Yuan tau semuanya?

3106 Words
“Felix, aku ingin bicara denganmu.” Ucap Yuan. Dia berjalan mendekati Felix, dan duduk di depannya. Dengan wajah yang tampak serius. Seakan ingin mengatakan hal yang sangat penting. Felix melirik ke arah Yuan, dia memicingkan matanya. Menatap aneh laki-laki yang ada di depannya itu. Felix mengamati setiap gerak-geriknya. Lalu kembali fokus dengan makananya lagi. Felix yang sedari tadi sibuk makan mie goreng yang baru saja dia buat. Di tengah malam, perutnya terasa sangat lapar. Felix memutuskan pergi ke dapur dan membuat mie. Saat semuanya sudah tertidur. Tetapi perkiraan Felix salah, ternyata Yuan belum juga tidur. Dia ternyata menunggunya dari tadi. Saat baru satu suap makanan masuk ke dalam mulutnya. Yuan tiba-tiba datang mengejutkan Felix. “Ada apa?” Tanya Felix tanpa melirik lagi ke arah Yuan. Dia masih fokus melahap habis makanan nya. “Kamu sedang apa sekarang?” Tanya Yuan. Felix makannya dengan garpu dan mie yang masih berhenti di bibirnya. Dia menatap aneh Yuan. “Bukanya kamu sudah lihat aku ngapain. Kenapa kamu masih Tanya. “ kesal Felix. “Apa kamu mau makan mie juga? Atau, mau minta punyaku?” Tanya Felix. Menggelengkan kepalanya. Lalu melanjutkan makannya lagi. “Hari ini kamu terlihat sangat aneh, apa yang terjadi denganmu. Apa ada hal yang ingin kamu katakan? Atau, kamu malu mengatakan padaku. Katakan saja jangan basa basi idini. Aku mau makan jadi tidak selera melihat wajah melasma.” Kesal Felix. Dia berbicara sembari mulut yang penuh dengan makanan. Felix berusaha untyuk menelannya sampai habis. Dia meraih satu gelas air putih di atas meja depannya. terasa sangat keras di tenggorokkan. Felix meneguk minumannya perlahan. Meletakkan kembali di atas meja. “Udah, cepat katakana. Jangan malu-malu lagi.” Kata Felix. Yuan mencengkeram jemari tangannya sendiri. Dia sengaja untuk menghilangkan rasa gugup yang merasuk dalam dirinya. Yuan terus menghela napasnya, dan segera membuka mulutnya memberanikan dirinya untuk bertanya pada Felix. “Se—sebenarnya.” Yuan terlihat sangat gugup. “Apa katakana saja.” Ucap Felix. “Aku mau Tanya, kenapa kamu tidak bilang jika kamu punya masalah.” Ucap Yuan, dia berhasil menyampaikan hal yang ganjal di telinganya. Felix mengerutkan keningnya dalam-dalam, sengaja menunjukan garis halus di keningnya. “Apa yang kamu katakana?” Tanya Felix. "Soal Jeki. Siapa dia? Kenapa kamu menyelidiki kasus dia sendiri. Jika kamu menyelidiki sendiri semuanya tidak akan terpecahkan. Setidaknya biarkan teman kamu membantu. Kita satu team. Bukan kerja sendiri-sendiri. Kita berjuang bersama. Susah payah bersama. Jangan anggap semuanya ini hanya permainan kamu yang kamu mainkan sendiri. Kamu juga butuh teman juga untuk bermain. Agar semua tidak terasa bosan dan jenuh. Kita juga bisa saling bertukar hal positif satu sama lain.”Yuan menjelaskan semuanya. Dia menatap dari samping wajah Felix, yang masih sibuk makan mie. Sebelum mie itu selesai, Felix tidak akan mungkin mau menjawabnya. Apalagi dia sudah sekali Cuek dengan orang baru. Dia juga tidak suka dengan dunia luar. Dia suka menyendiri. Ya, itu Felix. Semuanya adalah sifatnya. Tapi, kenakalan membuat semua guru hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tapi, dia juga menghadapi semuanya. Dia nakal tapi dia pintar. Punya otak cerdas satu sekolahan. Dan, langsung di minta berdiri di depan. Semuanya harus melakukan acara panas-panas. "Ada apa dengan Jeki? Apa kamu sengaja ingin melihat dia? Kamu kenal dengannya?" tanya Felix. "Tidak, maksud aku bukan itu. Aku hanya tanya, kenapa kamu menyembunyikan semuanya. Jika kamu ada masalah. Kamu bisa katakan semuanya padaku. Aku akan selalu bantu kamu. Aku juga yang akan selalu ada untuk kamu. Kita satu team. Jangan sampai kita melewati itu. Apapun masalah kamu itu masalah aku juga. Jadi jangan sampai kamu melakukan semuanya sendiri. Jangan bertindak ceroboh. Aku tidak akan membiarkan itu." jelas Yuan panjang lebar. Sementara Felix yang sudah selesai kenakan habis mie yang dia masak sendiri. Felix bangkit dari duduknya. Dia berjalan pelan mendekati Yuan, menepuk pundaknya. Sembari berbisik pelan padanya. "Jangan khawatir" ucap Felix. "Ini kasus berkarat. Ini bukanya sial kekerasan yang dialami oleh Jeki. Kita juga harus tahu tentang semuanya. Ini bukan kasus biasanya. Bahkan mereka berani terus terang melukai Jeki. Aku sudah mengambil cctv yang ada di jalan itu. Tapi, belum sempat melihat semua kejadian." "Jadi kamu sudah tau?" tanya Felix memastikan. "Iya. Kau sudha tahu semuanya. Dan, hari ini aku akan selidiki ini untukmu. Aku juga tidak akan tinggal diam. Aku akan bantu kamu." ucal Yuan, dia bahkan sangat dekat dengan Felix. Menepuk kedua pundak Felix. , "Aku akan jelaskan kasus ini. Meski aku tidak melihat semuanya. Tapi aku paham sekarang." ucap Yuan. "Baiklah, sekarang kamu tidur dulu. Jangan banyak bicara. Nanti jika semuanya sudah selesai. Aku akan kabari kamu. Ini tentang kehidupan seseorang. Dan, melibatkan banyak orang. Kau besok akan memeriksa kasusnya. Dan, mengumpulkan beberapa saksi." "Bentar, dari mana kamu tahu semua ini. Ala jangan-jangan kamu meminta anak buatku mengatakan semuanya padaku." tanya Felix. Dia mulai curiga dengan Yuan. "Maaf, sebelumnya kamu mendengarkan ucapanmu dengan anak buahmu. Aku tahu kamu meminta dia untuk menyelidiki tentang Jeki. Setelah aku cari-cari siapa Jeki ternyata dia anggota dari black rose. Dan, satu tema denganmu. Aku masih ragu kemana, Mark ingin membunuh Jeki." ucap Yuan, dia seolah tahu semuanya. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, dia tidak bisa mengungkapkan semuanya. Yuan, merasa sangat kesal jika tahu semuanya. Dia tidak bisa tinggal dia. "Apalagi korban selanjutnya adalah kamu. Jadi jangan biarkan Mark menciba menyakitimu. Kamu juga harus jaga diri." Yuan mengingatkan lagi. al "Iya, gampang. Aku pasti akan mengingat hal itu." ucap Felix. Dia kembali duduk. Sembari menatap ke arah Yuan. "Apa Bella juga tabu tentang masalah ini." tanya Felix. "Tidak! Bella belum tahu. Aku tidak pernah mengatakan semua rahasia pada Bella. Aku bahkan lebih memendam sendiri. Dari pad mengatakan padanya. "Syukurlah! Jangan sampai Bella tahu. Dia hanya akan bikin masalah lebih jauh lagi nantinya. Bukanya masalah satu cepat selesai. Dia pasti akan tambah masalah lagi." ucap Felix. "Besok, kamu ikut aku. Aku akan pergi ke rumah sakit. Menyelidiki apa yang terjadi. Kita juga pasti tahu gerak-gerik pembunuh atau bukan. Orang yang ad di sekitar Jeki. Pasti ada salah satu yang berniat untuk diminta untuk membunuhnya. Jadi, lebih baik kita harus hati-hati. Kita bertingkat seolah sangat ramah. Jangan tunjukan identitas. Jika perlu kita secara diam-diam sana menyelidikinya. "Baiklah!" ucap Yuan. "Sekarang, kembalilah ke kamar. Aku akan siapkan semuanya. Apa yang harus kita lakukan. Dari, berbagai bukti yang aku punya juga. Ada beberapa nama baru yang akan jadi tersangka. Kamu perlu ikut aku, bawa beberapa orang yang aku minta. Bawa ke ruangan kosong di pinggir kota. Kita interogasi mereka disana. Salah satu dari mereka adalah pembunuh. Dan, ad atang kerja sama." jelas Felix. Dia bangkit lagi dari duduknya. Dan, segera pergi meninggalkan tempat itu. Membaurkan Yuan yang masih duduk berpikir apa yang Felix katakan. Belum sempat memberikan jawaban. Felix sudah pergi lebih dulu. Kembali masuk ke dalam kamarnya. Tanpa sepatah kata lagi. Tau menjelaskan semuanya lebih detail. Dia juga dirinya tidak terlalu paham dengan semuanya. Tapi, meski sedikit tahu apa yang dipikirkan oleh Felix sekarang. "Kalian sedang bicara apa?" tanya Bella yang tiba-tiba datang menghampiri Yuan yang masih duduk sendiri di meja makan. Yuan yang terkejut ketika Dia membalikkan badannya. Menatap kedua mata Bella, kedua mata itu mulai menyipit. Melihat bella yang tiba-tiba datang membuat jantungnya seakan mau copot. "Kenapa kamu bisa ada disini?" tanya Yuan bingung. "Ini kontrakan kita. Jadi aku bisa pergi kemana saja di setiap ruangan ini tanpa harus meminta persetujuan darimu. Ini ruangan aku. Tidak ada yang bisa menghalangi aku kemanapun aku pergi. Jangan coba untuk merayuku juga," geram Bella. "Siapa juga yang ingin merayumu?" tanya Yuan kesal. "Aku juga tidak sudi merayumu. Aku hanya Tanya, gimana kamu bisa ada disini. sejak kapan kamu disini? Apa kamu mendengar ucapanku dan Felix tadi. Atau, jangan-jangan kamu menguping pembicaraanku. Setelah Felix pergi kamu baru nongol di depanku. Dan, tanpa berani berbicara apapun lagi. Kamu memang suka sekali menganggu orang." kesal Yuan, meluapkan isi hatinya. Dia memutar matanya malas. Kedua matanya tiba-tiba menatap tajam ke arah Bella. Jek di hanya dibalas dengan tatapan sinis oleh Bella. "Aku baru saja datang. Tapi Felix udah pergi. Sepertinya kalian sedang berbicara sesuatu? Memangnya kalian bicara apa?" Bella menarik salah satu kursinya. Dia beranjak duduk di samping Yuan, meletakkan kedua tangannya di atas meja. Kedua mata menatap ke arah Yuan. Bella menarik turunkan alisnya. Menggoda Yuan yang ada di depannya. Dia penasaran dengan pembicaraan Felix dan Yuan tadi. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Yuan bingung. "Kamu mau mencoba merayuku?" tanya Yuan. Dia memicingkan matanya. Menatap aneh pada Bella. "Cepat katakan apa yang Felix katakan tadi?" tanya Bella. "Katakan atau aku paksa kamu mengatakan semuanya?" gerutu Bella. Yuan bangkit dari duduknya. Dia membalikkan badannya. Mencoba untuk pergi. Tapi dengan ceoat Bella menarik tangan Yuan, memintanya untuk duduk kembali. "Kamu mau kemana," tanya Bella. "Aku aku pergi sebentar saja." "Kemana?" tanya Bella. "Kamu pasti tidur? Jangan tidur dulu. Katakan padaku apa yang Felix katakan?" Yuan menghela napasnya frustasi. Dia menarik tangannya dari cengkeraman Bella. "Kamu tanya pada Felix. Aku tidak tahu apa yang dia katakan. Lagian Dia tadi makan. Bicara juga tidak begitu jelas." ucap Yuan. "Kamu bohong?" tanya Bella, dia menguntupkan bibirnya. Menatap tajam ke arah Yuan. "Udah, aku mau tidur dulu. Kamu juga tidur. sudah malam. Jika mau tanya. Kamu besok bisa temui dia. Besok dia juga olahraga. Kamu ikuti saja kemana dia pergi. Nanti kamu juga pasti tahu apa yang akan dikatakan Felix. Kamu bisa kenal dengan Felix. Dan, paham bagaimana dia. Jangan menyalahkan aku. Kamu terus menjadikan aku sasaran amarah kamu. Bahkan aku tidak tahu apa yang Felix katakan. Kamu dia paksa aku bicara." kesal Yuan, di berdengus kesal. Dan, segera melangkahkan kakinya pergi. Sementara Bella hanya bisa diam, dengan tatapan mata kesal. Dia medesis kesal. "Udah, capek! Lagian kenapa juga dia tidak pernah mengerti apa yang aku katakan. Dia juga tidak tahu bagaimana perasaan aku. Aku kesal dengannya. Sama Felix juga seperti itu. "Ya, sudah jika itu mau dia. Aku juga mau tdiru dulu. Lagian mereka sudah tidak anggap aku tekan lagi." kesal Bella. Dia bangkit dari duduknya. Dan, segera melangkahkan kakinya pergi. Tepat saat dirinya berjalan menuju ke kamarnya. Bella yang ingin ke pergi ke kamarnya. Alih-Alih langkahnya memutar. Dia tak sengaja bertemu dengan Felix yang baru saja keluar dari kamarnya. Kedua mata mereka sempat bertemu sesaat. Bella yang malu. Dia lalu menu duluan kepalanya. Bella segera berlari. Menjauh dari Felix. Dia hanya seketika memerah. Tanpa pikir panjang, Bella memutar balik langkahnya. "Ada apa dengannya?" tanya Felix bingung "Apa ada yang aneh denganku?" lanjutnya. Felix mendua napasnya. Dia menggelengkan kepalanya. Dan, segera masuk kembali ke dalam kamarnya. ** Keesokan harinya. Felix sudah pergi berolahraga sendiri. Dia berlari keliling sekitar rumahnya. Smenetara Bella dia menuju sepeda. Mereka tidak berolahraga bersama. Yuan masih berada di kamarnya. Seperti biasa Yuan selalu bangun lebih siang dari biasanya. Sementara Bella. Dia keluar untuk mencari udara segar pagi hari. Wanita itu berlari kecil sambil olahraga menikmati pemandangan pagi hari. Udara yang masih sangat sejuk. Dia sengaja bersepeda keliling rumah . Sambil mengambil beberapa potret pemandangan pagi di macau. Di sana kota penuh dosa. Semuanya bebas, bahkan pergaulan di sana sangat bebas. Membuat Bella tidak terlalu suka. Bella menarik napasnya dalam-dalam. Dia merasakan udara sejuk itu mulai masuk ke dalam hidungnya. Bella memejamkan kedua matanya. Wajah yang terlihat sangat santai. seolah tidak ada beban apapun sama sekali. Bella bahkan tidak memikirkan tentang pembunuhan. Sekadang, dirinya bisa tenang mereka hanya tenang sesaat. Saat Bella merasa bosan berjalan berkeliling rumah. Bella memutuskan untuk pergi ke tamat kita yang tak jauh dari dirinya. Bella segera mengayun sepedanya jauh lebih keras lagi. Meski perjalanan sedikit jauh. Dia ingin jalan-jalan di sana. Sampai di pusat kita. Kedua mata Bella melebar sempurna. Banyak sekali orang di sana. Ada beberapa orang yang berjalan menuju ke tempat kerja dengan pakaian sangat rapi. Dan, satunya juga baru saja pulang dari cafe, beberapa wanita dengan pakaian saksinya. Keluar dari Bar. Bella trus nenaganathanya tersenyum tipis. Dia tahu siapa wanita itu. Dia juga tahu, apa pekerjaannya. Dia juga tahu semuanya Tapi, tidak mau banyak bicara. Lagian itu bukan urusannya. Soal pekerjaan itu jalan hidup mereka. Bella turun dari sepeda. Dia mengambil satu botol air di sepedanya. Meneguknya perlahan, sampai habis setengah botol. Dengan keringat yang sudah mulai bercucuran keluar dari keningnya. Bella beranjak duduk di kursi yang berada di pinggiran taman. Kedua mata Bella masih terus mengamati siapa orang yang berjalan di sekitarnya. "Disini banyak sekali orang." ucap Bella. Dia mencoba untuk tetap tenang, menyandarkan tubuhnya. Tiba-tiba Bella teringat seseorang. Dia pernah melihat laki-laki yang ada di foto itu. Bella terus mengingatnya. Dari kemarin dia belum juga mengingatkan. Tapi, dia yakin dia kenal. Tapi siapa orang itu. Bella terus mengingatkan. Dia mengerutkan kedua alisnya. Kedua matanya melebar sempurna Saat dia melihat sosial yang sangat familiar ada di depan katanya sekarang. Dia berjalan dengan santainya. Berjalan mendekati ke arahnya. "Bentar, dia.." Bella terdiam sesaat. Dia mengerutkan matanya. Mengingat nama laki-laki itu. "Dia bukankah temanku. Tapi, siapa namanya. Aku lupa." ucap Bella. Tidak berhenti dia mengingat orang itu lagi. "Arrg … kenapa aku susah sekali mengingat teman lama. Apa aku sudah semakin tua. Semakin tidak bisa mengingat lagi?" gerutu Bella dalam hatinya. "Hai, Bella." sapa orang itu. "Hai …" Bella mencoba untuk tersenyum. Meski dirinya masih bingung siapa laki-laki di depannya. "Kamu masih ingat denganku?" tanya laki-laki itu. "Hehe.. Aku lupa. " ucap Bella. "Aku Deon teman kamu Sma. Kamu sudah lupa?" tanya Deon. Laki-laki tampan dengan pakaian casual yang terlihat sangat tampan. Dengan rambut yang tertata rapi dan sedikit panjang. Kulit putih, badan tegap dan tinggi. Bella menakutkan kedua alisnya. Dia menatap dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Mengingat lagi orang yang ada di depannya. Ketika senyum tipis terukir di bibirnya. Dengan tangan yang ikut terangkat. "Iya, aku ingat. Kamu teman Sma dulu. Kita pernah duduk di bangku yang sama." ucap Bella. "Iya, kamu masih ingat ternyata," ucap Deon. "Kamu makin cantik." ucap Deon. Bella tersenyum tipis. "Apaan sih, siapa juga yang makin cantik. Seperti ini dibilang cantik." gerutu Bella. Dia tidak terlalu suka dipuji berlebihan. "Bebernya kamu makin cantik sekarang." ucap Deon. "Aku boleh duduk?" tanya Deon. "Boleh!" Bella menggeser duduknya. Dia mempersilahkan Deon untuk duduk di sampingnya. "Oh, ya! Kamu sudah menikah?" tanya Deon basa-basi. "Belum, kenapa emangnya." Bella menatap ke arah Dion ragu. Dia merasa sangat canggung harus duduk berdua lagi dengan teman sekolahnya. Apalagi Deon adalah orang yang pernah dia suka dulu. Bella sangat mengakuinya. bahkan dia tidak pernah lepas menatap wajahnya setiap jam pelajaran. Membuat Bella harus dihukum. Tapi, Depok yang selalu membantunya. Saat dia dihukum. Deon juga yang memberikan dia minum. Menutupinya makan. Hubungan yang terlihat sangat jauh. Tapi, itu bukan hubungan spesial. Deon menganggap semuanya hanya pertemanan tidak lebih. Hal yang sangat menyakitkan. Sangat sakit, bahkan rasa sakit itu masih terasa sampai sekarang. "Bella, kenapa kamu diam?" tanya Deon. Bella mencoba tersenyum tapi dia mengingat kembali saat dirinya terluka. Gimana Deon penyakitnya berkali-kali. "Kamu masih ingat tentang kita dulu?" tanya Bella. Tanpa berani menatap ke arah Dion. Flash back Deon. "Deon, apa kamu mau makan?" tanya Bella. Dia memberikan satu kotak bekal untuknya. "Gimana kalau kita makan bersama," ucap Deon. Dia meraih kotak bekal itu dari tangan Bella. Dan, segera menarik tangan Bella duduk di sampingnya. "Kenapa kamu selalu bawakan bekal untukku?" tanya Deon. Dia menyentuh belaian rambut panjang Bella, menyilakan rambut itu di belakang telinganya. "Jangan sampai kamu tahu tentang satu hal." ucap Bella. "Tahu tentang apa?" tanya Deon. Dia mengerutkan keningnya. Tangan kanan masih memegang belaian rambut. Kedua mata mereka saling tertuju satu sama lain. Mereka berada di kelas yang amat sepi. Jam istirahat sudah dimulai. Hanya Deon dan Bella yang berada di ruangan itu. Mereka bahkan tidak saling canggung. Menatap satu sama lain. Bella juga Terlihat begitu cantiknya. Sementara Deon juga tidak pernah berhenti terus memandang wajah Bella. "Kamu sangat cantik!" ucap Deon. Dia mendekatkan wajahnya, perlahan semakin dekat dan dekat. Hembusan napas mereka saling tertuju. Belum sempat bibir Deon menyentuh bibir Bella. Seorang datang masuk ke dalam ruangan kelas itu. "Bella, kamu belum mengerjakan tugas ya?" tanya salah satu temannya. Bella menarik tubuhnya. Dia memutar matanya mencoba mengingat kembali. Tugas apa yang diberikan oleh guru. Dia bahkan tidak ingat apapun. "Memangnya ada tugas?" tanya Bella bingung. Dia menatap ke arah Deon. "Kamu lupa?" tanya Deon. "Iya, aku benar-benar tidak tahu. Memangnya tugas apa. Dan, kapan terakhir." ucap Bella mulai terlihat bingung. "Astaga …" aku lupa, aku belum mengerjakan tugas itu. Gimana ini." Bella semakin bingung. Dia bangkit dari duduknya. "Tapi, semuanya terlambat. Guru bilang jika kamu harus berdiri di tengah lapangan sekarang. Dan, sampai jam pelajaran orangnya selesai. Seberang lagi juga kelas sudah mulai. Kamu segera keluar. Sebelum orangnya marah." jelas wanita itu. Dia segera pergi setelah mengingatkan pada Bella. Bella terlihat snagat pasrah. Dia bangkit dari duduknya. Dan, segera berjalan keluar dari ruangan itu. "Kamu makan saja bekal itu. Aku terpaksa harus terima hukuman lagi." ucap Bella, dia menundukkan kepalanya. Dengan wajah tampak kusut. Bibir yang terus cemberut. Bella melangkahkan kakinya pergi dari kelas. Sementara Deon, dia hanya bisa diam. Menatap Bella pergi. Dia menarik sudut bibirnya tipis. Deon segera berjalan mengikuti kemana Bella pergi. Bella berjalan menuju ke lapangan. Dia berdiri di sana. Dengan memegang kedua telinganya. Deon yang baru saja datang. Dia membawakan bekal dan air untuk Bella. "Kamu mau makan?" tanya Deon. "Gimana cara aku makan?" tanya Bella, mengerutkan bibirnya. "Sudah jangan cemberut. Aku yang akan suapin kamu. Sekarang , kamu berisi saja. Jika kamu takut guru tau." ucap Deon. Dia segera membuka kotak bekal itu. Dan, mulai menyuapi Bella. "Makasih!" ucap Bella. "Iya, sama-sama." Deon terus menyuapi Bella perlahan. Mereka sambil bercanda satu sama lain. Tertawa bersama. Bahkan saling melempar pertanyaan. Bella yang dihukum mulai tertawa kembali. Dia bahkan lebih semangat. Ada orang yang perhatian dengannya. "Kamu minum dulu." ucap Deon. Dia menggunakan botol minuman itu. Memberikan pada Bella. Bella perlahan meneguk minumannya. Deon mengusap ujung kepala Bella. Memberikan sentuhan lembut di kepalanya. Senyum tipis terukir di bibir Bella. Dia terlihat begitu cantik dan sangat manis. Dia tidak pernah melihat bagaimana dirinya. Bella sangat cantik saat tersenyum. Back Bella. "Gimana?" tanya Bella. "Iya, aku masih ingat semuanya." ucap Deon. Sembari tersenyum, ia mengangkat kepalanya. Mengusap lembut ujung kepala Bella. Kedua mata Bella berbinar seketika. Wajahnya memerah malu. "Apa kamu sudah menikah?" tanya Deon. "Belum." ucap Bella. "Maaf, dulu aku pernah menyakitimu. Maafkan aku!" ucap Deon. "Minta maaf soal apa? Memangnya kamu salah apa?" tanya Bella. "Tidak!" "Lupakan semuanya. Itu hanya masa lalu. Sekarang kita punya kehidupan sendiri. Kamu juga pasti punya kehidupan sendiri. Sudah jangan bahas masa lalu. Itu juga tidak ada gunanya." "Sebenarnya dulu aku juga suka denganmu. Tapi, aku takut. Aku takut jika orang tua kamu melarang jika kamu berhubungan denganku. Kamu tahu sendiri. Aku anak dari seorang pembunuh. Aku takut orang tua kamu marah. Aku takut jika mereka memisahkan kita. Tapi, ternyata waktu memisahkan kita."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD