SERBA TOGE

1245 Words
Suasana canggung terjadi di kamar Sofia. Kini ada lelaki berpiyama yang duduk di pinggir ranjang miliknya. Wanita itu tidak berpikir untuk mengusir Rafael dan membiarkan lelaki itu tidur di lantai. Tapi ... tidur bersama bukan pilihan yang baik. Melihat Sofia yang tidak tenang, Rafael merasa kalau dia harus mengambil tindakan. Dia tentu tidak akan membiarkan istrinya terus gelisah seperti sekarang. Bahkan wanita itu terlihat mondar-mandir. Dia tahu pasti, Sofia dalam kebingungan. "Biar aku tidur di lantai saja. Kamu tidak perlu panik seperti itu. Lagipula aku tipe orang yang patuh terhadap peraturan. Apa yang sudah kita sepakati dalam kontrak tidak akan aku langgar." Rafael melangkah ke arah sisi ranjang yang lain dan mengambil bantal. Pria itu meletakkan bantal yang dia ambil ke lantai. "Kamu tidak perlu melakukan itu, Raf. Kita bisa berbagi ranjang. Aku tahu kamu pasti tidak akan macam-macam." Sofia yang merasa tidak enak berusaha untuk memberikan kepercayaan pada Rafael. "Tidak, Sofia. Aku tidak masalah tidur di lantai. Sekarang naiklah ke ranjangmu. Selamat malam." Rafael merebahkan diri ke lantai dan memejamkan mata. Tidak peduli pada Sofia yang menatapnya bingung. Sekarang Sofia duduk di pinggir ranjangnya. Sesekali dia menatap ke arah Rafael yang tidur meringkuk. Wanita itu bangkit dan berjalan ke arah lemari pelan-pelan. Mencari selimut simpanan di sana dan membawa selimut tebal bermotif bunga itu ke arah Rafael. Wanita itu menyelimuti tubuh Rafael dengan hati-hati. Ada rasa tidak tega saat melihat lelaki itu tidur di lantai tanpa kasur, tetapi Sofia juga tidak bisa berbagi kasur dengannya. Dia hanya ingin berbagi ranjang dengan orang yang dia cintai, sementara Rafael bukan orang yang sesuai dengan kriterianya. Sofia meninggalkan Rafael dan naik ke atas ranjang. Wanita itu memandangi langit-langit kamarnya dengan seksama. Bayangan wajah Erwin ada di sana, kembali membuat air mata gadis itu mengalir deras. Entah sampai kapan rasa sakit itu terus mencekiknya. Wanita itu hanya bisa berharap kebahagiaan segera menyapa. Perlahan dia mencoba untuk memejamkan mata. Melupakan kepedihan yang masih saja terasa. Seandainya saja perselingkuhan itu tidak pernah ada, mungkin malam ini dia bisa terlelap dalam pelukan Erwin. Argh! Sofia benci pada pikirannya sendiri. Dia selalu memikirkan mimpi bersama Erwin yang jelas-jelas sudah pupus. "Apa di sana kamu tidak memikirkan aku, Erwin? Apa Farah memang jauh lebih menarik dariku, hingga kamu lebih memilihnya? Kenapa kamu begitu tega terhadapku, Erwin? Apa salahku padamu, sampai kamu tega berbuat seperti ini padaku? Kamu jahat, Erwin!" Sofia kembali membuka mata. Wanita itu mengubah posisi tubuhnya miring ke kanan, memberikan jalan pada air matanya yang kembali meleleh. Luka yang dia rasakan begitu menganga. Berusaha bersikap biasa saja justru membuat wanita itu semakin sakit. Di hadapan Erwin, dia bisa terlihat begitu tegar. Tapi itu tidak berlaku saat dia sedang seorang diri. Hati Sofia tidak hanya retak, tetapi hancur. Hal itu mengakibatkan dirinya selalu menitikkan air mata. "Berhentilah menangis, Sofia. Besok kamu harus ke kantor. Jangan sampai karyawan berpikir aku menyiksamu setelah kita menikah." Itu suara Rafael. Maksud lelaki itu baik, dia tidak ingin Sofia terus larut dalam kesedihan. "Kamu belum tidur?" Sofia menghapus air matanya. Mengubah posisi tidurnya menjadi setengah duduk. "Suara tangisanmu membangunkan ku. Kamu butuh teman bercerita? Atau ... aku bisa membacakan sebuah dongeng untukmu kalau kamu mau." Rafael yang gagal memejamkan mata juga duduk dan mengamati Sofia dari tempatnya berada sekarang. Wanita itu tersenyum tipis. Beruntung ada Rafael, setidaknya lelaki itu selalu memberikan respon setiap dia merasa kehancuran datang menghimpit dan menyesakkan dadanya. "Aku bukan balita, Raf. Tidak perlu repot-repot membacakanku dongeng sebelum tidur." "Siapa bilang dongeng hanya untuk balita? Kamu tahu, terkadang orang dewasa juga membutuhkan dongeng sebelum tidur. Seperti kamu sekarang, kamu memerlukan seseorang yang mau menceritakan hal-hal indah supaya matamu bisa terpejam. Bukan begitu?" Rafael tersenyum. Dia ingin menunjukkan sisi lembutnya pada Sofia. "Apa itu efektif untuk orang yang sedang patah hati sepertiku? Madu pun terasa pahit saat aku yang menelannya." Wanita itu tampak putus asa. "Kamu mau mencobanya? Aku akan bercerita untukmu. Sekarang berbaringlah Sofia. Pilih posisi tidur yang nyaman." Seperti sihir, Sofia mengikuti apa yang diperintahkan oleh Rafael. Wanita itu berbaring dan memeluk guling yang sudah menemaninya tidur selama beberapa tahun belakangan. "Kamu sudah siap?" Rafael memeriksa. "Ehem. Bercerita lah untukku, Raf. Aku harap dongengmu manjur untukku." "Dengarkan baik-baik, aku akan mulai bercerita." Rafael mulai bercerita. Lelaki itu merangkai kata sesuai imajinasinya untuk menghibur Sofia. Wanita itu menyukai cara Rafael bercerita, hingga tanpa sadar rasa kantuk mulai menghampiri. Di detik selanjutnya, Sofia telah terpejam menyambut mimpi. Rafael tersenyum dan terus memandangi wajah damai dalam tidur milik istrinya. "Aku mungkin datang di kehidupanmu di saat yang tidak tepat, tetapi aku akan membuat kamu merasa beruntung bertemu denganku sekarang. Perlahan, aku akan mengobati luka hatimu dan membuktikan bahwa kamu sangat layak untuk mendapatkan cinta sejati. Sebuah perasaan tulus yang akan membuatmu mengerti, masih ada lelaki yang memujamu layaknya bidadari." --- "Selamat pagi ... Sofia ... Rafael. Kalian cepat sarapan. Mama sudah membuat hidangan spesial untuk kalian. Lihatlah," Wanita itu membuat perhatian Sofia dan Rafael tertuju ke arah meja makan. "Sup toge, tumis toge, bakwan toge, semuanya serba toge, Ma?" Sofia keheranan. Mengajukan pertanyaan itu kepada Rahma, ibu mertuanya. "Sudah, kalian duduk dulu. Kalian tahu, toge itu bagus untuk kesuburan. Mulai sekarang kalian harus banyak makan toge supaya cepat ada Rafael junior." Rahma terlihat heboh, sementara Rafael dan Sofia hanya saling pandang sambil tersenyum geli. "Ma, berhentilah membicarakan bayi. Kami sudah bilang kalau belum ada niatan untuk ke sana. Sofia juga masih sibuk. Banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan. Akan merepotkan kalau kami memiliki bayi sekarang." Rafael memberikan penegasan. Dia juga tidak ingin mamanya terus membahas soal bayi sementara pernikahan antara dia dan Sofia hanya sementara. "Sofia, apa kamu menolak untuk memiliki anak? Kamu lebih mementingkan karirmu? Kalian sudah cukup dewasa. Untuk apa menunda lagi? Usiamu sekarang berapa? Wanita yang sudah menikah mestinya tidak menunda kehamilan. Itu tidak baik, Sofia. Mama tidak setuju." Rahma terlihat emosi. Tampaknya wanita itu memang benar-benar menginginkan seorang cucu. Sofia jadi merasa bersalah. "Bu-bukan begitu, Ma. Aku hanya menunda dalam beberapa bulan saja. Setelah itu kami akan segera program kehamilan. Iya, 'kan, Sayang?" Sofia memberi kode agar Rafael mendukung aktingnya. "Haha, iya. Begitulah, Ma. Jadi Mama tidak perlu khawatir. Kami pasti akan memberikan bayi yang manis dan lucu untuk Mama." Rafael berusaha tersenyum dengan susah payah agar terlihat natural di hadapan mamanya. Jangankan memiliki anak. Menyentuh Sofia saja dia tidak pernah. Kecuali wanita itu yang mau melakukan sentuhan tahap wajar. Seperti saat ada Erwin datang ke kantor beberapa saat yang lalu. "Mama senang mendengarnya. Sekarang kalian cepat makan." Keduanya mematuhi perintah Rahma. Menikmati sarapan pagi tidak biasa yang bertujuan untuk kesuksesan program hamil. Seandainya Rahma tahu kalau mereka tidak benar-benar menikah, mungkin hati wanita itu akan hancur berkeping-keping. Di perjalanan menuju ke kantor. "Kamu kenapa memberi Mama harapan, Sof? Kita tidak akan pernah memiliki bayi dan kamu tidak perlu melakukan itu." Rafael membahas pembicaraan mereka dengan Rahma di ruang makan beberapa saat yang lalu. "Kasihan, Raf. Lagipula masih ada banyak waktu untuk menjelaskan ke Mama tentang kita. Biarkan dia sedikit lebih tenang terlebih dahulu." "Menurutmu sebaiknya begitu? Baiklah. Lagipula Mama aneh. Kita baru menikah beberapa hari dia sudah heboh soal cucu. Dia tidak tahu kalau anaknya terancam menjadi duda sebentar lagi." omel Rafael yang sukses membuat Sofia terkekeh. "Biasa orang tua begitu. Lagipula, kamu kenapa lebih memilih menjadi peliharaan tante-tante kaya? Harusnya kamu menikah dan menjalani hidup seperti orang normal." Sofia kini tengah mengajukan protes pada suaminya. "Aku masih ingin bebas, Sofia. Tapi ... kalau menjalani kehidupan rumah tangga denganmu, aku bisa mempertimbangkan." "Siapa juga yang mau menjalin hubungan serius denganmu. Kepedean!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD