Indentitasnya

2303 Words
Setelah menjinakkan hewan. Felix, Jeki dan Mark. Mereka pergi dari markas. Makan siang di sebuah restoran terdekat. Setelah makan siang, Mark membawa Felix pergi untuk melakukan tugas yang harus dilakukan oleh mereka nantinya. Mark pergi bersama dengan Felix menggunakan mobil putih menuju ke pantai. Hingga beberapa jam perjalanan, Bahkan Felix masih saja tertidur, sembari pikiran yang terus berpikir apa yang harus dilakukan selanjutnya. Dia masih bingung dengan semua ini. Apa manfaatnya dia masuk ke dalam anggota ini. Menyusup dan, melakukan hal berbahaya. Apalagi saat ini. Dirinya juga tidak tahu bagaimana keadaan selanjutnya nanti. Apa dirinya masih selamat atau tidak nantinya. Hal gila yang pernah di lakukan harus masuk ke dalam organisasi. Dia harus ekstra hati-hati. tidak hanya itu bahkan dia harus senam jantung setiap hari setiap langkah. Felix hanya ingin terlihat baik-baik saja agar tidak mencurigakan. Dia juga tidak tahu ada hubungan atau tidak, antara organisasi ini dengan pembunuhan yang terjadi belakangan ini di kota. Semua sibuk menyelidiki tanpa ada tersangka utama. "Sekarang, apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Aku tidak tahu harus bergerak dari mana lagi. Harus terus bertahan disini atau aku pergi." pikiran Felix begitu kacau. Hingga hampir 2 jam perjalanan, mereka sampai di sebuah kota yang sangat asing bagi Felix. Felix membuka kedua matanya. Dia melihat jalanan yang aneh dan asing di matanya. Dia belum pernah ke sana sebelumnya. Mobil mereka berhenti tepat di pinggir pantai. Sementara Mark dia bahkan tidak berbicara sama sekali di setiap perjalanan. Felix hanya diam, tanpa sepatah katapun. Bahkan di mobil semuanya terasa sangat hening. Sampai di tempat, Mark juga turun lebih dulu. Sementara Felix masih kebingungan. Dimana dia sekarang? Kedua matanya terus berkeliling. Melihat suasana di luar dari balik kaca jendela mobil itu. "Kamu tidak turun?" tanya Mark yang memulai pembicaraan lebih dulu. "Sebentar lagi aku turun," jawab Felix. "Nunggu apa?" tanya Mark lagi. "Ini dimana?" Felix mencoba memberanikan dirinya bertanya. "Oo, ini tempat selanjutnya. Ini tempat dimana aku menyendiri. Memikirkan tugas selanjutnya," jawab Mark. "Oo, jadi ini tempat kamu menyendiri," ucap Felix. Felix menghela napasnya. Di Segera beranjak turun dari mobil itu. Dan, benar saja. Dia disambut dengan angin sepoi di pantai itu. Langsung menerpa tubuhnya. Felix berjalan pelan menuju ke pinggir pantai. Sementara Mark masih mengambil sesuatu di dalam mobil. Entah apa yang diambil oleh Mark. Felix tidak tahu akan hal itu. Dia juga tidak mau tau lagi. Baginya beberapa data yang diambil ya kemarin malam sudah lebih dari cukup. Tugas itu tidak terlalu penting. Lagian dirinya tidak akan pernah melakukan tugas itu. Membunuh orang bukan keinginannya. Felix menoleh ke belakang. Dia segera pergi dari sana. Sebelum semuanya selesai. Hari ini dia mendapatkan beberapa data yang sudah Dicuri kemarin. Sekarang dua menyimpannya di tempat yang paling aman. Dia lemparkan data penting. Dan, ini tidak akan pernah dilupakan. Meskipun dia belum melihat semua datanya. Tetapi, dia sudah menyimpan data itu di tempat yang paling aman. Felix mengamati sekeliling pantai itu. Kedua matanya menyipit seketika. Dia bahkan melihat ada cela untuk kabur. Felix berjalan perlahan mencoba menghindar dari Mark. "Gio, besok adalah tugas kita. Kita harus pergi." Mark meninggikan suaranya. Sengaja memanggil Felix yang melangkah jauh darinya. "Tugas apa?" tanya Felix bingung. Dia membalikkan badannya. Suara itu menghentikan langkah kaki Felix yang semula berniat kabur. Felix menghela napasnya. Dia terpaksa harus berjalan kembali mendekati Mark. Meskipun dirinya ingin sekali kabur dari sana. "Kita harus melakukan sesuatu. Membunuh orang," ucap Mark. "Siapa?" tanya Felix. "Mark segera mengeluarkan dua foto yang sengaja dia simpan sedari kemarin. Dia mengeluarkan semuanya. Dan, memberikan foto itu pada Felix. Kedua mata Felix melebar sempurna. Dia tidak menyangka orang yang dicari Mark adalah dirinya. Felix mengangkat kepalanya, menatap ke arah Mark. Dia mengerutkan keningnya bingung. Bahkan kini Felix tidak takut lagi jika ketahuan. Di Sudah berada di luar markas. Bisa melakukan apa saja yang dia inginkan. Meskipun harus melawan sekaligus. Dia bisa melawannya. Dia bisa membuat Mark bertekuk lutut. Felix terus menelan ludahnya. Dia ingin sekali bertanya pada Mark. Kenapa ingin membunuh orang itu. Tapi, dia terus saja lupa. Namun Felix dia hanya diam, dia terus mengamati foto itu. Tanpa rasa canggung sama sekali. Bahkan dirinya juga tidak grogi sama sekali. "Ini yang akan kamu bunuh?" tanya Felix. "Iya." ucap Mark. Dia menoleh ke belakang. mengangkat tangannya, perlahan membuka topeng yang menutupi wajahnya. Mark segera melepaskan jubah hitam tebal yang membalut tubuhnya penuh dengan keringat. Di tengah teriknya matahari. Dia berdiri di pinggir pantai. Menunjukan wajahnya pada Felix. Felix semakin terkejut dengan apa yang dilakukan mereka. Dia tidak tahu apa yang harus di lakukan nantinya. Dia bahkan terus berpikir, Apa rencana Mark? Dia ingin membunuhnya. Tapi, kenapa dia malah membuka identitasnya sendiri. Hal yang membuatnya terasa aneh. Aturan bahkan dia langgar sendiri. Felix mengerutkan keningnya. Mengamati setiap detail wajah Mark. Wajah itu sangat asing baginya. Mungkin memang dia baru pertama kali bertemu dengan Mark. "Dia pasti punya rencana yang berbeda. Dia menunjukan identitasnya. Pasti ada dua hal. Memang sengaja melakukan tugas dengan identitas baru. Atau, dia sudah tahu siapa dirinya. Dan, memancing Felix untuk membuka topeng juga, beserta jubahnya. Felix mengatur napasnya. Dia berusaha untuk tetap tenang. Berpikir jernih lagi. Dari pada harus menghadapi semuanya tanpa kekerasan sekarang. Dia harus menggunakan cara yabg jauh lebih terstruktur lagi untuk menghadapi orang yang sangat cerdas di depannya. "Kenapa kamu diam?" tanya Mark. Dia membalikkan badannya lagi. Menatap ke arah Felix. Dan, kini Felix melihat jelas wajah Mark. Kedua bola mata yang berwarna sedikit kecoklatan. Bibir pink alamat. Dan, kulit putih bersih. Wajah yang memang terlihat sangat tampan. Namun di balik wajah itu menyimpan sejuta rahasia yang Felix belum ketahui. Sekarang dirinya hanya tahu, dia adalah pengendali lebah. Sama seperti wanita yang pernah ditemuinya Di pulau terpencil. Wanita cantik yang mengendalikan lebah beracun. Apa wanita cantik itu juga anggota? Tapi, apa hubungannya dengan Mark? Atau, mereka adalah orang yang sama. Tapi, itu semua tidak mungkin. Tidak mungkin mereka orang yang sama. "Gio, ada apa denganmu?" tanya Mark lagi. "Gimana kamu sudah ingat wajah di foto itu?" tanya Mark lagi. Felix segera menyadarkan dirinya Dari lamunannya. "Eh ... bentar! Aku belum melihatnya. Aku baru melihat satu foto," ucap Felix. Mark menarik sudut bibirnya tipis. Dia menunjukan senyuman simpul yang terukir di bibirnya. "Oke, kamu amati dulu. Aku mau masuk ke dalam mobil. Jika kamu sudah selesai melihatnya. Segera temui aku dalam mobil." Mark membalikkan badannya lagi. Dia segera melangkahkan kakinya pergi. "Bentar!" panggil Felix. Membaut Mark menghentikan langkahnya. "Ada apa?" tanya Mark. Dia menyipitkan matanya, menoleh ke arah Felix. "Apa ada yang kamu tanyakan lagi?" tanya Mark. "Ada." Felix berjalan mendekati Mark. Dia melangkah tampa ragu sedikitpun. Dan, penuh percaya diri. "Apa yang kamu ingin tanyakan?" tanya Mark. "Kenapa kamu membuka jubah itu. Dan, kita disini harus merahasiakan identitas kita. Tapi, kenapa kamu menunjukan identitas? Apa itu tidak melanggar aturan? Bukanya di aturan tidak boleh menunjukan identitas meskipun bersama dengan teman sendiri. "Tidak masalah, siapa juga yang melarang. Tidak ada yang melarang menggunakan identitas siapa. Tapi, kita juga akan melanggar jika ada orang tau tentang identitas kita. Apa kita pergi menggunakan jubah itu. Sama saja kamu cari mati. Akan ada banyak orang yang curiga dengan kita nantinya. Apalagi di kota pasti banyak orang yang akan terus mengamati kita di setiap kita melangkah. Setidak gerak-gerik kita. Bagiku semuanya musuh, kita harus waspada kemanapun berada." jelas Mark. "Identitas bisa di perlihatkan kapan saja. Asalkan kamu tidak takut jadi incaran pembunuhan selanjutnya." Kedua alis Felix saling terpaut satu sama lain. " Apa maksud kamu?" tanya Felix. "Kamu membuka identitas kemana kamu pergi. Maka pasti akan ada orang yang mengincar kita. Kita akan jadi sasaran pembunuhan selanjutnya. Hati-hatilah!" jelas Mark. "Jadi kamu sudah tahu semuanya?" tanya Felix lirih. "Tahu tentang apa?" tanya Mark bingung. "Eh ... lupakan saja," ucap Felix. Dia mencoba menarik sudut bibirnya. Meski Mark tidak bisa melihat senyuman Felix. "Apa ada yang kamu tanyakan lagi?" tanya Mark. "Apa boleh aku tanya, siapa yang bisa mengendalikan lebah itu kecuali kamu. Apa ada orang lain juga yang bisa mengendalikan?" tanya Felix. Mark terdiam, dia menakutkan kedua alisnya. Seketika Mark menggerakkan kepalanya pelan. Dia menoleh ke arah Felix. "Apa aku juga bisa mengendalikan lebah itu?" tanya Felix lagi. Mark tertawa kecil. "Tidak ada yang bisa mengendalikannya dengan mudah. Lebah itu sangat sulit di kendalikan. Jika bukan orang khusus gang memang sudah lama sekali berhubungan dengan lebah itu," jelas Mark. "Apa ada orang lain yang mengendalikannya?" tanya Felix. Mark terdiam sejenak. Dia mulai mengingat sesuatu. Lalu menarik sudut bibirnya tipis. Senyuman itu terlihat begitu menyedihkan di wajahnya. "Ada, tapi dia hanya masa lalu," ucap Mark. "Jangan bicara lagi tentangnya. Kamu bisa bahas apa saja. Tapi jangan bahas tentang itu. Aku tidak mau." tegas Mark. Felix menarik sudut bibirnya. Sekarang dia tahu siapa wanita itu. Dia juga masih ada hubungan dengan Mark. Dia bilang masa lalu. Mungkin itu mantan kekasihnya. "Buka saja identitas. Sebelum ada orang lain tau nantinya," pinta Mark. "Tapi, apa harus disini aku membuka identitasku. "Tidak masalah!" ucap Mark. "Sebenarnya apa yang di lakukan dua orang ini. Kenapa kamu ingin membunuhnya?" tanya Felix. Dia mulai membuka lembaran foto kedua. Kali ini dia melihat sosok yang tidak asing. Entah kenapa dia merasa itu ada hubungannya dengan temannya. Dari tangannya, dan sedikit bentuk bibirnya. Dia mirip dengan Jeki. Meskipun Felix tidak tahu siapa Jeki, bagaimana wajahnya. Tapi, dari postur tubuh dan beberapa curi lainya. Hampir sama. Felix mengangkat kepalanya. Dia menatap ke arah Mark. Dia menelan ludahnya seketika. Entah kali ini terasa begitu menegangkan. Penumpukan hang begitu aneh dan banyak sekali rahasia. Semua orang di sana juga tidak bisa di tebak. Baik bisa jadi jahat bisa jadi baik. Semuanya palsu, kebaikan semuanya palsu. dalam dunia Black Rose dunia penuh dengan kepalsuan. Senyuman palsu, dan tangisan palsu. Semua dj lakukan untuk melindungi diri. Sekarang, Felix perlahan mulai paham dengan semuanya. Dan, dia mulai yakin jika Mark sebenarnya sudah tahu siapa dirinya. Tapi, dia tidak mau menyerangnya secara langsung. Entah apa yang di incar olehnya. Sepertinya dia masih punya rencana lain lagi. Felix kembali menatap ke arah foto kedua. Dia terus mengamati wajah itu. Felix memejamkan matanya sejenak. Dia mencoba membandingkan foto itu dengan salah satu temannya. Kedua matanya terbuka sempurna. Saat dia teringat tentang Jeki. Dia baru sadar Jika dari tadi dia hanya berdua dengan Mark. Sementara Jeki tidak ada sama sekali. Kedua mata Felix terbuka sempurna, dia menatap tajam ke arah Mark. "Bentar, dimana Jeki? Kenapa dia tidak ada? Kemana perginya? Apa dia di bunuh? Atau, dia tidak ikut dengan kita? Apa dia ada tugas? Sebentar, ini aneh. Aku tadi datang bertiga. Terakhir kita berhenti di sebuah restauran. Dan, di sana. Mereka berpisah dengan Jeki. Dan, bahkan belum sempat melihatnya lagi sebelumnya," gerutu Felix. Iya, ini sangat aneh, Jeki hilang? Bahkan Mark tidak mencarinya. Bukanya ini tugas bertiga? Tidak mungkin Jeki yang anak baru dapat tugas lagi. Dia baru gabung dan belum paham." Pikiran Felix tertuju pada Mark. Dia sangat yakin sekarang Jika Mark sengaja meninggalkan Jeki di sana. Atau, bahkan dia sudah membunuh Jeki. Gerak-gerik Mark juga terlihat sangat mencurigakan. Felix mengingat, terkahir dia melihat pisau di atas meja restauran tadi penuh dengan sarana merah. Dia pikir itu adalah saos merah. Apalagi saat mereka makan, Mark menggunakan saus terlalu banyak. Dalam satu tarikan napasnya. Felix mulai memberanikan dirinya untuk bertanya pada Felix. "Dimana Jeki?" tanya Felix. "Jeki?" Mark membalikkan badannya, Dia yang semula ingin masuk ke dalam mobil putih itu seketika harus mengurungkan niatnya. Mark mengerutkan keningnya, ujung mata sedikit menyipit. "Ada apa lagi?" tanya Mark. Dia tidak banyak bicara atau, tanya tentang kehidupan Felix. Dia hanya mengenal Felix dengan nama Gio. "Dimana Jeki?" tanya Mark. "Jeki?" Mark menakutkan kedua alisnya, dia hanya tersenyum tipis. Menggelengkan kepalanya. Lalu, masuk ke dalam mobilnya. "Dimana dia?" tanya Felix lagi. Dia semakin penasaran dimana Jeki berada. Entah apa yang di sembunyikan oleh Mark. Kenapa dia tidak banyak bicara tentang Jeki. "Bukanya tadi kita makan bersama dengannya? Tapi, aku baru sadar Jika Jeki belum masuk ke dalam mobil. Tapi kita sudah pergi lebih dulu. Dimana dia sekarang? Apa kamu sengaja meninggalkan dia?" tanya Felix yang terus bertanya sebelum mendapatkan jawaban dari Mark. Dia tidak mau berhenti terus bertanya. Pertanyaan yang membaut Mark semakin tersudut. "Kenapa kamu pedulikan Jeki, bukanya setiap orang punya tugas sendiri." ucap Mark. "Kamu pernah bilang padaku. Jika kamu bisa melihat gerak-gerik seseorang. Dari apa yang kamu lihat, meski menggunakan topeng bahkan kamu bisa melihatnya. "Iya," jawab Mark. "Kamu tidak perlu tahu dimana Jeki. Aku memberikan dia tugas baru. Sekarang, simpan saja foto itu. Dan, kita harus segera pergi dari sini. Jangan sampai ada orang yang mengenali kita," tegas Mark. "Tidak, aku tidak ingin bilang banyak hal. Tapi, aku masih penasaran tentang Jeki," ucap Felix. "Bukanya dia anak baru juga. Dia juga tidak tahu bagaimana cara kerja organisasi ini. Kenapa kamu meminta dia mengerjakan tugasnya sendiri? Apa kamu sengaja?" tanya Felix. Mark terdiam sejenak, raut wajahnya seketika berubah. Namun, dia sengaja membalikkan badannya. agar tidak terlihat wajah menyeramkan yang tiba-tiba keluar. "Lupakan saja, aku yakin dia baik-baik saja." ucap Mark. "Jangan terlalu berpikir buruk dengan teman sendiri. Setiap anggota Black Rose punya kemampuan sendiri yang tersembunyi." "Tapi aku tidak yakin," timpal Felix. "Kenapa kamu tidak yakin?" tanya Mark. Dia masuk kedalam mobil, duduk di jok belakang mobilnya. Dengan pintu mobil yang masih terbuka lebar. Sementara sang sopir dia masih santai duduk di depan menunggu Mark dan Felix masuk ke dalam. Sebelum mobil itu melaju ke tempat tujuan selanjutnya. Felix menghela napasnya. Tapi pikirannya masih penuh dengan berbagai pertanyaan. Felix menarik sudut bibirnya sinis. "Aku tahu, siapa dalang dari semuanya. Sekarang aku tahu, dimana Jeki. Sebaiknya aku mencari cara untuk pergi. Dan, segera menyelamatkan Jeki. Tapi, sekarang aku harus mencari tahu dimana Jeki di sembunyikan," gerutu Felix. Sekarang yang patut aku pertanyakan. Siapa sebenarnya Mark? Tidak mungkin jika dia anggota biasa. Kekuasaannya bahkan lebih dari anggota Biasa. Black Rose. Pemimpin dan pemilik seorang perempuan. Dan, apa ini ada hubungannya dengan wanita yang aku lihat kemarin? Apa mungkin dia dan Mark ...?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD