13. Kunjungan

1417 Words
Case 13  Sidang disipliner di pengadilan militer perihal operasi misi rahasia yang ditugaskan pada Chung Ryeol dihadiri beberapa petinggi dan atasannya. Sidang disipliner ini membahas setiap tindak dan keputusan yang Chung Ryeol ambil di lapangan apakah sudah sesuai dengan perintah yang diberikan dan patuh mengikuti peraturan yang ada. Sayangnya untuk hal itu posisi Chung Ryeol tidak begitu diuntungkan karena ada beberapa hal yang tidak ia sertakan dalam laporan. Dan itu jelas muncul menjadi pertanyan di persidangan. Ketua penyidik menatap Chung Ryeol dengan tatapan dingin dan ekspresi datar. “Apa yang kau maksudkan dengan membawa penyintas kapal masuk ke wilayah kita? Pada surat perintah tugasmu tidak ada catatan tertulis tentang hal itu. Apa alasannya?” “Saya hanya bisa mengatakan tindakan saya itu demi misi Pak.” “Hanya bisa mengatakan? Katamu!” Seorang penyidik terlihat sangat emosional menghadapi sikap Chung Ryeol yang dianggapnya tidak koperatif. “Kau di sini untuk menjelaskan!” “Karena apa yang telah kau perbuatan itu, posisi kita mendapat desakan sekarang! Kau bisa mempertanggung jawabkannya dengan resiko mencopot seragammu itu?” Ucap yang lain. Terdengar suara ketukan palu berulang. “Saudara sekalian harap tenang. Sidang masih berjalan.” Ketua sidang mencoba menenangkan suasana yang mulai memanas. “Terdapat laporan dari seorang tim bantuan yang berada di lapangan bahwa kau sempat berhadapan dan beradu senjata dengan musuh. Hal ini juga tidak kau sertakan dalam laporan. Kenapa?” Pertanyaan demi pertanyaan dari ketua penyelidik membuat posisi Chung Ryeol kian tersudut. “Maafkan saya Pak.” Lagi Chung Ryeol memilih bungkam tidak menjawab pertanyaan. Alasan sebenarnya adalah karena akan membutuhkan waktu paling cepat sepekan untuk menyusun semua laporan misinya, sementara Chung Ryeol ingin bergegas mendatangi buronannya. “Kamerad Chung Ryeol Ri!” “Saya Pak! Chung Ryeol Ri.” Jawab Chung Ryeol dengan suara tegas. “Sebaiknya kau menunjukkan sikap lebih bekerjasama lagi dalam persidangan ini.” Pinta ketua sidang. “Chung Ryeol yang saya kenal tidak akan membuka mulutnya meski kau ancam dengan nyawa sekali pun, itu adalah kebanggaan dirinya sebagai perwira angkatan bersenjata Korut. Sifat kerasnya yang satu itu sangat saya hafal betul. Jadi sebaiknya kita akhiri sidang disipliner ini dengan keputusan hukuman.” Kata Mayor Jenderal yang hadir pada persidangan Chung Ryeol, sejak tadi mengamati jalannya sidang. Ucapan Mayor Jenderal mendapat anggukan kepala sepakat dari Kolonel beserta kedudukan pangkat lainnya yang menjadi atasan Chung Ryeol di militer. Hadirin sidang, penyelidik dan ketua sidang mempertimbangkan saran dan masukan orang yang lebih mengenal personil bermasalah itu dari pada mereka sendiri. “Baiklah. Saya memutuskan Kamerad Chung Ryeol Ri dijatuhi hukuman disipliner sebagai berikut. Diberhentikan dalam setiap tugas dan pencopotan sementara dari jabatannya selama dua pekan penuh. Sidang ditutup.” Ketua sidang membacakan keputusan dan menutup sidang. Menjalani hukuman, tentu saja bagi Chung Ryeol bukan hanya kali ini. Satu-satunya hal yang merugikan dan berpengaruh pada dirinya dari hal ini yaitu promosi jabatan, sisanya tidak ada yang berubah dari pekerjaannya di lapangan. Ah, dan mungkin juga gaji yang dipotong selama beberapa bulan. Tidak ada yang perlu Chung Ryeol sesali apalagi sedihkan dari hukuman itu. Ia malah langsung bertolak pergi ke bangunan lama mereka untuk bertemu dengan buronan saksi mata pada target operasinya. *** Chihaya sama sekali tidak tahu apa yang terjadi di luar sana, bersama yang lain menjadi tawanan dalam sel selama hitungan puluhan jam. Bahkan mereka yang terkurung di dalam sel tidak bisa memperhitungkan waktu, tidak akan tahu bila hari telah berganti. Ruangan Sel tanpa jendela atau ventilasi ke arah luar. Tempat mereka dikurung terasa seperti di ruang bawah tanah. Udara terasa lembab dan pengap, hawa dingin menyergap kulit dan pencahayaan minim membuat pandangan mata pudar.  “Sampai kapan kita akan di sini berdiam diri?” “Apa selanjutnya yang harus kita lakukan?” Percakapan dalam bahasa Mandarin memenuhi suasana ruang tahanan mereka. Di saat yang lain sibuk berunding tindakan dan sikap yang harus diambil kedepan, Chihaya meringkuk sendiri di sudut ruangan. Terbayang wajah Keita yang belum ia lihat puluhan jam terakhir, sejak di geladak kapal. Di  mana adiknya berada sekarang, bagaimana keadaannya, apakah ia ketakutan seorang diri tanpa keberadaan Chihaya bersamanya. Semua pemikiran jelek enggan enyah dari benak Chihaya. Selain Chihaya, wanita paruh baya juga sama bersikap pasif dan pria Eropa tetap diam karena tidak mengerti isi pembicaraan menggunakan bahasa Mandarin itu. Beruntungnya kondisi kesehatan pria Eropa membaik secara bertahap, sembuh karena daya ketahanan tubuhnya sendiri. Dengan tindakan perawatan luka tembak yang jauh dari kata layak dan berstandar prosedur tepat, keadaan kritisnya bisa dilewati. “Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mereka menahan kita seperti ini! Apa alasannya?” Pertanyaan yang sama terus muncul berulang entah untuk kesekian kali dari 10 menit mereka dikunci di ruangan itu hingga kini. Karenanya Chihaya merasa sia-sia ikut dalam pembicaraan yang tidak membawa solusi atau pun perubahan pada situasi mereka. Hanya bisa marah, memaki kesal, protes sendiri tanpa daya. “HEI! Kalian di sana! Jangan ribut!” Sesekali akan datang petugas memantau mereka. Tapi kali ini rupanya bukan hanya petugas yang datang mengunjungi sel mereka. Muncul sosok berjalan semakin mendekat dari penerangan ruang yang redup, seorang yang hampir Chihaya lupakan dalam hitungan waktu berlalu belakangan ini karena terlalu banyak hal terjadi. Saat melihat wajah Chung Ryeol, Chihaya masih dapat merasakan sensasi ketakutan di hari itu saat ia menyaksikan pembunuhan di atas kapal. Seluruh bagian tubuhnya juga mengingat dan langsung menunjukkan reaksi bergetar hebat sampai keringat dingin. Masalahnya Chihaya bukan hanya tahu tentang pembunuhan tapi ia juga menyaksikan sendiri bagaimana kemampuan Chung Ryeol saat bertarung. Dan Chihaya sangatlah yakin bahwa kedatangan Chung Ryeol di sana adalah untuk bertemu dengannya. “Hei kau! Kau gadis muda yang berada di sana!” Panggil penjaga pada Chihaya dengan bahasa Mandarin. “Cepat berdiri dan kemari!” Katanya kasar. Chihaya mendekat hingga berdiri di sisi jeruji besi. Chung Ryeol sangat kesal, walau Chihaya berada tepat di hadapannya tapi dia tidak bisa melakukan apa pun karena dokumen yang dikeluarkan oleh Interpol itu. “Aku tidak tahu bagaimana caramu melakukan hal itu. Tapi akan kupastikan menghabisimu setelah semua kekacauan ini berakhir!” Ancam Chung Ryeol pada Chihaya. Apa yang Chung Ryeol katakan tentu saja Chihaya tidak dapat mengerti satu pun kecuali dugaan akuratnya pada bagian akan menghabisi Chihaya. Karena dari ekspresi wajah Chung Ryeol dan sorot matanya cukup jelas memperlihatkan maksud niat hati  dalam setiap perkataan meski mengunakan aksen Korut. Chung Ryeol tidak perduli meski saat ini ia tengah menjalani masa hukuman disipliner, urusannya dengan Chihaya sudah berlarut terlalu lama dari dugaan. Setelah menyampaikan kata ancaman, Chung Ryeol pergi dari sana. Chihaya di dalam sel semakin yakin, pertemuannya kembali dengan Chung Ryeol membuatnya memutuskan untuk tidak bisa berdiam diri lagi. Wanita paruh baya menghampiri Chihaya yang masih berdiri kaku di sisi jeruji tahanan. “Nak kau mengenal orang tadi?” Tanyanya cemas. Chihaya tetap diam dengan tatapan mata kosong, masih terguncang. Baru kali ini dalan hidupnya mendapat ancaman akan dibunuh. “Kau baik-baik saja?” Para tawanan lainnya menatap Chihaya aneh dan rasa penasaran. Selama mereka dikurung bersama tidak ada seorang di antara mereka yang mendapat perhatian khusus dalam arti tidak menyenangkan seperti apa yang baru saja terjadi pada Chihaya. Tentu yang lain pun dapat merasakan atmosfir yang sama, mencekam dan takut. “Aku harus keluar dari sini.” Gumam Chihaya bertekad pada dirinya. “A-Apa maksudmu?” Tanya wanita tua itu mendengar ucapan Chihaya dengan menggunakan bahasa Mandarin. “Aku akan melarikan diri dari sini.” Ulang Chihaya kali ini cukup jelas untuk semua penghuni sel mendengarnya. “M-Melarikan diri!”Seru yang lain kaget. Sementara pria Eropa bingung tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. “Ada apa? Hei! Kalian kenapa?” Tanyanya penasaran melihat raut tegang dari rekan satu selnya. “D-Dia bilang ingin kabur dari ini!” Salah seorang dari pria Tiongkok itu menerjemahhkan dengan sukarela perkataan Chihaya ke bahasa asing agar pria Eropa mengerti apa yang membuat mereka tercengang. “Melarikan diri? Kau yakin?” Tanyanya menatap Chihaya dengan mata membelalak. Bahkan dia yang pria saja, memiliki postur tubuh dua kali lebih tinggi dari Chihaya tidak punya keberanian untuk melalui jalan penuh resiko seperti itu. Apa lagi setelah apa yang terjadi pada kakinya, luka tembak yang ia dapat dari upaya melarikan diri dan gagal. “Sampai kapan kita akan menunggu dan berdiam diri di sini! Aku tidak bisa melakukannya. Aku masih harus bertemu dengan adikku meski bertaruh nyawa sekalipun.” Menunggu dan diam di dalam sel sama saja menantikan ajalnya dengan pasrah bagi Chihaya. Maka pilihan bertaruh nyawa lebih layak untuk dicoba. Entah kapan itu, Chung Ryeol bisa datang kapan saja menemui dan memburu Chihaya lagi bila terus berada di dalam sini. ***unsolved
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD