Setelah latihan selesai hari ini, semua murid kelas 1-1 meninggalkan kelas mereka dengan masing-masing teman mereka kecuali Diandra yang memang sejak awal selalu sendirian jika bukan Sofia yang mengajaknya bicara.
Saat itu Sofia ingin mengejar langkahnya dan berniat untuk pulang bersama tapi Kayla, Naura, dan Mayang menahannya untuk tetap bersama mereka saja. Dan Sofia tidak bisa melakukan apapun selain memilih mereka bertiga.
“ Kita nongkrong di kafe yuk.” Ajak Kayla.
“ Iya nih udah lama nggak nongkrong bareng.” Sambung Naura.
“ Kenapa Sof? Kok mukanya di tekuk gitu? Kamu nggak mau nongkrong bareng kita.?” Tanya Mayang yang menyadari perubahan ekspresi di wajah Sofia.
“ Aku mau, tapi sayangnya supir ku yang baru udah nunggu di luar.” Jawabnya lirih.
“ Kamu ganti supir? Jadi bukan bokapnya Diandra lagi.?”
“ Iya, papa tiba-tiba ganti supir aku juga nggak tau kenapa.”
“ Jangan-jangan bokap lo tahu kalau lo sering hang out nggak bilang ke dia dulu.?” Sahut Naura.
“ Tapi gimana caranya dia bisa tau? “
“ Mungkin aja kan Diandra yang laporin lo.” Lontar Kayla membuat semuanya tercekat.
“ Bisa jadi sih. Lo udah tanya Diandra belum kenapa lo tiba-tiba ganti supir, bisa aja dia tau tapi nggak mau kasih tau lo karena dia takut.” Sambung Naura.
“ Sikap Diandra memang agak aneh hari ini, dia nggak mau bicara sama aku bahkan di tanya pun tetap diam.” Balas Sofia lirih.
“ Gue yakin pasti dia yang ngasih tau bokap lo soal ini.” Tambah Kayla kemudian membuat Sofia mulai memikirkannya.
**
Sore itu kebetulan sedang turun hujan yang cukup deras, Sofia keluar dari kamarnya dan hendak menemui mbok Tati dan mang Ujang. Kebetulan mereka berdua ada di belakang dan Sofia pun menghampiri mereka dengan manja seperti anak ke orang tua.
“ Lagi apa Mang, Mbok.?” Tanya Sofia setelah menjatuhkan tubuhnya di salah satu kursi.
“ Lagi mesiangin sayur non buat ntar malam makan.” Balas Mbok Tati.
“ Kalau mang Ujang lagi benerin kipas buat di pake Diandra di rumah.” Balas Mang Ujang.
“ Mau aku bantuin nggak.” Tawar Sofia namun langsung mendapat penolakan dari mereka.
“ Non Sofi duduk yang manis di situ aja.” Lontar mereka.
Sofia kembali terdiam, dia mendadak bingung harus mengatakan apa lagi. Ia memperhatikan hujan yang membasahi halaman belakang rumahnya dengan tatapan sayu, kemudian terdengar suara yang tak asing dari belakang yang membuat Sofia segera menoleh.
“ Bu, aku udah bawain ayam sama ikannya. Aku balik ke rumah dulu ya.” Sahut Diandra begitu buru-buru.
Sofia yang tidak ingin melewatkan kesempatan itu pun segera menyusul Diandra, dia mengejarnya sampai keluar bahkan ketika cowok itu sudah berdiri di luar pun dengan keras Sofia memanggil namanya.
“ Sampai kapan kamu mau menghindar dari aku.?” Sahut Sofia perlahan membuat Diandra menoleh ke arahnya.
“ Mungkin lebih bagusnya kita nggak usah dekat non, maaf kalau selama ini saya lancang.” Kata Diandra dan kembali melangkahkan kakinya.
Sofia yang tidak terima dengan hal itu pun langsung turun ke halaman rumah tak peduli jika dia di guyur oleh hujan, menyadari hal itu Diandra pun langsung memberikan payung untuknya.
“ Non bisa berhenti cara masalah buat saya sama orang tua saya nggak.?” Sahut Diandra dengan nada yang ketus membuat Sofia menjadi heran.
“ Kok malah kamu yang marah-marah, harusnya aku dong.” Balas Sofia.
“ Kamu yang udah lapor ke papa soal aku yang sering hang out bareng teman-teman aku kan? Itu sebabnya papa ganti mang Ujang dengan supir baru sekarang.?”
“ Iya, saya yang lapor ke pak Bian soal itu dan saya juga bilang ke pak Bian tentang non Sofi yang selalu keluarkan uang jutaan rupiah untuk mereka.”
Sofia menampar Diandra cukup keras yang membuat cowok itu terkejut, ia merasakan wajahnya yang perih akibat tamparan itu namun dirinya tak membalas apapun selain memberikan payung itu kepada Sofia.
“ Diandra kamu mau kemana? Aku belum selesai ngomong.?” Sahut Sofia namun Diandra tak ingin mendengarnya dan berlari secepat yang ia bisa.
**
Malam harinya hujan baru saja redah setelah setengah harian turun tanpa henti, seorang cowok terlihat sedang bermain bersama seekor kucing di halaman rumah dengan raut wajah sendu yang sejak tadi terlihat di wajahnya.
Seseorang datang menghampirinya dan duduk di sebelahnya sambil membawa segelas s**u dan kue, Diandra menoleh sebentar seraya mengucapkan terima kasihnya pada Mbok Tati.
“ Ada apa anak ibu kok kelihatan sedih gitu.?” Tanya Mbok Tati sambil membelai rambut Diandra.
“ Bu, kayaknya aku di pindahin ke SMA biasa aja deh.” Pinta Diandra tiba-tiba.
“ Loh kenapa? Pak Bian udah baik sekolahin kamu di tempat yang bagus loh.”
“ Percuma sekolah bagus kalau lingkungannya nggak bu, mereka itu sekumpulan anak orang kaya yang selalu meremehkan orang miskin. Lingkungan kaya gitu nggak bagus bu buat aku yang seorang anak pembantu.”
“ Kamu malu punya ibu sama bapak yang seorang pembantu.?”
“ Nggak malu bu, Cuma merasa nggak cocok aja sekolah disana.”
“ Terus kamu mau sekolah dimana.?”
“ Di desa aja bu, disana lebih nyaman dan bisa buat aku lebih bahagia dari disini.”
“ Maafin ibu ya kalau mengajak kamu ke kota Cuma bisa buat kamu sedih.”
“ Bukan salah ibu kok, aku juga senang bisa tinggal sama bapak ibu lagi. “
“ Nanti ibu bicara sama pak Bian ya, kamu bisa pindah sekolah dimana pun kamu mau, ibu akan dukung kamu selalu.”
“ Terima kasih banyak ya bu.” Kata Diandra sambil memeluk wanita yang sudah di anggapnya sebagai ibu kandung sendiri.
**
Hari ini minggu, sebenarnya Diandra ada latihan di lokasi baru yang di beritahu oleh teman-temannya tapi dia tidak datang karena memutuskan akan pindah sekolah. Dan hari ini dia datang ke rumah papa Bian untuk membicarakannya bersama mbok Tati.
Kedatangan Diandra membuat Sofia penasaran, mereka tidak saling menegur satu sama lain dan saat itu kebetulan Sofia tidak ikut latihan karena perannya yang tidak begitu mengambil banyak andil.
Melihat Diandra yang masuk bersama Mbok tati ke dalam ruangan papa Bian semakin membuat Sofia penasaran, ia pun segera mendekat untuk menguping pembicaraan mereka dari luar.
Sementara itu Mbok Tati dan Diandra kini sudah berhadapan langsung dengan papa Bian, mereka duduk saling berhadapan dengan atmosfer yang sangat berbeda dari biasanya.
“ Ada apa lagi.?” Tanya Papa Bian terdengar serius.
“ Jadi begini pak sebelumnya saya mau minta maaf, anak saya Diandra mau pindah sekolah di desa. Dia udah memutuskan untuk keluar dari SMA Bakti Jaya, jadi kami datang untuk mengucapkan terima kasih ke pak Bian karena telah menyekolahkan Diandra di sekolah tersebut.” Jelas Mbok Tati.
“ Kenapa mau pindah? Karena udah buat salah makanya mau pindah sekolah.?”
“ Saya minta maaf pak, kalau selama ini saya hanya membuat masalah untuk non Sofia dan pak Bian sekali lagi saya minta maaf.”
“ Kamu jangan pindah sekolah ke desa lagi, kamu harus lanjut di kota biar kamu bisa angkat derajat orang tua kamu agar kamu bisa jadi anak sukes ke depannya.” Lontar Papa Bian membuat Mbok Tati dan Diandra bingung.
“ Tapi saya nggak bisa lanjut di sekolah itu lagi pak.”
“ Kamu boleh pindah tapi jangan ke desa, itu maksud saya.”
“ Mbok Tati pasti nggak mau jauh dari kamu, saya bisa rasain gimana rasanya jauh dari anak. Jadi kamu boleh pindah sekolah, tapi tidak di desa.” Lanjut Papa Bian kemudian.
Mbok Tati melirik Diandra yang masih bingung, setelah mendengarnya dan memahaminya dengan baik ia pun mulai menerima tawaran itu. Dia tetap bisa pindah ke sekolah biasa, jika sudah seperti itu maka tidak ada pilihan lain selain menerimanya.
Mbok Tati dan Diandra pun keluar dari ruang kerja papa Bian, saat itu Sofia tidak tahu sehingga dia terkejut ketika mendapati pintu terbuka. Tatapan mereka saling bertaut hingga akhirnya Diandra menghindari Sofia karena tak ingin berurusan dengan gadis itu dulu.
“ Mbok.” Panggil Sofia membuat wanita setengah baya itu mendadak berhenti dan meliriknya.
“ Diandra beneran mau pindah sekolah.?” Tanya Sofia lirih.
“ Non Sofi dengar ya barusan percakapan di dalam.?” Kata Mbok Tati di balas anggukan pelan dari Sofia.
“ Diandra mau pindah ke SMA biasa katanya nggak betah sekolah di tempat mahal.” Balas Mbok Tati kemudian.
Entah mengapa Sofia merasa sangat sedih mendengarnya langsung dari Mbok Tati, Diandra adalah alasan Sofia bisa sekolah di luar tapi sekarang dia harus pergi meninggalkannya.
**
Di sinilah Sofia sekarang, di depan rumah tempat Diandra tinggal. Dia datang membawa paper bag berisi cemilan, dia ingin menemui cowok itu dan mengajaknya mengobrol bersama.
Tak lama berselang Diandra keluar hendak membuang sampah, melihat kehadiran Sofia awalnya hanya di sapa kemudian di lewatinya begitu saja. Hingga akhirnya Sofia mengikuti langkah Diandra sampai ke tempat pembuangan sampah, terus mengikutinya kembali ke rumah lagi.
“ Aku minta maaf.” Lontar Sofia seketika membuat Diandra terdiam di tempatnya.
“ Nggak usah minta maaf non Sofia nggak salah apa-apa sama saya.” Balasnya tanpa menoleh sama sekali.
“ Kalau gitu lihat aku dong, jangan mengabaikan aku terus.”
“ Memangnya apalagi yang mau non bahas? Saya udah cukup berususan dengan non, dan nggak mau dapat masalah lagi.”
“ Iya aku salah, karena keegoisan aku semuanya jadi begini. Aku janji nggak akan melakukannya lagi tapi kamu jangan pindah sekolah.”
“ Maaf non, saya tetap ingin pindah sekolah dari sana.”
“ Kalau gitu aku juga mau pindah sekolah.”
Diandra mulai turun dan menghampiri Sofia dengan jarak pandang yang tidak begitu jauh.
“ Non dengar, sikap non yang sekarang ini bisa jadi buat saya dalam masalah lagi. Bisa nggak sekali aja jangan kaya gini. Non bicara baik-baik sama pak Bian dan terus terang aja semuanya ke beliau biar bukan saya yang jadi sasarannya. “
“ Aku datang baik-baik bukan untuk bertengkar sama kamu.” Kata Sofia memelas.
“ Maaf non saya khilaf, apapun keputusan saya tentang pindah sekolah akan tetap saya lakukan. Dan non Sofi jangan ikut-ikutan untuk pindah sekolah, karena tanpa saya pun non Sofia bisa tetap bersekolah di tempat itu. Permisi .” Kata Diandra dan berlalu meninggalkan Sofia yang masih termenung mendengar ucapannya.