Setelah jam sekolah berakhir, mang Ujang sudah stay di depan gerbang sekolah untuk membawa Sofia dan teman-temannya ke lokasi restoran yang di pilih oleh papa Bian. Saat itu Diandra juga ingin di ajak oleh Sofia namun teman-temannya merasa kalau Diandra tidak cocok bergabung dengan circle mereka.
“ Emang dia siapa lo sih, dari kemarin di ajak kemana-mana tersu.?” Tanya Kayla penasaran.
“ Dia teman aku.” Jawab Sofia melirik Diandra yang sedang sibuk merapihkan buku-bukunya untuk di masukkan ke dalam tas.
“ Kelihatannya kaya anak desa gitu, nggak cocok banget bergaul sama kamu dan kita-kita.” Sambung Mayang.
“ Kalau dari paras sih lumayan ganteng ya.” Kata Naura.
“ Ganteng dari mana? Mukanya biasa aja kaya gitu.” Seloroh Kayla mengundang tawa yang lain kecuali Sofia.
“ Ya udah kalau gitu aku tanya dia suruh pulang duluan aja.” Ucap Sofia dan segera menghampiri Diandra.
Tak lama kemudian dia kembali untuk mengajak teman-temannya, mereka berempat segera keluar menemui mang Ujang sedang Diandra hanya dapat menatap kepergian Sofia dan teman-temannya dengan tatapan nanar.
**
Sofia at the Gunawarman menjadi restoran terbaik dan termahal di Jakarta, dimana hanya orang-orang kaya yang biasanya makan di tempat itu. Ketika Sofia dan teman-temannya tiba di lokasi, mereka terkejut mengetahui kalau tempat itu ternyata adalah milik pamannya Sofia.
“ Pantas saja namanya ada nama kamu.” Ujar Mayang.
“ Sofia itu nama istrinya, kebetulan nama kami sama.” Balas Sofia lirih.
Mereka di sambut oleh seorang manager resto hingga menuju ruangan yang telah di reservasi oleh papa Bian, disana mereka mengambil tempat masing-masing namun papa Bian belum datang karena masih sibuk di kantor.
“ Selamat datang di Sofia at the Gunawarman, ini menunya silahkan di lihat.” Ucap seorang pelayan yang datang membawakan buku menu kepada mereka.
“ Ini nggak apa-apa kita pesan duluan ? bokap lo kan belum datang Sof.” Sahut Naura.
“ Nggak apa-apa kalau kalian udah laper, pesan aja.”
Setelah beberapa menit mereka selesai memesan menu, papa Bian pun datang dan membuat ketiga teman Sofia kompak berdiri dan menyapa beliau dengan ramah. Ketampanan papa Bian juga membuat mereka terpesona, tak heran jika putrinya terlahir begitu caantik.
“ Udah pesan makanannya.?” Tanya Papa Bian di balas anggukan pelan dari Sofia.
“ Oke, saya mulai saja. Mungkin Sofia sudah memberitahu kalian tujuan saya memanggil kalian siang ini.”
“ Kenalin saya papanya Sofia, dan kalau boleh tahu nama kalian siapa ya biar saya bisa manggil kalian dengan nama kalian.”
“ Nama saya Mayang om.”
“ Saya Naura om.”
“ Saya Kayla.”
“ Oke, saya senang Sofia dengan mudah mendapatkan beberapa teman di sekolahnya. Dan mungkin kalian juga sudah tahu kalau sebelumnya Sofia ini menjalani home schooling dan ini pertama kalinya dia bersekolah dan memiliki teman.”
“ Iya om, Sofia udah kasih tahu ke kita kok.” Sahut Naura.
“ Tolong jaga Sofia ya, ajarin dia cara bertemena yang baik. “ Pinta Papa Bian kemudian di balas angguka pelan dari mereka bertiga.
Dan menu makanan pun datang ke meja mereka, menunya sedikit berbeda dari yang mereka pesan. Dan ternyata Papa Bian yang mengganti menunya menjadi menu spesial, sehingga mereka bisa menikmati makanan yang tersedia dengan puas.
Selepas makan siang bersama, masing-masing dari mereka di jemput oleh seorang supir pribadi merek. Mayang dan Naura sudah pulang lebih dulu, sedangkan Kayla masih harus menjemput supirnya datang.
“ Mau di anter sekalian aja.?” Tawar papa Bian namun Kayla menolaknya dengan cepat.
“ Itu dia supirnya, saya permisi om. “ Tunjuk Kayla pada sebuah mobil hitam yang baru saja berhenti di pinggir jalan.
“ Hati-hati ya Kay.” Sahut Sofia namun tidak di hiraukan oleh gadis itu.
“ Kayaknya Cuma dia teman kamu yang rasa jutek gitu.” Ucap Papa Bian setelah Kayla sudah meningglkan mereka.
“ Yang penting mereka mau berteman sama aku pah, dan juga terima kasih ya pah atas hari ini.” Kata Sofia sambil merangkul lengan papanya.
“ Sama-sama sayang.”
“ Jadi gimana? Kalau aku mau hang out bareng mereka boleh kan.?”
“ Boleh, tapi mang Ujang sama Diandra di ajak juga. Mereka cukup ngawasin kamu dari jauh, papa nggak tenang kalau kamu nggak di awasin sama mereka.”
“ Hmm, iya deh iya.” Balas Sofia pasrah.
**
Gadis itu terlihat keluar dari kamarnya dan segera menuruni anak tangga, ia ingin ke dapur mencari makanan setelah merasa lapar. Ketika dirinya tiba di dapur ia pun membuka pintu kulkas dan mengambil minuman serta beberapa cemilan untuk di bawa ke kamarnya.
Ketika hendak kembali ke kamarnya, tak sengaja Sofia melihat Diandra di luar rumah melalui jendela dimana cowok itu terlihat sedang asyik bercanda dengan seekor kucing.
Sofia yang tertarik segera keluar untuk bergabung, dia sangat suka dengan kucing hanya saja papa Bian tidak mengizinkannya memelihari satu hewan pun di rumah.
“ Hey, itu kucing siapa.?” Tanya Sofia penasaran.
“ Aku nemu di dekat tempat sampah pas abis buang sampah, terus di ngikutin aku sampai sini. Tapi tenang aja kok, nanti aku bakal bawa ke rumah disana biar nggak ngerecokin.” Jelas Diandra yang tahu kalau di rumah itu tidak boleh ada hewan.
“ Mau di kasih nama siapa.?” Tanya Sofia lagi.
“ Belum kepikiran, kamu suka kucing juga.?”
“ Suka, tapi sayang papa nggak ngizinin.”
“ Ya udah kalau gitu kamu sering-sering aja ke rumah disana biar bisa main bareng.”
“ Sekarang aja kita kesana yuk, kebetulan aku juga belum pernah main ke rumah itu.”
“ Tapi papa kamu nggak ada di rumah, emangnya boleh keluar rumah.”
Sofia kemudian menunjukkan ponselnya, kali ini dia akan meminta izin main di rumah yang di tempati oleh Diandra. Dan semua cemilan yang tadi dia ambil di kulkas ikut di bawa bersamanya saat itu juga.
**
Untuk pertama kalinya Sofia datang ke rumah yang di katakan milik papanya yang dia sendiri baru tahu kalau ternyata papanya pernah membeli rumah itu dan kini di jadikan tempat tinggal untuk Diandra dan Mbok Tati sama Mang Ujang.
Rumahnya tidak lebih besar dari rumahnya sekarang, tipenya kecil namun cukup untuk di huni oleh tiga orang. Halaman yang luas dan juga terawat membuat Sofia senang berada di rumah itu.
Kucing berwarna hitam putih itu di biarkan berkeliaran di halaman, Sofia memperhatikannya sambil terus tersenyum. Sedangkan Diandra berada di dalam rumah untuk menyiapkan tempat untuk cemilan yang di bawa Sofia tadi.
“ Kamu tau nggak, semenjak ada kamu hidupku benar-benar berubah.” Ucap Sofia sukses membuat Diandra terkejut.
“ Kok bisa.?”
“ ya karena kamu akhirnya aku bisa sekolah di luar, punya banyak teman, banyak melakukan hal yang sebelumnya tidak pernah ku lakukan. “
“ Tapi kamu juga harus ingat jangan sampai mengecewakan papa kamu, dia sayang banget sama kamu.”
“ Iya aku tau kok. Papa sayang banget sama aku, dan aku nggak bakal buat dia kecewa.”
“ Mau main bareng nggak.?” Ajak Diandra tiba-tiba.
“ Main apa.?”
“ Kamu kan anak kota dan sebelumnya nggak punya teman, kita main permaianan anak desa yuk.”
“ Hayuk, siapa takut.”
Sore itu Sofia dan Diandra memainkan beberapa permainan yang sering di mainkan anak desa yaitu parasit dari kantong kresek, gangsing dari tutup botol, hingga yang terakhir membuat telepon dari kaleng bekas.
Tentu saja semua itu tidak pernah di mainkan oleh Sofia sehingga ketika pertama kali memainkannya dia merasa sangat bersamangat, dia paling bersemangat setelah telepon dari kaleng bekas itu jadi.
“ Kita coba teleponnya ya.” Ucap Diandra mengambil sedikit jarak agar mereka dapat menggunakan telepon kaleng itu dengan baik.
“ Halo, putri Sofia. Apa kau dengar aku.?” Sahut Diandra seketika membuat Sofia takjub saat ia mendengar sauara itu dengan jelas dari kaleng yang ia pegang.
“ Ini hebat, aku bisa mendengar suaramu.” Balas Sofia antusias.
“ Kamu udah makan belum.” Lanjut Diandra.
“ Udah, kalau kamu.?”
“ Sama dong.”
Kemudian mereka berdua tertawa bersama, Sofia benar-benar menikmati permianan desa yang di ajarkan oleh Diandra kepadanya. Berkat Diandra lagi kali ini dia bisa mengenal permainan itu dan tentunya menjadi kesan tersendiri baginya.
Sayangnya Sofia tidak bisa berlama-lama bermain karena hari sudah semakin sore, papanya sebentar lagi pulang dan dia harus kembali sebelum papa Bian pulang.
**
Sofia terlihat menghampiri papa Bian yang sedang asyik menonton televisi, kemudian dia menjatuhkan tubuhnya di sebelah papanya dan papa Bian yang langsung merangkul putrinya dengan lembut.
“ Pah, aku mau nanya sesuatu boleh.?” Tanya Sofia lirih.
“ Boleh dong.”
“ Papa sudah lama sendirian semenjak mama ninggalin kita, papa nggak pernah mikir buat cari pengganti mama.?”
“ Bagi papa, mama kamu itu adalah belahan jiwa yang sulit untuk di gantikan.”
“ Belahan jiwa? Itu seperti apa pah.?”
“ Belahan jiwa itu seperti seseorang yang menemani kamu, seperti teman sejati tapi lebih dari itu.”
“ Seseorang di dunia ini yang tahu seperti apa kamu, dan yang lebih tahu tentangmu dari pada orang lain. Seseorang yang membuatmu terinspirasi untuk menjadi lebih baik, dan seseorang yang menerima dan mempercayai kamu sebelum orang lain yang melakukannya. Kamu hanya akan mencintai dia dan tidak akan ada yang dapat menggantikan sosoknya di benak kamu.” Jelas Papa Bian sukses membuat Sofia terharu mendengarnya.
“ Mama beruntung memiliki pasangan seperti papa.” Ucap Sofia menatap papanya lembut.
“ Papa yang beruntung telah di pertemukan dengan seorang wanita seperti mama, dan di berikan putri cantik seperti kamu.” Balas papa Bian sambil mencubit pelan pipi Sofia.
“ Aku berharap suatu saat nanti akan menemukan seorang pasangan seperti papa.” Sofia langsung memeluk papa Bian yang saat itu terpaku medengar ucapannya.
Papa Bian tidak bisa membayangkan jika suatu saat putrinya itu akan di bawa pergi darinya, bagaimana pun juga akan tiba waktunya saat Sofia menemukan pasangan hidupnya kemudian menikah dan membangun rumah tangganya sendiri.
Papa Bian belum bisa menerima kenyataan itu nantinya, dia masih melihat Sofia seperti putri kecilnya selama ini. Namun sayang waktu telah merubah segalanya, sekarang Sofia sudah tumbuh menjadi gadis remaja dan hal itu tidak dapat di pungkiri lagi oleh papa Bian.