4. Teror

1450 Words
 Case 4 “Hei! Tunggu. Hei!” Panggil Chihaya ulang kali. Namun pria asing yang coba dikejarnya terus berjalan entah tidak dapat mendengar suara Chihaya atau sengaja mengabaikan panggilan itu. Saat berhasil keluar dari kerumunan penumpang yang tengah menikmati pemandangan cakrawala di deck utama, Chihaya sempat kehilangan jejak pria itu. Seharunya ia cukup berhenti sampai di sana, saat pria asing menghilang dari pandangan seharusnya Chihaya menyerah dan cukup membawa benda itu pada bagian informasi. Tapi sifat pantang mundur mendorong tekad Chihaya menemukan pria itu, sejak awal ada sesuatu yang mengusik pikiran Chihaya tentang pria asing di sampingnya. Chihaya memutar kepala mencari ke segala arah dan saat itu ia melihat tangga, firasatnya menuntunnya pada anak tangga itu seolah berkata adalah arah yang benar. Chihaya menuruni anak tangga sedikit terburu-buru agar bisa mengejar pria itu. Namun ketika sampai di lantai bawah, lalu berbelok di ujung kapal. Pada sudut kapal yang tersembunyi dan sepi,  langkah kaki Chihaya tersentak berhenti terpaku. Bola mata terbelalak lebar meyaksikan situasi janggal, asing dan jelas bukan perbuatan normal orang biasa. Satu pria membungkus pria lainnya yang tidak sadarkan diri sampai mengikatkan tali pada tubuh tidak berdaya itu. Sekejap dalam benaknya hanya satu kata terlintas, “Pembunuhan?” Chihaya mengenali wajah pria yang tergeletak di dasar lantai sebagai orang yang ia cari, begitu juga dari pakaian dan ciri-ciri lainnya yang mana sesaat lalu dalam pengejaran Chihaya masih bergerak sehat. Sementara itu wajah Chung Ryeol tetap datar tanpa terlihat kepanikan sedikit pun tersirat, meski beradu pandang dengan Chihaya yang menyaksikan jelas apa yang tengah diperbuatnya saat ini. Chihaya panik, nalurinya memberi perintah untuk segera pergi melarikan diri dari situasi bahaya ini. Tapi tubuhnya terasa berat dan kaku, seolah membeku. Chung Ryeol melepas tangannya pada pekerjaan yang tengah digeluti sesaat tadi yaitu menyingkirkan jasad pembelot. Bangkit berdiri untuk menghadapi Chihaya yang hanya seorang warga sipil biasa. Chung Ryeol tahu itu bahwa lawannya kali ini bukan apa-apa dari sekilas melihat Chihaya, tapi tetap saja ia harus membereskan semua kekacauan tanpa sisa jejak satu titik kesalahan pun. Di tengah situasi ketegangan itu dan kepanikan yang terasa bagi Chihaya. “DOOR!!” Suara tembakan keras terdengar dari deck utama kapal, tempat di mana Chihaya bersama Keita sesaat lalu. Perhatian kedua orang yang bertemu karena unsur kebetulan itu teralihkan, terutama Chihaya yang langsung bereaksi cepat. Berlari sekuat tenaga kembali naik ke atas dengan cemas dan rasa takut, ia telah meninggalkan Keita di deck atas seorang diri dan entah apa yang terjadi. Apa arti dari suara tembakan yang didengarnya sesaat lalu. Chihaya terus berlari sekuat tenaga kembali naik ke atas. Satu sisi merasa cemas pada keselamatan Keita adiknya. Dan sisi lain rasa takut menghantui diri, Chihaya yakin pria yang dipergokinya tadi tidak akan tinggal diam membiarkannya sendiri. Maksud hati bertujuan baik ingin mengembalikan barang yang tertinggal hingga Chihaya bertekad mengejar pria itu, malah roda takdir mengubah kehidupannya  menjadi genre thriller. Chung Ryeol mau tak mau harus tetap menyelesaikan pekerjaan yang ada di tangannya dulu saat ini, menyingkirkan jasad. Sebelum mengejar berburu wanita saksi mata yang bebas melarikan diri di depan matanya. Selain itu juga suara tembakan yang terdengar tadi mengusik pikirannya, disusul dengan reaksi suara kepanikan pengunjung kapal. Jelas telah terjadi sesuatu. Misi hari ini tampaknya banyak variabel terjadi di luar perhitungan Chung Ryeol. Bagaimana dan apa pun itu, ia harus tetap melaporkan situasi terkini. Namun sebelum itu Chung Ryeol butuh mengumpulkan informasi akurat dari hasil pengamatannya. Waktu terus berjalan Chung Ryeol harus segera bergegas. *** 10 menit sebelum terdengar suara tembakan. Anjungan kapal di mana ruang komando atau roda kemudi kapal ditempatkan. Pria misterius secara tiba-tiba tanpa disadari telah berdiri di belakang nahkoda yang tengah fokus menatap arah lajunya kapal. Pelatuk telah ditarik, dengan peredam suara terpasang pada moncong senjata api, tanpa ragu proyektil ditembakkan tepat membidik bagian belakang kepala nahkoda. Terjadi amat singkat, peluru panas menembus tengkorang kepala nahkoda kapal. Dari jarak sedekat itu kematian target bidikan pistol sudah bisa dipastikan tewas seketika. “Bagianku sudah aku urus, sekarang tinggal kalian.” Katanya pada sesama rekan yang tersambung lewat panggilan telepon. Mereka bergerak dalam tim kecil dengan beberapa orang anggota. Satu untuk menyapu anjungan serta menghancurkan sistem kendali kapal dan radio. Dua yang lain tersebar di penjuru bagian kapal, salah seorang di antaranya bertugas pada deck kapal paling bawah untuk mengerjakan tugas khusus. Sementara yang lain ke bagian deck utama untuk menyebar teror dan menanamkan rasa ketakutan agar lebih mudah mengendalikan keadaan. Suara tembakan ke udara tadi sengaja dilepaskan guna mengumpulkan perhatian penumpang kapal.Dan beberapa yang lain sisanya menyebar ke seluruh lantai kapal. Sementara pria misterius yang berada di anjungan memperhatikan kepanikan terjadi di deck utama, hanya beraksi dalam banyangan. Ya perannya memang bukan sembarang, pekerjaan remeh seperti menakut-nakuti kerumunan orang dengan senjata api tidak cocok untuknya. Biarlah pekerjaan itu ia limpahkan pada orang bayaran berotak bodoh yang gelap mata hanya dengan ditawarkan sejumlah uang. Ya orang-orang tanpa logika sehat dan bersedia melakukan apa pun demi uang. “Kalian semua menunduk! jongkok!” Perintah paksa dia yang menembak udara kosong tadi. “Angkat kedua tangan kalian ke belakang kepala jika tidak ingin kehilangan nyawa!” Intruksinya lagi masih dengan suara keras dan garang. “Cepat! Cepat! Lakukan perintahku! Mundur kebelakang. Cepat!” Kerumunan orang yang panik dan takut itu di desaknya hingga berkumpul di satu sudut kapal, seperti domba yang digiring dan dikumpulkan. “Ada apa ini?” Tanya awak kapal yang ikut terjebak dalam situasi ditodong senjata api. “Apa yang sebenarnya terjadi?” Kepanikan penumpang kapal. “Teroris? Pembajakan?” Banyak suara tanya terdengar dari mulut ke mulut di tengah kebingungan perubahan situasi ekstrim itu. “DIAM!!” Pria yang berada di hadapan kerumunan itu terlihat gusar dan marah. Ia berpikir masih kurang terlihat jahat dan kejam, juga merasa diremehkan karena masih ada orang-orang berkomentar. Penumpang kapal tidak sadar situasi genting apa yang tengah terjadi. “Kalian pikir ini main-main!” Kembali satu tembakan melesat liar arah mengenai seorang awak kapal. “KYAAA!!” Suara histeris semua saksi mata tembakan kedua itu, baik laki-laki atau pun wanita semua sama bergetar ketakutan. Pria itu ingin menunjukkan bahwa siapa pun bisa menjadi yang berikutnya tanpa terkecuali meski awak kapal sekali pun jika tidak mengikuti ucapannya. *** Chihaya dapat mendengar suara tembakan kedua, wajahnya semakin putih pucat. Saat Chihaya tiba di deck utama dengan insting cepat tanggap ia segera bersembunyi, mengamati keadaan dalam jarak cukup jauh dari kepanikan kerumunan penumpang. Satu tubuh pria tidak dikenali terbujur di lantai deck, sudah tidak bergerak atau pun menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Beruntungnya logika Chihaya masih berjalan hingga ia memutuskan bersembunyi. Bila ia tetap maju ke sana padahal tahu juga akan menjadi sandera seperti yang lain, jelas itu perbuatan sia-sia. Maka bagaimana ia bisa menyelamatkan Keita, bisa jadi Chihaya juga beresiko kehilangan nyawa seperti korban tembakan liar kedua tadi. Di antara kerumunan penumpang yang tersudut, Chihaya dapat melihat keberadaan Keita dalam keadaan sehat dan selamat untuk saat ini. Detak jantung Chihaya berderu kencang, derasnya aliran darah seolah kembali mengisi rona Chihaya yang pucat pasi sesaat lalu. Memang tidak bisa dibilang senang atau bernapas lega, tapi Chihaya seolah bisa kembali mengumpulkan segenap nyawa dan kesadarannya setelah memastikan keberadaan Keita. “Jangan panik chihaya! Berpikirlah! Pikirkan suatu cara!” Paksanya pada kerja otak yang sebenarnya saat ini sudah terlalu banyak memuat berbagai hal yang terjadi. Pertama Chihaya menyaksikan pembunuhan dan kini teror di kapal yang ia tumpangi. Sementara itu Chung Ryeol benar-benar tidak menduga situasi berubah drastis dalam waktu singkat. Sesuatu terasa janggal, naluri lapangan dan bekal pengalaman menghadapi krisis di medan pertempuran yang ia miliki mengatakan ada pihak yang merancang semua ini meski Chung Ryeol belum tahu untuk tujuan apa. Atau mungkinkah, ia punya dugaan aksi teror masih ada kaitannya dengan transaksi rahasia yang seharusnya terjadi hari ini. Chung Ryeol merasa aksi teror ini ditunggangi orang yang sama, pihak asing yang seharusnya melakukan transaksi dengan pembelot. Lantas apakah karena transaksi itu berhasil digagalkan lalu aksi teror ini sebagai kamuflase untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Hal lain yang terlintas dalam benak Chung Ryeol, dugaannya semakin kuat mengarah pada alasan apa yang membuat pihak asing melakukan tindakan sampai sejauh ini. Karena dokumen rahasia itu berada aman di tangan Chung Ryeol saat ini sebelum sempat jatuh pada, “Tunggu!” Chung Ryeol berkata pada dirinya. “Atau mungkinkah...” Tiba-tiba rangkaian semua adegan operasi Chung Ryeol hari ini berputar ulang di benaknya. Seolah menemukan titik buta rangkaian keping kejadian yang luput terlewat olehnya seharian ini, bola mata Chung Ryeol melebar. “Transaksi jual-beli telah berhasil dilakukan tapi pihak pembeli tidak mendapatkan pengiriman barang yang dijanjikan seperti kesepakatan awal. Karena itu mereka membuat semua keribuatan ini menggunakan alasan teror? Dengan kata lain paket pengiriman menghilang!” Dan itu artinya dokumen rahasia yang Chung Ryeol amankan saat ini memiliki salinan, ditambah keberadaannya tidak diketahui. ***unsolved
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD