40

1308 Words
Minggu pagi Galih datang ke rumah Sofia setelah di minta datang oleh gadis itu, sebenarnya dia tidak ingin menelpon Galih untuk datang tapi papa Bian sudah sangat marah karena hubungan mereka itu. Beruntung Galih dapat sampai di rumah Sofia tanpa nyasar, padahal Sofia hanya menuliskan alamat saja dan cowok itu kini sudah ada di depan rumah dimana mang Ujang segera membawanya menemui papa Bian di ruang tamu. Selama pembicaraan berlangsung, Sofia tidak boleh turun dari kamarnya. Papa Bian hanya ingin mengobrol berdua dengan Galih saja, dan sekarang keduanya sudah duduk saling berhadapan. " Siapa nama kamu.? " Tanya Papa Bian tegas. " Galih Halim om." " Kenal dimana sama anak saya.? " " Di sekolah om. " " Anak saya belum lama pindah di sekolah itu, nggak mungkin dia bisa langsung kenal sama kamu. Dia tipe anak yang pemalu, pasti kamu kan yang ngejar-ngejar anak saya.? " " Sebelumnya saya pernah tolong Sofia dari anak-anak nakal yang menyakitinya, kemudian kami bertemu di sekolah yang sama. Sejak saat itu saya memang mengejar Sofia om, saya tulus menyayangi anak om. " Galih terpaksa berbohong agar papa Bian tidak tahu kalau yang mengejarnya adalah Sofia. " Terima kasih karena sudah menolongnya waktu itu, tapi untuk berhubungan dengan anak saya, mungkin tidak usah kalian lanjutkan. " " Baik om, jika itu yang dapat membuat o*******g. Saya akan memutuskan Sofia mulai hari ini. " " Bagus kalau kamu mau mendengarkan saya. Sekarang kau boleh pergi, dan ingat untuk tidak menemui atau menghubungi anak saya lagi. " Kata papa Bian sebelum akhirnya meninggalkan Galih sendirian. Cowok itu kemudian bangkit dari sofa dan berjalan keluar, saat di luar dia mendengar suara Sofia dari atas yang memanggilnya dengan nyaring. Galih mendongak menatap gadis itu dengan mata sembabnya dan berkata. " Mulai hari ini kita putus, jangan hubungin aku lagi. " Kata Galih sukses membuat air mata Sofia kembali menetes. " Tapi aku nggak mau putus, kak Galih. " Balas Sofia tak terima. Galih kemudian melangkahkan kakinya pergi dari halaman rumah itu, Sofia terus menerus memanggil namanya namun Galih tidak peduli dan kini bayangannya pun sudah tidak ada di depan rumah. Sofia terjatuh sambil menangis, untuk pertama kalinya dia merasakan hal yang mengganggu seperti ini. Dia marah, kesal, sedih, dan juga bingung yang membuatnya tidak tahu harus berbuat apa lagi. ** Sofia keluar dari kamarnya dan bergegas menuju ruang kerja papa Bian, dia membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dulu. Hal itu sampai membuat papa Bian menatap Sofia dari dia masuk hingga sekarang sudah berdiri di hadapannya. " Papa ngomong apa sama kak Galih? " Tanya Sofia ketus. " Kenapa? Dia ngadu ke kamu kalau kalian nggak boleh pacaran lagi. " " Papa kenapa sih? Galih orang baik pa, aku sayang sama dia. " " Sofia. Papa heran sama kamu, sikap kamu ke papa sekarang semakin keterlaluan. Kamu selalu melawan apa yang papa tentang, kamu lebih sayang cowok itu atau sama papa. " " Beda dong pa, aku sayang sama papa karena papa orang tua aku. Kak Galih itu cowok aku nggak bsia di samain.!" " Kamu ini masih kecil, nggak usah pacaran dulu. Tugas kamu sekolah jadi anak yang pintar. " " Stop bilang kalau aku ini anak kecil, bentar lagi aku udah mau 17 tahun. Aku bukan anak kecil lagi, papa harus tahu soal itu." Ucap Sofia penuh penekanan. " Kamu nggak mau dengerin apa kata papa?" " Aku cuma mau di beri kebebasan itu aja." " Papa nggak mau kamu salah dalam mengambil keputusan, kamu masih muda dan masa depan kamu masih panjang. Pacaran itu bukan hal penting, kamu nggak harus mikirin itu dulu." " Aku benci sama pola pikir papa." Sahut Sofia sambil menyentakkan kaki meninggalkam ruang kerja papa Bian. Gadis itu terus berjalan meninggalkan ruangan tersebut, dan ketika hendak menaiki anak tangga dia sempat melihat Diandra yang tampak ingin mengajaknya bicara. " Semua ini karena kamu, aku juga benci sama kamu.! " Sahut Sofia ketus dan pergi meninggalkan Diandra juga. ** Dan sejak hari itu Sofia menolak untuk makan di meja yang sama dengan papa Bian, dia hanya meminta kepada mbok Tati untuk di buatkan sarapan agar dia bisa makan di perjalanan. Mengetahui hal itu papa Bian tidak dapat berbuat apa-apa selain membiarkannya, dia yakin cepat atau lambat Sofia akan kembali ke dirinya yang dulu dan dia akan menunggu sampai hari itu tiba. Setibanya di sekolah, Sofia segera menuju kelas Galih. Namun saat ia tiba disana Galih belum datang, sehingga dia harus menunggu sampai cowok itu datang ke sekolah. Semalam Sofia sudah berusaha menghubungi Galih namun sayangnya Galih memblokir nomornya, tak ada cara untuk berkomunikasi selain bertemu dengannya secara langsung. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya Galih muncul, namun ia berusaha untuk tidak melihat tatapan Sofia ketika ia sudah sampai di depan pintu kelas dengan cepat Sofia menahannya. " Kak jangan cuekin aku dong. " Kata Sofia akhirnya membuat Galih berhenti. " Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi, kemarin aku udah bilang jangan temui aku lagi, kenapa sih kamu nggak ngerti juga.? " Protes Galih sambil menyingkirkan tangan Sofia dari lengannya. " Aku nggak mau kita putus, jangan dengerin apa kata papa aku. Dia emang suka ngatur kehidupan aku, please kak kita jangan putus ya. " Ucap Sofia memohon dengan sangat. Percakapan mereka terpaksa harus berhenti setelah bel tanda masuk berbunyi, Galih menyuruh Sofia kembali ke kelas dan melupakan semuanya mulai dari sekarang. Setelah mengatakan hal tersebut dia segera masuk ke dalam kelas, tak peduli bagaimana perasaan Sofia terhadapnya saat ini. ** Cowok itu baru saja selesai memarkir motornya di halaman samping pos ronda, kemudian dia menyapa beberapa teman-temannya yang sedang asyik bermain kartu. Cowok itu melepaskan tasnya kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas tikar sambil menghela nafas panjang, salah satu temannya menyadari akan hal tersebut dan menoleh sambil bertanya. " Lo kenapa baru pulang sekolah udah lecek begitu. " Sahut temannya. " Emang anak sekolahan kalau pulang udah pada lecek, terutama si Galih. " Seloroh temannya yang lain. " Kenapa si bro? Udah kaya di putusin pacar aja. " " Gue yang mutusin. " " Hah? Serius? Lo udah ada pacar.? " Mereka kompak membuang kartu mereka dan menghampiri Galih dengan tatapan terkejut. " Gue baru jadian beberapa hari lalu tapi udah putus karena bokapnya nggak suka sama gue. " Balas Galih. " Emang ceweknya kaya gimana? Sampai bokapnya nggak mau dia sama lo. " " Dia anak pengusaha kaya raya, dia emang tajir banget sih. " " Wajar aja orang tuanya nggak mau sama lo yang spek preman kaya gini. " " Diem lo, gue udah tobat. " Pertengkaran kecil pun terjadi karena teman-teman Galih meledeknya sebagai preman, tanpa mereka sadari sosok Sofia berdiri tak jauh dari mereka. Hingga salah satu dari mereka sadar dan memberitahu yang lain kalau ada gadis cantik yang berdiri mematung di dekat pos ronda. " Sofia.? " Ucap Galih sangat terkejut. Galih langsung bangkit dan berusaha menjelaskan apa yang di katakan oleh teman-temannya barusan, namun ternyata Sofia tidak mendengar dengan jelas apa yang di bahas oleh mereka semua barusan. " Aku datang kemari untuk bicara sama kak Galih, aku nggak dengar apapun yang kalian bahas barusan. " Kata Sofia lirih. Galih dapat bernafas dengan lega, kemudian dia memberi kode pada teman-temannya dan mengajak Sofia ke rumahnya untuk bicara. ** Setibanya dirumah Galih, ibunya langsung membuatkan Sofia minuman dan juga mengeluarkan cemilan untuk gadis itu. Di sana Sofia menjelaskan alasannya datang, dan kedua orang tua Galih terkejut kalau putranya putus dari Sofia. Sofia mengaku tetap ingin menjalin hubungan mereka meskipun di tentang oleh papa Bian, dia juga menambahkan akan membuat papanya menerima Galih apa adanya. Kedua orang tua Galih mendukung hal itu dan meminta Galih untuk kembali pada Sofia, melihat wajah sendu Sofia yang menunggu jawaban darinya akhirnya membuat Galih angkat bicara. " Ya sudah aku akan mencoba yang terbaik, dan akan membuat papa kamu bisa menerima aku. " Kata Galih dan berhasil membuat Sofia tersenyum kegirangan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD