Kabur

1159 Words
“Hari ini kita kemana?” Tanya Felix. “Kita pergi ke rumah singgah untuk kita nanti. Kit Menginap di sana. Sembari menurun strategi untuk membunuh orang yang sudah jadi target kita,” jawab Mark. "Rumah singgah?” Tanya Felix. “Kenapa kita tidak sekalian mengikuti kemana Jeki pergi, jika memang dia bertugas sendiri. Buahnya tidak ada aturan untuk orang baru bertugas sendiri, ditemani atau tidak. Kita bisa bantu dia, kan. Kita jadikan tugasnya juga tugas kita,” "Kenapa kita harus mencari rumah singgah lagi. Tugas itu nyonya sangat mudah. Hanya membunuh seseorang. Kenapa harus mengulur waktu?" tanya Felix. "Aku tidak pernah mengulur waktu. Hanya saja belum waktunya aku membunuh dia. Bukan tipe aku langsung membunuhnya. Aku akan bermain dulu dengannya. Sebelum membunuhnya. Dia bisa saja menjadi pemenangnya. Jika dia tidak sadar siapa lawannya. Tapi, jika dia sadar siapa lawannya. Bukan sebodoh yang dia kira. Dia pasti mengurungkan dirinya melakukan hal bodoh," ucap Mark. Dia tersenyum tipis. Dia kembali menatap kedepan. Tanpa menunggu jawaban dari Felix. Sementara Felix, dia hanya diam. Tanpa sepatah kata keluar dari bibirnya. Dia bahkan tidak tahu dengan siapa dirinya berbicara tadi. Musuh dari semua musuh, orang terkenal, dan pembunuh bayaran yang sangat sadis. Tidak ada yang tahu identitas aslinya. Dia tinggal dimana, dan tidak ada yang bisa menemukan dimana keberadaan Mark. Karena memang dia selalu hidup berpindah. Dimana tugasnya dilakukan. Maka dia akan tinggal disana beberapa hari. Sebelum akhirnya pergi lagi. Felix melirik sekilas ke arah Mark. Dia tahu Mark bukan orang sembarangan. Mungkin juga dia sudah tahu siapa dirinya. Dan, apa tujuannya. Dari ucapannya. Dia sangat paham dengannya. Paham dengan apa yang akan dilakukan olehnya nanti. ** 20 menit kemudian. Sampai di rumah singgah. Mereka segera membawa beberapa barangnya ke dalam kamar yang memang sudah disiapkan untuk mereka. Tapi, kali ini dia merasa sangat aneh dengan Mark. Dia terlihat begitu dinginnya. Tidak seperti Mark yang pertama kali bertemu. Dia banyak bicara dan ramah dengannya. Tapi, Felix tidak aku ambil pusing lebih dulu. Lebih baik diam menurut Apa yang dikatakan Mark. Sambil mencari jalan keluar untuk kabur. "Kamu bereskan dulu bajumu. Aku tunggu kamu nanti makan malam." ucap Mark. "Baiklah!" jawab Felix. "Kamu istirahat saja dulu." lanjut Mark, dia segera melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Felix sendiri tepat di depan kamar Felix. Dia segera masuk ke dalam kamarnya sendiri. Bahkan tanpa ucapan papan lagi. Mark menutup pintu kamarnya, sementara Felix. Dia masih berdiri menatap ke arah Mark. Hingga pintu itu mulai tertutup. Dia tidak bisa melihatnya lagi. "Sialan! Aku harus segera keluar dari sini. Jika aku tetap disini. Sama saja aku membunuh diriku sendiri," gerutu Felix. Dia mengerutkan keningnya, mencoba berpikir cara untuk kabur dari sini. Dia tidak peduli lagi tugas yang dilakukan. Felix paham jika Mark sebenarnya sudah mengincarnya. Tetapi, entah dia sadar atau tidak. Dirinya ada di dekatnya. Dan, Mark begitu baik padanya. Apa memang itu rencananya. Agar dia dibunuh dengan mudahnya nanti. Felix mengamati sekelilingnya. Dia segera mencari cara gimana caranya untuk keluar dari sana. Dan, kebetulan. Seorang waiters berjalan pelan menuju ke kamarnya. Seketika ide gila muncul di kepalanya. Felix menarik sudut bibirnya sinis. Dia berjalan menuju ke pintu. Membuka pintu kamarnya. "Permisi, makanannya!" ucap seorang laki-laki itu. "Iya, masuk saja. Letakkan semua makanan itu di atas meja," pinta Felix. "Baik, tuan!" Felix menghela napasnya. Dia melangkah, mundur. Dan, membiarkan waiters laki-laki itu masuk ke dalam kamarnya. Meletakkan makanan di atas meja. Felix dengan segera memukul tengkuk kepala belakang walter itu sangat. Hingga dia pingsan tersungkur ke lantai. Felix segera menarik waiters itu masuk ke dalam kamar mandi. Dia segera mengambil pakaiannya. Dan, menggantikan waiters itu untuk masuk ke dalam. "Sekarang, apa yang harus aku lakukan," gerutu Felix. Dia membenarkan bajunya lebih dulu. Dengan penuh percaya diri. Felix segera keluar dengan identitas barunya. Dia berjalan dengan santainya. Menuju ke dapur meletakkan kereta dorong di sana. Felix tidak hentinya mengamati setiap orang yang ada di sana. Dia melihat ada yang mencurigakan tidak dari mereka. Merasa sudah aman. Dia segera melangkahkan kakinya pergi "Eh ... kamu sibuk?" tanya seorang wanita yang tiba-tiba menepuk punggungnya. Mengejutkan Felix, dia spontan menghentikan langkahnya. Menoleh ke belakang. "Nggak! Ada apa?" tanya Felix. Sambil menghela napasnya lega. Melihat wanita itu ternyata hanya seorang waiters "Antarkan aku ke supermarket hari ini." Felix tersenyum tipis. Hari ini dewa keberuntungan berpihak padanya. Tidak perlu repot lagi untuk pergi. Sekarang dia bisa pergi. Tanpa harus susah payah berurusan dengan Mark. "Baiklah," ucap Felix. "Kita naik apa?" tanya Felix. "Kita naik taksi saja. Mobil di restaurant semuanya dipakai. Untuk mengirim pesanan. Dan, yang lain juga berbelanja kebutuhan restoran. Sekarang, aku siap-siap dulu. Kamu segera cari taksi di luar," pinta wanita itu. "Oke, baiklah!" ucap Felix. Dia dengan penuh semangat segera pergi dari sana. Menuju ke jalan raya. Kedua mata Felix mengamati sekelilingnya. Hanya untuk mencari taksi. Felix melihat ada sebuah taksi yang melintas. Dia segera melambaikan tangannya. Memanggil taksi itu. Dan, tepat taksi berhenti di depannya. Felix segera masuk ke dalam taksi. Sebelum wanita itu mencari dirinya. "Jalan sekarang, pak!" ucap Felix. "Baik, tuan!" Taksi itu segera melaju kembali dengan kecepatan sedang. Sementara wanita itu dia berlari ke pinggir jalan. Dia tidak melihat siapapun di sana. "Dimana laki-laki itu." ucap wanita itu. Dia menghela napasnya frustasi. Wanita itu mengganti sekelilingnya. Dia tadi melihat ada taksi yang berhenti diriku. Apa taksi itu juga menampung laki-laki tadi." umpat kesal wanita itu. Dia terpaksa harus kembali lagi masuk ke dalam. Dan, memesan taksi lewat telfon. Smenetara Mark dia yang tak sadar Gio, tidak ada di sana. Dia berjalan mencari laki-laki itu. Egi melihat sekelilingnya. Dia tidak menemukan Guo sama sekali. Kedua tangan Mark mengepal dengan sangat sempurna. Dia menggertakkan rahangnya. Kedua mata melotot tajam. Setiap hembusan napasnya penuh kasarnya keluar dari sela-sela bibirnya. "Apa tadi kamu melihat laki-laki yang mencurigakan?" tanya Mark. "Iya, saya bertemu dengannya. Dan, dia kabur dari sini." "Kabur?" Mark melebarkan kedua matanya. "Kemana dia kabur?" tanya Mark lagi. "Baru saja dia naik taksi pergi dari sini. Jika kamu ingin melihatnya. Sekarang lebih baik kejar dia. Lagian, dia belum juga jauh." ucap wanita waiter itu. Mark berdesis pelan. Dia menatap begitu tajamnya. Tidak berhenti Mark menggerakkan sangat kesal. Dia tidak berhenti terus mengumpat. "Sialan! Dia beraninya kabur. Dia sudah masuk dalam organisasi. Dan dia begitu mudahnya untuk kabur. Maka aku tidak akan tinggal diam. aku akan memberi pelajaran kepadanya. Aku akan membuat dia tidak bisa hidup tenang jika dia berani keluar dari tawanan. Sementara Felix, dia akhirnya bisa seberapa keras mencoba tenang. Akhirnya Delisa bebas membuatnya sedikit bisa bernapas lega. Tidak perlu khawatir dengan apapun lagi. Mark segera kembali ke kamarnya. Dia tidak tinggal diam. Dia melacak keberadaan Gio. Baginya ini begitu mudah. Dan, beberapa orang lainya. Setiap organisasi di tambahkan chip di kepalanya. Semuanya bisa pergi dan meledak. Jika mereka tidak patuh. Tapi, yang membuat Mark yakin dia bukan anggota. Karena Felix, datang dari luar gedung. Dan, pastinya tidak ada anggota yang datang dari luar gedung. Dan, tidak ada anggota yang tidak tahu kemana mereka akan pergi berkumpul. Semuanya tahu dengan jelas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD