Chapter 5

1896 Words
Sofia sudah merasa lebih baik hari ini, dia juga sudah tidak memakai infus yang menggangu pergerakan tangannya. Karena masih harus beristirahat dia pun hanya menghabiskan waktunya dengan membaca buku di dalam kamar. Suara pintu d ketuk membuat Sofia menoleh, kemudian ia menutup bukunya kemudian beranjak dari tempat tidurnya untuk segera membuka pintu kamarnya. Ketika pintu terbuka yang muncul saat itu adalah Diandra yang membawa sesuatu kepada Sofia, melihat kehadiran anak laki-laki itu seketika membuat Sofia senang dan tersenyum dengan sangat manis. “ Saya bawain non Sofi kue buatan saya, semoga lekas sembuh non.” Ucap Diandra sambil memberikan kue muffin kepada Sofia. “ Terima kasih.” Sofia menerimanya dengan senang hati. “ Saya permisi non.” “ Tunggu bentar.” Cegah Sofia membuat langkah Diandra berhenti. Sofia kemudian masuk ke dalam kamarnya dan mengambil sesuatu yang ingin di berikan kepada Diandra, tak lama setelah itu Sofia keluar dengan memberikan sebuah buku kepadanya. “ Ini untuk kamu.” “ Ini apa non.?” “ Buku tentang dunia, kamu pasti suka.” “ Nggak usah non.” “ Ih nggak apa-apa, ambil aja.” Alhasil Diandra menerima pemberian Sofia dengan tulus, setelah itu dia kembali karena tak ingin mengganggu waktu istirahat Sofia dengan tenang. Setelah Diandra pergi barulah Sofia kembali ke dalam kamarnya, ia menatap muffin pemberian Diandra dengan senyum yang merekah. ** Ketika melihat Diandra sedang belajar, Sofia langsung menghampirinya dan duduk di sebelah Diandra sambil melirik buku yang sedang di pelajari oleh anak laki-laki itu. Melihat kedatangan Sofia justru membuat Diandra terkejut dan langsung turun dari kursi yang ia duduki. “ Loh kok turun?” “ Nggak sopan non.” Sofia tidak suka ketika Diandra memperlakukannya seperti itu, padahal ketika mereka pertama kenalan Diandra sangat santai dan dia merasa seperti memiliki seorang teman sungguhan. Sofia ikut turun ke bawah dan duduk di lantai, namun Diandra tak terima akan hal itu dan meminta Sofia untuk duduk di kursi kembali. “ Aku nggak mau, emang kenapa sih kalau kita duduk bersebalahan mau itu di kursi atau di lantai.?” Protes Sofia jengkel. “ Non Sofi kan anak pemilik rumah sedangkan saya hanya seorang anak pembantu, jangan begini non. Saya nggak enak, jadi non Sofi duduk lagi aja di kursinya.” Sofia tetap menolak untuk duduk di kursi dan tetap melantai seperti Diandra, tak ingin terus menerus mempermasalahkan duduk dimana Sofia pun menunjuk buku yang di pelajari oleh Diandra. “ Kamu belajar untuk apa.?” Tanya Sofia penasaran. Belum sempat Diandra menjawab kedatangan mbok Tati kembali membuat keduanya harus terpisah, Mbok Tati menyuruh Diandra untuk mengerjakan tugasnya di kamar sedangkan Sofia hanya dapat melongo dengan semua itu. “ Non Sofia mau makan apa nanti malam.?” Tanya Mbok Tati melirik Sofia yang masih menyaksikan Diandra kembali ke kamarnya. “ Cumi asem manis mbok.” Jawab Sofia lirih. Sofia kemudian meninggalkan tempat itu menuju kamarnya, saat ini ia benar-benar bingung kenapa setiap kali dia dekat dengan Diandra selalu saja di potong oleh orang lain. ** Malamnya Sofia turun menuju ruang makan dan menghampiri papa Bian yang sudah terlebih dulu duduk disana, keduanya pun langsung menikmati masakan Mbok Tati yaitu cumi-cumi asem manis sesuai pesanan Sofia tadi sore. Saat Mbok Tati sibuk menghidangkan menu lain, Sofia sendiri di buat celingak-celinguk mencari Diandra. Kemudian dia mulai berpikir untuk bertanya tentang Diandra di depan Mbok Tati dan juga papanya. “ Diandra datang kesini mau sekolah ya Mbok.?” Tanya Sofia seketika membuat suapan Papa Bian berhenti dan langsung menatap Mbok Tati. “ Eee..., non Sofi mau nambak lauknya.?” Tawar Mbok Tati. “ Aku lagi bertanya loh mbok, kok malah nawarin makanan.” Protes Sofia. “ Kamu makan dulu, jangan nanya yang aneh-aneh.” Sahut Papa Bian. “ Apanya yang aneh sih pah? Kayaknya normal aja aku nanya soal Diandra datang kesini untuk apa.?” “ Iya nanti aja di bahasnya, kita makan dulu yah.” “ Nanti kapan? Setiap aku bertanya pasti ada aja yang mengyangkal, sampai sekarang aku nggak tahu tujuan Diandra datang kesini untuk apa. “ Papa Bian akhirnya melepas sendok dan garpunya, ia meminta Mbok Tati untuk meninggalkan mereka berdua. Kini di ruang makan itu hanya ada Sofia dan Papa Bian yang saling menatap satu sama lain. “ Kamu kenapa sih kepo banget sama kedatangan Diandra? Dia datang kemari untuk tinggal bersama kedua orang tuanya, kamu puas sekarang.?” “ Bohong, dia datang kemari untuk lanjut SMA kan? Kenapa nggak terus terang aja sih, papa takut ya kalau aku tahu dia mau daftar SMA nanti aku bakal mau daftar juga.?” Sahut Sofia yang sudah tidak tahan dengan semuanya. “ Home schooling sudah cukup untuk kamu, kamu bisa lebih banyak bersantai di rumah dari pada sekolah di luar yang jadwalnya sangat padat.” “ Papa nggak mau lihat aku kaya anak-anak lain ya? Papa tega aku selamanya nggak punya teman? Aku juga mau pah punya teman, rasain jalan-jalan bareng teman, pulang sekolah dan lainnya aku mau pah.” “ Kamu kenapa tiba-tiba kaya gini sih? Diandra yang ngajak kamu sekolah di luar juga.?” “ Ini nggak ada sangkut pautnya sama Diandra, ini keinginan aku udah dari dulu pah.” “ Sekarang kamu makan, nanti kita bahas soal ini lagi.” Ucap Papa Bian dan tak bisa membuat Sofia membantah lagi. ** “ Kamu ada ngomong apa sama non Sofi sampai dia bahas kamu lagi daftar sekolah di sini? Kan ibu udah bilang jangan bahas gituan ke dia, harus berapa kali sih ibu bilang ke kamu.?” Mbok Tati saat ini sedang memarahi Diandra di kamarnya. “ Aku nggak ngomong apa-apa ke non Sofi bu.” “ Terus kenapa non Sofi bisa tahu? Kamu lihat sekarang dia lagi marah sama Bapak, jangan buat ibu malu nak.” “ Ya tapi Diandra nggak ngomong apa-apa bu.” “ Mbok.” Sahut Papa Bian yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar itu. “ Pak, maafin anak saya kalau sudah lancang. Saya janji nggak akan ketemuin mereka lagi.” Ucap Mbok Tati sambil menunduk di hadapan papa Bian. “ Nggak apa-apa mbok, Sofia mungkin udah tahu soal ini dari kemarin. Dia nggak bodoh, pasti dia udah curiga sejak awal Cuma baru kali ini aja dia berani ngomong.” Kata papa Bian mencoba menenangkan suasana. “ Tetap saja pak, saya merasa bersalah karena keberadaan Diandra buat Non Sofi jadi pengen sekolah di luar juga.” “ Kalau gitu gimana kalau kalian tinggal di tempat lain aja, saya udah siapan rumah di ujung kompleks buat kalian sekeluarga tempatin. Jadi kalau kalian mau datang kerja nggak usah jauh-jauh kesininya.” “ Ya ampun pak jadi ngerepotin jadinya.” “ Nggak apa-apa, untuk sementara waktu biarkan Sofia sendirian ya.” Mbok Tati dan Diandra mengangguk pelan, lalu Papa Bian meninggalkan kamar itu dan sekali lagi membuat Mbok Tati sampai menyalahkan Diandra atas kejadian hari ini. ** Saat ini Sofia sedang merenung di dalam kamarnya, ia menatap keluar jendela kamar dengan tatapan sayu. Saat itu ada sekumpulan anak sekolah yang sedang berjalan bersama hendak pulang ke rumah masing-masing, entah mengapa dia membayangkan menjadi salah satu di antara mereka pasti rasanya sangat menyenangkan. Bosan berada di kamarnya terus, Sofia pun segera beranjak keluar dan menemui Diandra. Setelah menuruni anak tangga dia langsung menuju kamar belakang, namun dia mendapati Diandra dan Mbok Tati sedang merapihkan barang-barang mereka. “ Kalian mau kemana? Kok packing-packing gini.?” Tanya Sofia penasaran. “ Eh, non Sofi. Kami mau pindah ke rumah bapak yang ada di ujung kompleks.” “ Loh ngapain pindah? Rumah di sini kan udah cukup luas buat kita tempatin bareng.?” “ Kata bapak biar rumah di sana ada yang nempatin non.” “ Aku baru tau papa punya rumah di ujung kompleks, kalian nggak sedang nyembunyiin apapun dari aku kan.?” “ Nggak kok non.” Sofia yang kesal akhirnya segera meninggalkan tempat itu, dia mencari ponselnya untuk segera menelpon papanya. Sofia tidak terima jika Mbok Tati dan yang lain harus keluar dari rumah itu tanpa alasan yang kuat. “ Halo, papa.” “ Maaf, ini bukan pak Bian. Saya sekretarisnya.” “ Papa ku mana? Aku ingin ngomong sama papa.” “ Maaf, tapi beliau sedang meeting. Mungkin bisa menghubunginya nanti.” Sofia langsung mengakhiri panggilan itu secara sepihak, dia sebal yang menjawabnya bukan papa Bian melainkan sekretarisnya. Sofia tidak bisa tinggal diam dia pun kembali menghampiri Mbok Tati dan melarangnya pergi dari rumah itu. “ Pokoknya Mbok, Mang Ujang, sama Diandra nggak ada yang boleh ninggalin rumah ini.” Ucap Sofia sambil menutup langkah mereka. “ Non, izinin kita semua pergi ya.” Pinta Mbok Tati yang tidak tahu bagaimana lagi cara menghadapi Sofia saat ini. “ Nggak mau, kalian nggak boleh pergi.” “ Kamu kenapa sih? Jangan cari masalah buat aku sama ibu bapakku dong.” Sahut Diandra membentak Sofia. “ Diandra, kamu jangan ngomong kaya gitu.” Sahut Mbok Tati tegas. Sofia langsung terlihat sedih setelah di bentak oleh Diandra, dia tidak pernah mendegar seseorang membentaknya dengan sangat keras yang seketika membuat perasaanya sakit. “ Minta maaf sama non Sofi sekarang.” Titah Mbok Tati. “ Nggak mau. Gara-gara dia ibu sama bapak dapat masalah, gara-gara dia juga aku jadi di salahin terus sama kalian.” Sofia tak dapat lagi membendung perasaan sedihnya, ia segera melangkah masuk menuju kamarnya. Mbok Tati segera mengejarnya namun sayang pintu kamar berhasil di kunci dari dalam sehingga mbok Tati tidak bisa menenangkan Sofia. “ Non, buka pintunya non, Mbok minta maaf atas ucapan Diandra barusan, mbok bakal kasih dia pelajaran nanti. Non sofia, ayo dong buka pintunya.” ** Mobil sedan berwarna hitam itu baru saja berhenti di pelataran rumah, seorang pria yang tak lain adalah Papa Bian baru saja turun sambil menenteng tasnya masuk ke dalam rumah. Papa Bian terheran ketika melihat Mbok Tati baru saja turun dari anak tangga dengan memasang wajah sendu, Papa Bian pun bertanya ada apa sekaligus menanyakan keberadaan Sofia. “ Non Sofi nggak mau keluar kamar dari tadi pak.” “ Loh kenapa? “ “ Tadi Non Sofi nggak ngebolehin kita pergi dari rumah ini pak, dan tadi Diandra nggak sengaja bentak non Sofi jadinya non Sofi sedih dan masuk ke dalam kamarnya sampai sekarang belum keluar pak.” Papa Bian menghela nafas panjang kemudian segera naik untuk membujuk Sofia. Dan ketika papa Bian mengetuk pintu seraya menyebutkan namanya barulah Sofia membuka pintu kamarnya dan membiarkan papanya masuk ke dalam. “ Papa kenapa sih suruh mereka pergi dari rumah ini.?” Tanya Sofia lirih. “ Papa nggak ngusir mereka, papa Cuma ingin rumah kita yang di ujung kompleks itu ada yang isi aja.” “ Papa kenapa jadi sering bohong sih ke aku? Jujur aja pah, kalau alasan papa itu Cuma buat aku sama Diandra jauhan kan.” “ Sofia, papa sayang banget sama kamu. Papa nggak pernah melakukan sesuatu yang membuat kamu sakit hati, apapun keinginan kamu pasti papa turutin. “ “ Aku capek papa selalu bilang kaya gitu terus, nyatanya papa nggak sayang sama aku dengan membiarkan aku tetap di rumah dan nggak punya teman sama sekali.” “ Kamu mau mereka tetap disini tapi berhenti bahas soal sekolah di luar, atau mereka tetap pergi dari rumah ini dan kamu juga nggak boleh bahas hal ini lagi.?” Sofia menarik tangan papa Bian dan mengajaknya keluar dari kamar, dengan tangis yang jatuh di pipi ia pun menutup pintu dan menguncinya dengan rapat. Pilihan yang di berikan membuatnya merasa tidak bisa memilih dengan senang hati, lebih baik mengabaikannya jika keduanya tetap sama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD