Beverly menghela nafasnya pelan. Ia menatap langit yang mulai menghitam. Bukan karena sebentar lagi malam, tapi karena awan hitam yang sebentar lagi akan mengeluarkan hujan.
Dan benar saja, dalam hitungan detik setelah ia berpikir, hujan itu turun dengan perlahan namun lama-lama menjadi deras.
Eve ingin pulang. Ia tidak ingin terjebak di sekolah lebih lama lagi. Karena ada jadwal ekskul vokal, ia harus pulang telat dari biasanya. Ketiga saudaranya sudah pulang. Hanya ada beberapa murid yang baru menyelesaikan ekskul sama sepertinya.
Eve bisa saja meminta jemputan ke rumah, tapi ponselnya mati dan Eve tidak berani untuk naik kendaraan umum walau itu taksi. Eve tidak pernah naik kendaraan umum seumur hidupnya sampai sekarang.
"Aduh, gimana dong? Minta bantuan siapa coba." Eve bergumam cemas. Ia mengeratkan jaket New York Yankees berwarna biru yang melekat di tubuh mungilnya untuk menghalau dingin.
Matanya melirik kanan kiri, berharap ada orang yang ia kenali untuk dimintai tolong olehnya. Eve benar-benar ingin pulang.
Tapi, dari sekian murid yang masih berada di sekolah, hanya satu yang Eve kenali. Bumi.
Eve menggigit bibir bawahnya pelan. Haruskah ia meminta bantuan Bumi? Ah, tidak ada pilihan lain.
"Kak Bumi!" Eve meraih tangan Bumi agar lelaki itu berhenti saat melintas didepannya.
Bumi melirik Eve lewat ekor matanya.
"Aku boleh minta tolong gak?" pinta Eve dengan ragu.
Bumi terlihat menghela nafasnya pelan. "Apa? Gue gak punya banyak waktu."
"Boleh minjem hp Kak Bumi gak buat nelepon orang rumah? Eve mau suruh A Juna jemput."
"Kenapa gak pake hp lo aja. Kenapa harus hp gue?" ujar Bumi ketus.
Eve menunduk. "Hp Eve mati."
"Kenapa gak naik taksi aja?"
Gadis itu menggeleng kecil. "Nggak berani."
Bumi tertawa mengejek. "Gak berani? Cewek segede lo gak berani naik taksi? Hidup lo ngapain aja hah?"
Eve diam dan masih menunduk. Entah kenapa Eve merasa ada sengatan kecil yang menyentuh hatinya saat Bumi mengatakan seperti itu kepadanya.
Melihat Eve diam saja membuat Bumi menghela nafasnya panjang. "Hp gue juga mati dan gue gak bisa nganterin lo karena gue pake motor. Kalo lo mau pulang ya lo naik taksi aja."
"Eve gak berani Kak Bumi. Eve takut naik kendaraan umum." suara Eve tiba-tiba merajuk, membuatnya terlihat seperti gadis manja.
"Manja banget sih lo."
Tuh kan.
"Yaudah lo tunggu aja jemputan lo. Gue mau balik."
Eve menahan tangan Bumi lagi. Ia menatap Bumi dengan memelas.
Kali ini Bumi menghela nafasnya kasar. "Lo tuh nyusahin tau gak?! Kenal juga enggak. Deket juga enggak."
"Ih yaudah kita deket aja biar Kak Bumi mau di susahin sama aku."
Bumi mengernyit heran. Jawaban macam apa itu?!
"Kak Bumi anterin aku pulang ya? Please! Nanti uang bensinnya aku ganti." ujar Eve.
"Gak!" tolak Bumi.
"Ayo dong, Kak Bumi yang ganteng."
"Gak usah disebutin, semua orang udah tau kalo gue ganteng." ujarnya dengan percaya diri.
"Ya? Anterin ya?" Eve mengedip-ngedipkan matanya.
"Lo gak tau? Gue pake motor dan gue gak bawa jas hujan sama helm."
Eve menggeleng. "Gak papa. Eve gak papa kehujanan asal Eve pulang sama Kak Bumi."
"Kenapa lo ngebet banget pengen pulang sama gue?" tanya Bumi.
"Karena cuma Kak Bumi yang Eve kenal. Eve udah bilang kalo Eve gak bisa naik kendaraan umum walaupun itu taksi." ujarnya.
"Tapi gue gak kenal sama lo." ucapnya bohong.
Lagipula di sekolah siapa yang tidak mengenal gadis cantik seperti Beverly? Apalagi Beverly anak pemilik sekolah.
Eve tiba-tiba menjabat tangannya. "Yaudah kenalan. Nama aku Beverly. Kakak gak usah sebutin nama karena aku udah tau nama Kakak."
Eve cengengesan membuat Bumi memutar bola matanya jengah.
??
Sejujurnya alam memberikan Eve kesempatan lain. Eve bisa meminta bantuan murid lain walau Eve tak kenal siapa dia tapi yang jelas mereka kenal siapa Eve. Ia bisa meminjam ponsel kepada mereka untuk menghubungi orang rumah agar menjemputnya ke sekolah, jadi Eve tidak perlu repot-repot hujan-hujanan bersama Bumi diatas motor besar lelaki itu seperti sekarang.
Jarak dari sekolah ke rumah Eve tidak terlalu jauh. Hanya memerlukan waktu 15 sampai 30 menitan saja. Tapi tetap saja, sedekat apapun jaraknya jika hujan ya mereka akan tetap basah.
"Kak Bumi pelan-pelan bawanya. Wajah Eve sakit kena air hujan." teriak Eve dari belakang.
"Bawel lo. Siapa suruh lo minta pulang bareng." balas Bumi berteriak.
"Ish." Eve mengerucutkan bibirnya lalu mengusap wajahnya yang sakit karena hujan yang turun deras itu membanting ke wajahnya.
Eve kedinginan dan basah kuyup termasuk tas miliknya dan milik Bumi. Apalagi Eve masih memakai seragam sekolah dengan rok yang pendek meski keatasnya tertutup jaket.
Eve mendesah lega saat motor Bumi memasuki kawasan komplek rumahnya. Hujan di daerah sini tidak selebat tadi jalan tadi.
"Yang mana rumahnya?" tanya Bumi berteriak.
"Masih terus. Blok B." katanya.
Rumahnya sudah terlihat dari sini. Rumah berwarna putih yang tinggi menjulang itu menjadi satu-satunya yang paling mencolok di komplek perumahan elite ini.
Gadis itu melepaskan pelukannya saat motor Bumi berhenti didepan gerbang rumahnya yang tertutup rapat. Eve berteriak kepada pak satpam untuk membukakan gerbang untuknya.
"Kak Bumi masuk dulu ayo."
"Gak usah. Gue langsung balik aja." jawabnha dari balik helm yang masih terpasang di kepalanya.
"Masuk dulu. Kak Bumi basah kuyup."
"Justru itu, karena basah kuyup jadi gue langsung balik aja, udah tanggung." ujarnya.
"Kak Bumi masuk dulu. Nanti Eve pinjemin jas hujan punya Ayah." ujarnya.
"Non, cepet masuk Non." teriak pak satpam.
Eve menoleh sebentar. "Iya pak sebentar," katanya. "ayo Kak Bumi."
Alih-alih menerima ajakan Eve, Bumi malah menyalakan mesin motornya. "Gak usah. Gue balik dulu." katanya lalu Bumi langsung pergi.
"Kak Bumi!!" teriak Eve.
Pak satpam datang dan memayungi Eve. "Non ayo masuk."
Eve masih memandang kepergian Bumi sampai lelaki itu hilang dari pandangannya. Eve akhirnya masuk setelah sebelumnya ia melepas sepatu dan jaketnya.
Pintu terbuka sebelum ia mengucap salam. Arjuna datang dengan baju rumahannya.
"Kamu pulang sama siapa? Taksi?"
"Kalo pake taksi aku gak mungkin basah kuyup." ucapnya ketus.
Arjuna cengengesan. "Iya juga sih." katanya. "Sebentar ya, Aa bawain handuk dulu."
Beberapa detik setelah kepergian Arjuna, seorang wanita paruh baya datang menghampirinya.
"Eve kenapa basah? Hujan-hujanan?" tanyanya dengan suara lembutnya.
"Iya. Mbu tau Eve gak bisa naik kendaraan umum walau itu naik taksi. Jadi Eve minta anterin sama seseorang." ujar gadis itu.
Mimi, pengasuh Eve dan saudara-saudaranya sejak kecil itu tersenyum sambil memasukkan jaket dan sepatu Eve yang basah kedalam ember yang ia bawa dari belakang.
"Dianterin siapa?"
Eve bergumam malu. "Nanti Eve ceritain ya sama Mbu." katanya.
Mimi adalah orang terdekat Eve setelah Athena. Eve juga telah menganggap Mimi sebagai ibunya sendiri. Panggilan untuk Mimi dari Eve adalah Mbu, berbeda dengan saudara-saudaranya yang memanggil Mimi masih dengan sebutan Mbak karena terbiasa dari kecil.
Lalu Arjuna dan Athena datang. Arjuna memberikan handuk berwarna putih kepada Eve.
"Kenapa gak telepon ke rumah kalo mau pulang? Kenapa hujan-hujanan pulangnya? Pulang sama siapa, Sayang? Nggak jalan kaki kan?"
Eve mendengus geli mendengar rentetan pertanyaan dari Bunda untuknya. "Bunda, nanti Eve ceritanya ya. Eve mau mandi dulu, udah dingin ini."
Athena mengajak putrinya untuk masuk. Eve segera pergi ke kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Arjuna, ia langsung mandi dengan air hangat.
Tiba-tiba saja Eve tersenyum mengingat tadi di jalan bersama Bumi. Padahal tidak ada yang spesial. Hanya saja Eve merasa senang saat ia memeluk perut Bumi dan laki-laki itu tidak menolaknya.
Sejak pertama kali masuk SMA, Eve sudah memperhatikan Bumi. Lelaki itu seakan gampang untuk ia lihat. Bumi berada di mana-mana. Mungkin karena Bumi nakal dan sering bolos jadi Bumi gampang ia lihat karena sering berada diluar kelas.
Bahkan sampai sekarang Eve tidak mengerti kenapa Bumi tidak pernah akur dengan Arjuna. Bahkan saat Eve menanyakannya pada Arjuna, Kakaknya itu tidak pernah menjawab. Malik dan Zoe pun sama, mereka tutup mulut.
Setengah jam kemudian, Eve telah selesai dengan semuanya. Ia bahkan telah memakai baju tidur padahal ini masih sore.
"Ini Bunda bikinin coklat panas." ucap Athena saat Eve baru saja datang ke ruang keluarga.
"Makasih Bunda." ucapntmya setelah mengambil posisi disamping Athena dan menerima coklat panas kesukaannya itu.
"Jadi tadi pulang sama siapa?" tanya Athena lagi.
Eve cemberut. "Bunda ih udah ditanyain aja."
"Bunda kan mau tau tadi kamu pulang sama siapa sampe hujan-hujanan kaya gini."
"Kalo naik taksi kan gak mungkin." sahut Arjuna yang sedang sibuk pada ponselnya.
"Dianterin Kak Bumi."
Arjuna langsung menoleh. "Bumi?"
Eve mengangguk. "Cuma Kak Bumi yang Eve kenal tadi di sekolah. Awalnya cuma mau minjem ponsel aja buat nelepon kesini, tapi ponsel Kak Bumi juga mati."
"Kamu gak di apa-apain sama Bumi?" Arjuna menyipitkan matanya.
"Nggaklah. Kak Bumi baik kok."
"Baik?" Arjuna tertawa hambar. "Baik jidatmu, Eve. Preman kaya dia mana pernah baik."
"Dia baik kok. Aa aja yang gak kenal Kak Bumi. Buktinya dia mau anterin aku pulang tadi."
"Emang kamu sekenal apa sama Bumi?" tanya Arjuna membuat Eve terdiam.
"Ini kalian lagi ngomongin apa sih? Bumi siapa? Preman siapa?" tanya Athena heran.
"Kak Bumi yang nganterin Eve pulang tadi, Bunda, dan dia bukan preman."
"Itu Bunda, si Bumi yang nakal itu di sekolah yang sering bolos itu. Premannya sekolah."
"Aa kok jahat sih ngatain Kak Bumi." ucap Eve tidak terima.
"Dih, emang bener kan?" balas Arjuna.
"Aduh, udah dong, kenapa kalian jadi berantem kaya gini deh. Udah jangam berantem, tuh Ayah pulang." ujar Athena.
Eve mengerucutkan bibirnya. Ia mengalihkan pandangannya kearah lain. Eve kesal pada Arjuna.
??