Siapa pembunuh sebenarnya?

1207 Words
Felix segera mengakhiri itu semua. Baginya ini hanya tugas. Dia bahkan bisa memberikan rasa nyaman pada wanita. Tapi, jika dia tidak nyaman dengannya. Dia hanya menjalankan tugasnya. Sesuai dengan Apa yang direncanakan. Dia tidak ingin semua rencananya gagal. Kali ini dia tidak mau jika terus berada di sana. Dia ingin sekali segera pergi dari sana. Meninggalkan wanita yang ada di sampingnya. Tapi, dia rela menjadi laki-laki buaya hanya untuk mendapatkan informasi darinya. Dia tahu tentang Jaki. Dia pasti tahu tentang Mark. Felix terdiam, dia kembali fokus pada jalan di depannya. Kedua tangan mulai mengemudi kembali mobilnya. Melaju perlahan menuju ke tempat lokasi. Dimana dia menemukan Jeki penuh dengan luka. Bahkan sekarang dia kritis di rumah sakit. Dia juga memerintahkan beberapa orang untuk menjaga Jeki. Dia ingin mengambil alih Jeki mendapatkan semua informasi darinya. Tapi, ini belum selesai. Jika kecoa yang berkeliaran di sekitarnya belum disingkirkan satu persatu. Maka rencananya akan gagal. Felix menarik sudut bibirnya sinis. Kedua bola mata itu melirik ke arah "Aku boleh bicara sesuatu padamu?" tanya Felix. "Iya, boleh!" "Kamu pernah berhubungan Jeki?" tanya Felix terus terang. Membungkam bibir Amber. Dia melebarkan matanya. Menatap wajah Felix sangat lekat. Amber mencoba menelan ludahnya susah payah. "Aku tahu semuanya, sekarang kamu katakan saja. Aku sudah menuruti apa yang kamu minta. Sekarang jawab saja semua pertanyaanku. Tidak akan ada yang tahu. Hanya kamu dan aku. Dan, tidak ada yang mengerti. Jadi tenang saja. Kamu tidak perlu takut atau khawatir." Amber menelan ludahnya beberapa kali. Dia berusaha untuk diam. Menarik napasnya dalam-dalam. Menahannya sejenak, lalu mengeluarkan secara perlahan dari sela-sela bibirnya. "Apa yang kamu katakan?" tanya Amber. Dia menarik kedua alisnya. Seolah tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Amber terlihat sangat tenang kali ini. Dia menarik sudut bibirnya tipis. "Dia teman pacar aku, kamu punya hubungan teman sangat lama. Dan, dia juga selalu datang ke club malam dimana tempat pacar aku bekerja. Tetapi semuanya selesai saat Jeki tiba-tiba pergi dari kota ini. Dia pergi entah kemana. Aku bahkan tidak tahu dia dimana." "Kamu yakin?" tanya Felix. Dia melirik ke arah Amber. Banyak sekali pertanyaan yang ingin dia katakan. Meskipun dia sudah tahu ada hubungan apa mereka. "Iya, aku yakin!" jawab santai Amber. Kedua mata itu mulai fokus menatap kedepan. "Kamu tahu jika Jeki dianiaya?" tanya Felix. Amber menoleh cepat. Dia tahu apa yang harus dilakukan. Dia bertingkah masih sangat santai dalam menghadapi situasi apapun. Dia begitu pihaknya menyembunyikan semuanya. Dan, Felix tahu. Jika Amber bukan orang sembarangan yang akan mengaku begitu saja. Amber terkejut dengan ucapan Felix. Dia mengedipkan kedua matanya. "Apa yang kamu bilang tadi? Jeki dianiaya? Memangnya siapa yang berani menganiaya dia? Kenapa dia bisa seceroboh itu. Bukanya dia jago dalam beladiri?" kata Amber dengan napas cepat dan masih belum percaya dengan apa yang dia dengar. "Aku juga tidak tahu, aku hanya ingin menyelidiki siapa dia. Dan, pastinya kamu tahu itu. Siapa aku dan apa tugasku." kata Felix. Amber tersenyum simpul. "Iya, aku tahu. Kamu seorang polisi. Jadi aku memang harus melakukan tugasmu. Tapi, memang aku benar sama sekali tidak tahu tentang kejadian ini. Kamu boleh periksa semuanya." ucap Amber. Dia menatap kearah Felix. Felix terdiam, dia mulai mengingat jelas. Saat beberapa anak buahnya memberikan bukti sobekan baju yang ada di tangan Jeki. Bahkan, Jeki sempat menuliskan namanya. Dia juga punya tato di tubuhnya. Bertuliskan nama Amber. Dan, dia punya bekas lipstik di tkp. Di tempat kejadian ada lipstik yang terbuang. Mungkin karena lipstik itu patah. Hingga seorang membuangnya. Dan, ada sehelai rambut yang sudah di tes dna oleh Felix. Semuanya sudah disusun dengan rapi. Sidik jari juga masih dalam proses pencarian siapa dia. Semua bukti sudah ada. Dan, anehnya satu bukti yang tidak ada. Senjata apa yang di buat menganiaya Jeki. Bahkan pukulan yang membekas bukan pukulan tangan manusia. "Kenapa kamu diam?" tanya Amber. Melirik ke arah Felix. Felix segera menyadarkan dirinya Dari lamunannya. "Sudah hampir 1 jam perjalanan memutasi kota. Sekarang tinggal satu pertanyaan." Felix menatap bibir Amber. Warna lipstik yang dipakai Amber saat ini sama dengan lipstik yang dibuang. Tak jauh dari lokasi. "Ini apa?" tanya Felix mengeluarkan lipstik itu di saku jaketnya. "Aku menemukan ini tadi di bawah meja bar. Maaf, tadi aku tidak sengaja mematahkannya. Apa ini milik kamu?" tanya Felix. Dia memberikan itu pada Amber. "Bentar!" Amber meriah lipstik itu. Dia membukanya. Dan, benar saja di dalamnya lipstik itu sudah patah. Hanya tinggal setengah saja. Amber melirik sekilas ke arah Felix. "Aku yakin itu milik kamu, soalnya hanya kamu wanita penjaga bar di sana. Jika punya orang. Aku juga tidak tahu sih. Aku melihat lipstik itu warnanya sangat pas dengan yang kamu pakai saat ini." Ambar terdiam, dia bingung harus menjawab apa. Tapi memang itu benar miliknya. Amber Menggenggamnya sangat erat. Bukanya dia tidak tahu itu punya siapa. Tapi, Ambar ingat sesuatu tentang lipstik itu. "Kenapa kamu diam? Kamu bisa jawab iya atau tidak," kata Felix. "Iya, ini memang milikku!" ucap Ambar tanpa sadar. Tatapan matanya tiba-tiba kosong. "Dari mana kamu dapat lipstik ini? Aku sudah pernah membuangnya." tanya Amber. "Simpan saja jika kamu mau. Aku juga mendapatkannya di tempat Jeki tinggal. Jeki jago bela diri. Tapi, seorang laki-laki yang jago bela diri. Dia pasti pantang untuk menyerang wanita. Dia bukan orang yang seperti itu. Jika lawannya laki-laki dia pasti dia akan melawan. Tapi, beda lagi jika lawannya seorang wanita yang dicintainya." ucap Felix. Dia fokus pada jalan di depannya. Sembari menarik sudut bibirnya sinis. Apa yang dikatakan olehnya benar-benar membuatnya gila. "Wanita itu berbicara berdua dengan Jeki. Dia merasa kecewa dengannya. Hingga dia memutuskan untuk memberinya pelajaran. Dia menerima uang dari seseorang untuk membunuhnya. Hanya saja dia tidak tega membunuhnya. Dia membawa Jeki ke sebuah rumah." "Disana kalian berbincang bersama. Sembari membawa botol minuman. Tapi, kamu memberinya obat tidur. Agar Jeki tidur. Kamu melakukan penganiayaan itu dengan sadar. Bahkan kamu memfoto Jeki yang penuh dengan luka. Kamu memberikan foto itu. Aku tahu di sana tidak ada jaringan. Tapi kamu keluar dari rumah mencari jaringan. Jejak langkah seperti kamu masih membekas di tanah itu. Kamu tidak sendiri, kamu bersama dengan Deon kekasihmu." Amber membuka kedua matanya. Dia tertegun seketika mendengar semua penjelasan Felix. Bibirnya gemetar. Dia tidak menyangka jika dirinya begitu mudah dikenali. Kenapa dia bisa tahu semuanya. Dia tahu secara detail. "Kamu tahu aku menemukan potongan lipstik itu dekat kejadian. Dan, darahnya ditemukan jauh dari tempat itu," ucap Felix. Amber tidak merasa bersalah sama sekali. Dia menarik napasnya dalam-dalam, Lalu menghela napasnya perlahan. Dia menarik dua sudut bibirnya. Mengukirkan sebuah senyuman di wajahnya. "Aku tidak menyangka jika kamu tahu semuanya. Kamu hebat juga ternyata. Aku bahkan tidak meninggalkan bekas sama sekali di lokasi kejadian. Tapi, di luar mungkin aku terlalu ceroboh." jawab Amber. "Aku memang melakukan itu. Karena uang yang diberikan tidak main-main. Aku tidak punya uang sama sekali. Aku butuh uang. Tapi, karena dia sahabatku. Aku tidak mungkin jika aku menghabisinya. Aku tidak akan tegas. Jeki, aku dan Deon. Kita sahabat." jelas Amber. "Makasih infonya, tapi kamu mengenal Mark?" Felix melirik sekilas ke arah Ambar. Wanita itu tertunduk. Dia merasa gemetar mendengar nama itu. "Jangan berurusan dengannya. Dia begitu mengerikan. Dia terlihat baik, tapi dia pembunuh yang sadis tanpa ampun." jelas Amber. "Kamu segera antarkan aku pulang. Aku tidak mau ada disini lagi. Aku takut jika dia akan mengikutiku," ucap Ambar. Dia melirik beberapa detik. Sebelum kembali menundukkan kepalanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD