Seperti yang diketahui, bahwa beberapa pekan lalu Hazel Oswald telah dipilih menjadi model Brand Ambassador produk kosmetik keluaran terbaru milik perusahaan Daren.
Hazel masih terikat kontrak karenanya. Sehingga saat ini dirinya mendapatkan project baru dari produk kosmetik yang sama milik Daren. Hanya saja kali ini merupakan produk Facial wash. Yang mana produk tersebut mengeluarkan 2 varian untuk wanita dan juga pria.
Andrew Wang mengatakan, bahwa Hazel akan menjalani pemotretan dengan seorang model terkenal. Saat Andrew mengatakan namanya, Hazel sempat tidak setuju. Tapi dia tidak bisa mundur sebab kontrak yang mengikatnya.
Mau mengeluh dan meminta Daren agar mengganti model prianya dia tidak berani. Karena takut, bisa saja Daren berpikiran bahwa dirinya tidak profesional dalam bekerja. Model pria itu adalah Ellard Walton. Dan dia pilihan Daren.
Tiba dimana hari pemotretan, Hazel nampak santai meskipun Ellard berulang kali menganggunya. Bahkan Emily sempat mengamuk karena pergerakannya menjadi lambat karena ulah Ellard yang selalu usil pada Hazel.
"Bisakah kau berhenti?" tanya Hazel tanpa menoleh ke arah Ellard.
"Tolong tatap lawan bicaramu jika bertanya."
Hazel menoleh lalu tersenyum paksa.
"Bisakah kau diam dan berhenti?" tanya ulang Hazel.
"Memangnya aku kenapa?"
"Berhenti mengangguku! Keluar dari ruanganku Ellard Walton!”
"Wah, aku tersanjung kau memanggilku dengan nama lengkap. Sehafal itu kah, Hazel?"
Hazel berdecih, kesal sekali tapi juga malas menanggapi. Akhirnya dirinya diam tidak mengurusi segala ocehan Ellard. Sampai pria itu merasa bosan dan kesal. Akhirnya keluar dengan sukarela. Tapi sebelum itu dirinya sempat berbisik.
"Baiklah, aku akan keluar. Tapi setelah pemotretan selesai. Aku minta satu ciuman darimu." bisknya tepat di telinga Hazel.
Hazel menoleh menatap tajam, tapi Ellard malah tersenyum lalu mengedipkan matanya. Si gadis Oswald sampai memijat pelipisnya. Kepalanya hampir saja meledak.
Emily masuk membawa sebuah dress berwarna abu-abu. Tanpa lengan. Pemotretan kali ini pasti selesainya akan sangat lama mengingat tingkah Ellard yang suka mencari masalah.
"Wajahmu macam kanebo kering!" ejek Emily.
"Aku benar-benar ingin segera selesai,"
"Kenapa? Kau ingin segera terhindar dari mantanmu itu?"
"Kau sudah tau jawabannya kenapa harus bertanya lagi?"
"Memangnya tidak boleh bertanya? Aku bukan cenayang yang bisa tau apapun yang ada di pikiranmu,"
"Ah! Benar-benar!" teriak Hazel.
"Sialan kau! Membuat kaget saja berteriak tanpa aba-aba!"
"Kau juga membuatku bertambah pusing!"
"Baiklah aku akan diam. Jangan mengajakku berbicara!"
Emily benar-benar diam. Meskipun Hazel kini bertanya soal powerbank nya dimana, lalu berapa sesi pemotretannya , Emily tidak menjawab. Gadis itu benar-benar membisu.
"Sialan! Aku bertanya padamu!"
"Kau kan menyuruhku diam! Jadi ya diriku diam!"
"Arghh!!!" Hazel menggeram gemas sekali. Semua orang sepertinya membuat dirinya kesal.
Saat ponselnya berbunyi, Hazel segera meraih ponselnya. Daren mengiriminya pesan jika dirinya akan menjemput Hazel nanti. Senyum gadis itu pun mengembang tanpa sadar.
"Akhirnya ada yang membuat moodku menjadi baik!" gumamnya.
"Gila!" umpat Emily saat melihat Hazel senyam senyum sembari menciumi layar ponselnya. Benar-benar bucin akut.
+++
Jeff Levon terus tersenyum melihat layar ponselnya. Dia bagaikan pengangguran jika di rumah seperti saat ini. Tapi nyatanya dia bukan pengangguran tak punya uang. Dia pengangguran kaya. Datang ke kantor sesukanya, pulang juga sesukanya.
Tapi anehnya, semua pekerjaannya selesai tepat waktu. Pun hartanya terus mengalir tanpa henti. Haruskah kita meminta tips sukses dari Jeff Levon?
Ralat bukan sukses, melainkan bagaimana caranya agar uang mengalir tanpa kerja?
"Siapa gadis itu?" tanya Iris yang tiba-tiba muncul dari belakang.
Jeff lagi-lagi tersenyum menatap layar ponselnya.
"Kekasihmu?" Iris kembali bertanya.
"Iya, anggap saja begitu." jawab Jeff.
Iris menatap Jeff mengernyit bingung. Jika iya, kenapa anggap saja begitu? Jadinya kekasih atau bukan?
"Ku harap kau tidak jadi gila!" sindir Iris.
"Hei, bukankah kau yang gila?"
"Sialan!" umpat Iris lalu melemparkan bantal sofa tepat pada wajah rupawan Jeff Levon.
"Hei! Kau selalu saja melempari barang dan pasti tepat pada wajahku. Memangnya wajah tampan ku punya salah apa padamu ha?!"
"Wajah tampan? Cih! Aku bahkan rasanya mau muntah!"
"Coba ulangi? Telingaku agak tidak dengar apa yang kau katakan."
"Aku mau muntah melihat wajahmu! Kau jelek!"
"Jelek? Wahhh matamu sudah buta sekarang!"
"Hanya Daren yang tampan!" sahut Iris.
"Bahkan Daren tidak peduli denganmu, kau masih saja memujinya." Jeff tertawa mengejek.
Tapi memang fakta, setelah dirinya keluar dari apartment milik Daren. Pria itu tidak menghubungi Iris sama sekali. Tanya tentang kabar pun tidak ada. Memang benar-benar miris.
"Seharusnya kau ganti nama," seru Jeff sembari beralih duduk disamping si gadis Ovilette.
"Maksudmu?" tanya Iris yang bingung.
"Hidupmu miris pasti karena namamu Iris!" sahut Jeff lalu tertawa terbahak-bahak tanpa dosa.
"Brengsekk!" umpat Iris lalu memukuli Jeff dengan brutal. Hingga tanpa sadar dirinya sudah berada di atas tubuh Jeff yang berbaring dibawahnya.
"Jika kau terus memukulku, sekarang juga aku akan menyetubuhimu! Kau rindu sentuhan dariku bukan?" Jeff menyeringai.
Wajah Iris menjadi merah padam karena ucapan Jeff yang kurang ajar. Dia sempat membeku karena tatapan Jeff begitu menusuk di matanya. Jeff pun merasa Iris seperti patung yang kunjung beranjak dari atas tubuhnya.
Si pria Levon akhirnya meniup mata Iris dan sang empu tersadar. Tapi sayang lagi-lagi wajah tampaknya menjadi korban. Iris memukuli wajahnya dengan bantal sofa. Poor wajah Jeff yang tampan rupawan, katanya.
+++
Hazel Oswald dan Ellard Walton , dua model terkenal sedang dalam satu project. Yang satu cantik dan yang satunya tampan. Setelah ini pasti produknya akan laris manis.
Hazel melakukannya dengan baik, pun Ellard juga sama. Tapi bedanya, beberapa kali Ellard berpose di luar pose yang mereka berdua sepakati sebelum on frame.
Tapi karena Hazel orang yang profesionalitas maka dia melakukannya dengan sangat baik. Meskipun dia adalah model baru, penguasaannya sudah setara dengan seorang Ellard Walton yang lebih dulu berkecimpung di dunia model.
Tepukan dari para Crew menandakan bahwa pemotretan telah usai. Tanpa Hazel sadari, sedari awal dia melakukan pose bersama Ellard. Daren mengawasinya. Daren mencoba menyingkirkan rasa egoisnya karena ini adalah pekerjaan yang harus dijalani oleh Hazel. Mau patnernya siapapun juga dia harus profesional.
Hazel masuk ke ruangannya untuk mengganti pakaiannya. Setelah selesai tadi, dirinya melihat jika Daren telah sampai dan sedang berbicara dengan Andrew Wang.
Lalu sesaat kemudian ada yang memeluknya dari belakang. Bahkan kepalanya mendusal-dusal diceruk leher Hazel. Gadis itu tersenyum, membiarkan tangan besar itu memeluknya begitu erat dan posesif.
"Akhirnya kau membiarkan aku memelukmu," ujarnya berbisik.
Hazel mematung. Ini bukan suara Daren, melainkan Ellard Walton!
"Kau?!!" Teriak Hazel seraya berbalik. Menatap tajam penuh benci pada sosok pria di masa lalunya ini.
"Hei, kenapa? Kau terkejut? Oh, atau kau berharapnya bukan diriku yang memelukmu?"
"Bukan urusanmu!" jawab Hazel ketus.
"Daren, apakah dia orang yang kau pikir memelukmu barusan? Sebegitu berharapnya kau jika itu adalah Daren? Iya Hazel?”
Hazel diam, tangannya mengepal.
"Katakan! Katakan padaku Hazel Oswald!"
"Bukan urusanmu, sialan!"
Tumpah sudah rasa emosi yang sedari pagi tadi gadis itu tahan. Ellard benar-benar nekat mendekati dirinya. Bersikap baik salah, buruk pun tidak bisa.
"Jelas itu menjadi urusanku!"
Hazel tertawa meremehkan. Ellard mendekat menghimpit tubuh Hazel ke dinding.
"Kau pikir dirimu siapa?" tanya Hazel.
Wajah keduanya sangat dekat, bahkan ujung hidung keduanya yang mancung pun bersentuhan. Saling merasakan hembusan demi hembusan yang keluar menerpa.
"Kau milikku, Hazel..."
Hazel kembali tertawa, tetapi kali ini jauh lebih kencang.
"Dalam mimpimu!"
Ellard yang tak terima, mencengkram kedua pundak gadis itu. Menekannya dengan kuat hingga gadis itu meringis. Ellard semakin menekannya kuat, hingga tangan gadis itu pun mencengkram pergelangan tangan si pria Walton tak kalah eratnya.
"Selamanya kau milikku sayang..." ujar Ellard menyeringai.
"Kau gila! Aku bukan milikmu, bukan milik siapapun!"
"Tidak Hazel, Tidak... Kau milikku. Dari dulu dan selamanya begitu."
"Kau tidak waras! Aku adalah milikku sendiri!"
Ellard menggeram mendengar jawaban - jawaban yang Hazel berikan. Pria itu akan mengejar apapun yang sudah dirinya klaim sebagai miliknya sendiri.
"Apa yang kalian lakukan?"
Ellard dan juga Hazel sontak menoleh ke sumber suara. Ellard tersenyum sementara Hazel melotot.
"Daren..." lirih Hazel.
"Kami hanya sedang bermain Daren. Kau menganggu," ujar Ellard.
Tangan Daren mengepal dari tadi. Ya, Daren sebenarnya sudah mengikuti Hazel dari belakang. Namun dia melihat Ellard masuk juga. Jadi, Daren memutuskan untuk menunggu di luar. Namun mendengar pertengkaran itu. Daren terpaksa mendengarkan pembicaraan keduanya.
Memang sejak melihat keduanya duduk bersama di pinggir kolam pada malam itu, Daren sudah menaruh curiga. Sekarang kecurigaannya benar. Mereka berdua sudah mengenal sebelumnya.
"Aku perlu berbicara dengan Hazel," ujar Daren.
Dirinya terpaksa meredam amarahnya. Karena melihat tatapan mata Hazel yang memohon. Seakan meminta dirinya untuk diam saja tidak perlu menanggapi ucapan dan kelakuan Ellard. Karena pria Walton ini sedang dalam mode sulit untuk di ajak bicara baik-baik.
"Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa Hazel..." seru Ellard.
Pria itu berjalan keluar, namun dengan sengaja menyenggol pundak Daren. Sedangkan Daren hanya mendecih.
"Daren, aku... A-aku..."
"Kau baik-baik saja?" tanya Daren yang mendekat.
"Apa ini sakit?" tanyanya lagi sembari menyentuh pundak si gadis Oswald.
"Ayo, duduklah dulu."
Daren menuntun Hazel untuk duduk. Lalu mengambilkannya minuman. Hazel meneguknya sedikit.
"Sudah baikan?" tanyanya lembut. Hazel mengangguk.
Gadis itu terus mengutuk hari ini, hari terburuk yang pernah ada. Mengapa dirinya harus berurusan hal seperti ini dengan Ellard? Seenak jidat mengklaim Hazel sebagai miliknya.
"Hazel..." panggil Daren.
"Aku baik-baik saja, kau tenang saja Daren." sahutnya seraya tersenyum.
"Haruskah aku memukulnya?"
"Hahaha, tidak perlu..."
"Tetaplah tersenyum seperti ini..." ujar Daren sembari membelai sisi wajah Hazel.
Hazel tersenyum. Untuk saat ini pria yang di hadapannya ini adalah penyemangatnya. Meskipun ini adalah hari terburuk bagi Hazel, tidak masalah yang terpenting ada Daren di sisi nya.
+++
Malam ini, Emily sedang mondar-mandir di balkon apartment miliknya. Mungkin memang tidak semewah apartment milik Hazel. Tetapi sangat nyaman untuk ditempati. Apartment minimalis memang cocok untuk dirinya yang jomblo.
Emily terus menatap marah ke layar ponselnya. Pasalnya ada nomor iseng yang menelponnya. Bahkan beberapa kali sampai sudah diblokir pun ada saja nomor masuk.
Ketika dijawab, tidak ada suara sama sekali di seberang sana. Apakah hantu yang menelponnya? Atau hanya orang salah sambung? Tapi jika salah sambung tidak mungkin sebanyak ini.
Emily mulai menyumpah serapahi orang yang iseng padanya.
"Lihat! Nomor beda lagi!" monolognya. Dengan setengah hati, Emily kembali mengangkatnya.
"Hei kau sialan! Brengsekk tidak berguna! Jangan iseng! Dasar begundal sialan kau!" umpat Emily dalam sekali tarikan nafas.
Diseberang sana memang ada suara, tapi bukan sahutan. Melainkan suara seseorang tertawa teebahak-bahak mendengar ocehan Emily. Bahkan itu bukan pujian melainkan umpatan. Bisa-bisanya tertawa riang?
"Dasar manusia gila! Tidak waras!" teriak Emily lalu menutup telponnya.
Karena kesal waktu istirahatnya terganggu, akhirnya Emily memutuskan untuk mematikan ponselnya.
"Mampus! Kau tidak akan bisa menghubungiku!" gumamnya.
Saat kakinya ingin melangkah masuk tiba-tiba ada sesuatu yang jatuh di balkonnya. Seperti barang yang sengaja dilempar ke arahnya. Emily melihat sekeliling tapi sepi, tidak ada tanda - tanda adanya orang.
Emiy mengambil sebuah kertas yang digulung bersama batu. Untung saja tidak mengenai kaca jendelanya. Bisa berabe jika pecah.
Si gadis Faith terkejut saat membaca pesan itu.
'Aku tau nomormu di ponsel yang satunya'
Dan benar saja, ponsel yang satunya berdering. Emily mengepalkan tangannya dan berteriak.
"SIALANNN SIAPA KAU SEBENARNYA!! KELUAR JIKA BERANI BRENGSEKK!!"
Lalu detik berikutnya Emily mendapatkan pesan di ponselnya yang satu itu. Dia pun membukanya dengan was - was. Matanya sibuk melirik kanan kiri dulu.
'BELUM WAKTUNYA AKU MUNCUL BABY'
Emily meradang lalu melemparkan batu tadi ke bawah.
"DASAR KAU BAJING4N TENGIK!! JIKA AKU TAU, MATI KAU!!" teriak Emily begitu kencang.
Lalu seseorang yang sedari tadi memperhatikannya hanya tersenyum , kemudian tertawa melihat wajah Emily yang tersungut emosi. Gadis yang meledak-ledak. Pria itu begitu menyukainya. 'Menarik' gumam pria itu.
"Rasanya aku bisa mati muda." keluh Emily pada dirinya sendiri.
Sekarang Emily sudah masuk dan tengah berbaring di atas ranjang. Dia sedang berpikir keras. Kira - kira siapa yang iseng padanya. Siapa yang berani melakukan ini padanya.
Perasaan dia tidak punya musuh sama sekali. Hidupnya tidak pernah bermasalah dengan orang lain. Dia bahkan jarang main. Lalu siapa yang iseng dan kurang ajar? Bahkan sampai mengetahui nomor privasi khusus keluarga dan teman dekat. Bahkan teman dekatnya hanya Hazel.
Emily terus bertanya-tanya. Tidak mungkin juga jika Hazel memberikan nomor miliknya pada orang iseng?
Hampir 24 jam Hazel bersamanya dan tidak ada yang mencurigakan. Lalu siapa? Apakah ponselnya diretas?
Ah! Kepala gadis itu hampir pecah rasanya. Mau tidur pun tidak bisa. Takut orang itu meneror dirinya lebih parah. Jadi, Emily hanya berjaga-jaga saja. Ya, walaupun akhirnya tertidur juga dengan gaya yang tidak elit sama sekali.
Sedangkan di tempat lain, Hazel tengah tertidur dalam dekapan hangat seorang Daren Cyrill. Dia memang meminta untuk ditemani malam ini. Jangan berfikiran kemana-mana, mereka hanya tidur berpelukan. Saling menyalurkan rasa hangat.
Bagi Daren Cyrill, hidupnya kini bukan hanya sekedar soal kenikmatan dan selangkang4n. Tapi, Hati dan juga perasaan. Dia masih mencoba memahami arti semuanya. Paling tidak saat ini dia hanya ingin bersama Hazel. Membuat gadis itu merasa aman dan juga nyaman.