
Lima menit setelah mereka berdua pergi. Datanglah seseorang yang berseragam sama seperti Donni dan Han tadi.
Dengan langkah santai orang itu mendekat pada pintu besi yang sempat di tutup rapat oleh Han.
"Tumben di kunci." Ucapannya bermonolog, lalu membuka pengait pintu itu.
Dan baru dua langkah dia memasuki ruangan. Ia sudah menyadari hal aneh di sana.
Ia shock, hingga menjatuhkan ponsel di tangannya melihat keadaan di depan sana. Seoalah apa yang ia khawatir kan selama ini benar-benar terjadi.
"Miller." Yang makin membuatnya shock, ketika melihat seseorang yang ia kenal tengan berdiri di depan sana.
Pria yang di panggil Miller itu membalik badan, di ikuti ke lima orang yang terlihat seperti orang mabuk itu.
Wajah profesor Miller pucat dengan ruam-ruam hitam yang menjalar di seluruh permukaan kulit. Jangan lupaan kedua sisi lehernya yang terdapat luka lebar bekas gigitan, hingga menampakkan tulang lehernya.
"Graaaa." Teriak ke-lima orang itu bersamaan dengan Dokter Miller.
"Sial." Pria itu segera berlari keluar ruangan, karena mereka semua berlari kencang kearahnya.
Brakk..
Pintu tertutup, tapi ia belum sempat menguncinya, karena ke-enam orang di dalam terus mendorong pintu membuat nya kesusahan untuk menguncinya.
"Graaa."
Pria itu terus mendorong kuat, hingga urat-urat di tubuhnya bermunculan.
Sialnya, salah satu kepala yang mulutnya penuh darah itu mencoba menerobos keluar dari sela-sela pintu.
Tapi ia masih menahan pintu dengan sekuat tenaga. Sedangkan tangan kirinya mengambil tongkat di dekatnya. Lalu ia pukulkan tongkat itu kuat-kuat agar kepala itu kembali ke dalam.
Ia hampir berhasil mendorong kepala itu, tapi tanpa di sangka tangannya malah tergigit sedikit, hingga kulitnya ter-lepas.
"Ah."
Sakit. Tapi ia tak mau membiarkan mereka keluar. Jadi ia tetap berusaha menahannya.
Bugg..
Ia lagi-lagi memukul kelapa itu dengan sekuat tenaga dan berkali-kali.
Dan berhasil, kepala itu masuk ke dalam. Dan pintu kembali tertutup.
Ia langsung mengaitkan kunci, baik atas, tengah, dan bawah. Ia juga mengambil gembok besar di dalam laci, dan memasangnya pada pintu.
Tidak cukup, ia mendorong dua lemari besar dan di letakkan di depan pintu.
"Arghh.."
Ia memekik, kepalanya mulai berdenyut. Tatapannya tertuju pada tangannya yang terluka.
Ia pun segera berjalan keluar dari sana. Karena ia harus cepat pergi, sebelum semuanya terlambat.
*****
TBC
.
.
.
Kim Taeya