4 : Berangkat

1300 Words
Di sebuah tanah lapang luas ada banyak orang berkumpul serta suara-suara ramai, sesekali tangan mereka menghalau sinar matahari yang menerpa wajah. Meski masih pagi, tapi cuaca kali ini cukup cerah karena sudah memasuki musim panas. Sebuah keluarga nampak sedang berdiri tak jauh dari kerumunan di lapangan, ketiganya adalah keluarga Seruni. Hari ini adalah jadwalnya ia pergi melaksanakan KKN, mahasiswa dan mahasiswi diharuskan berkumpul di lapangan kampus terlebih dulu sebelum keberangkatan. Kiswoyo dan Rahel, orangtua dari mengantarkan keberangkatan sang anak. Beberapa anak lain juga tengah diantar oleh orangtua mereka, meski sang anak sudah beranjak dewasa, tapi di mata orangtua seorang anak tetaplah bayi kecilnya yang butuh kasih sayang. Seruni tidak mau tatkala orangtuanya mengantarkan dirinya, justru ia senang, ini adalah bentuk kasih sayang mereka pada dirinya. "Kamu hati-hati selama KKN, taati peraturannya, jalankan tugas-tugas kuliahnya dan juga jangan lupa sholat." Kiswoyo berujar, ia memberi pesan pada anak semata wayangnya. "Iya, Ayah. Aku akan melakukannya dengan baik." Seruni mengacungkan jari jempolnya. Rahel pun terkekeh pelan, mereka bertiga seperti keluarga yang harmonis. Seruni mengalihkan pandangannya pada sekitar, kelompoknya masih tercerai berai dan belum berkumpul. Di sisi barat ia menemukan Sahel yang tengah berbincang dengan seorang dosen, lalu bergeser sedikit lagi ada Venska serta Siska yang sedang ngadem di bawah pohon rindang. Ada pula Yudi dan Roni sedang duduk di atas motor yang letaknya tepat di samping lapangan, sedangkan yang lain entah ada di mana. Di titik Seruni berdiri ini lah tempat kelompoknya seharusnya berkumpul, Amel pun belum terlihat batang hidungnya. Di depan sana ada beberapa dosen sedang berjalan menuju ke tempat mikrofon berada. Ada Bu Ina, Pak Asrahaja dan juga Pak Heri Susilo yang merupakan rektor kampus. Pak Heri menaiki podium mini, ia mengetuk mikrofon beberapa kali hingga terdengar bunyi nyaring menggema ke dalam telinga. Orang-orang yang ada di sana sontak meringis pelan, telinganya berdengung. "Test test, dicoba." Suara Pak Heri terdengar. "Runi, kita pulang dulu, kamu jaga kesehatan di sana ya. Kalau ada waktu senggang jangan lupa telepon." ujar Rahel. "Baik Bu." Seruni mencium telapak tangan ibu dan ayahnya, selanjutnya mereka pun undur diri karena acara pelepasan singkat ini akan dimulai. Setelahnya Kiswoyo dan Rahel pun undur diri. Baru lah ketika Pak Heru memberi intruksi untuk berkumpul, kelompok Seruni langsung merapat ke tempatnya. "Hah, berat banget." Amel, gadis itu sedang menyeret koper besarnya sambil terengah-engah. Seruni mengerutkan keningnya, ia membawa koper tapi tak sebesar milik Amel. "Isinya apa aja tuh, gede banget." Yudi Isnaeni menyahut, lalu diangguki oleh Roni. "Dilarang kepo!" Balas Amel sambil menggoyang-goyangkan jari telunjuknya. Yudi mendengus pelan. Venska dan Siska sudah datang, mereka mengambil barisan paling belakang dan agak menjauh dari kelompoknya. Tidak mengherankan, dua orang gadis itu memang terkenal sombong dan angkuh, mereka anti berdekatan dengan mahasiswa dan mahasiswi lain. Samirah dan Putri juga telah bergabung, pun dengan Sahel yang menyudahi bincangnya dan sedang berjalan ke arah mereka. "Sudah kumpul semua?" Tanya Sahel, ia adalah ketua kelompok ini, ditangannya memegang kertas yang berisi list nama-nama anak buahnya. "Masih kurang." Sahut Roni. "Siapa?" "Handi sama Dayu deh kayaknya." Putri, gadis berusia duapuluh satu tahun menjawab. Sahel menganggukkan kepala pelan, berharap semoga dua orang itu segera datang sebelum pemberangkatan. Pak Heri memberikan sambutan singkat dan juga wejangan-wejangannya, kelompok Seruni sudah berbaris dengan rapi sembari mendengarkan sambutan sang rektor. Roni, si pemalas yang selalu menganggap semuanya mudah sedang menguap lebar-lebar, matanya memerah menahan kantuk. Amel berdecak pelan, sial sekali ia harus sekelompok dengan Roni. Namun, beruntungnya di kelompoknya ada sang sahabat, jadi kegiatan ini tidak terlalu membosankan. Asrahaja Wiyoko, dosen pembimbing kelompok Seruni memperhatikan anak bimbingannya, ia menghitung jumlah mereka dan mencocokkannya dengan daftar. "Bus kalian sudah siap, setiap bus diisi oleh satu kelompok dan akan membawa kalian ke tempat KKN masing-masing." Pak Heri menunjuk beberapa bus mini yang tengah terparkir di lapangan luas sana. "Ehh, Han." Sahel memanggil nama Handi. Handi Tijaya, ia baru sampai di lapangan dengan keringat menetes. "Maaf ya terlambat, ban mobil kempes di jalan." sahutnya, Handi merasa bersalah karena ia datang terlambat. "Santai aja, masih pidato tuh Pak Herinya." Roni membalas sambil menunjuk sang rektor. "Jadi, cuma kurang Dayu aja nih." "Sepertinya begitu." Balas Putri. Pak Heri mengakhiri pidato singkatnya, seperti dosen-dosen lainnya, ia mengharapkan agar anak-anak didiknya bisa melaksanakan KKN dengan baik dan pulang dengan hasil membanggakan. Asrahaja mendekat pada mahasiswa bimbingannya, ia mengarahkan mereka untuk segera masuk ke bus mini yang telah disiapkan. "Masih kurang satu mahasiswa ya." ucapnya. "Iya pak, kurang Dayu." Sahel menjawab. Asrahaja menganggukkan kepala pelan. "Baiklah, kalian masuk ke bus lebih dulu, sambil dihubungi ya temannya, sebentar lagi kalian akan berangkat. Semangat!" Mereka pun menaiki bus mini itu, Seruni dan Amel duduk di bangku paling belakang, mereka berdua bersisihan. Sahel masih berada di ambang pintu memantau kedatangan Dayu agar teman sekelompoknya itu tidak salah memasuki bus, banyaknya bus yang berjejer membuat mahasiswa bisa saja tertukar kendaraan. "Si Dayu mana sih ini, lama bener." "Kesasar mungkin." Yudi menyahut sambil terkekeh pelan. Sahel mendekat ke arah mereka sambil berkata, "Kalian ada yang punya nomornya Dayu?" Hampir dari mereka semua menggeleng, Dayu menghela napas kasar. Melirik jam ditangannya, ini sudah hampir pukul sembilan. Bus-bus dari kelompk lain sudah berangkat, tinggal beberapa saja yang tersisa. "Run, mau?" Amel menawarkan snack kentang pada Seruni. Gadis itu menerimanya, ia mengambil tiga potong keripik dan mengunyahnya. Ia mengedarkan pandangan ke luar karena posisinya saat ini berada di dekat jendela. Tepat di bawah pohon rindang sana berdiri seorang remaja laki-laki yang juga sedang menatap Seruni, ia adalah Iman. Tatapan matanya seolah-olah memberikan peringatan tanda bahaya, ia juga menggelengkan kepala dengan pelan. Handi, mahasiswa yang duduk diseberang jok Seruni mengikuti arah pandang gadis itu, matanya agak melebar saat mendapati sosok arwah di sana. Ya, Handi juga memiliki kemampuan melihat hal-hal gaib. Laki-laki itu melirik ke arah Seruni dan memperhatikannya sekali lagi, Seruni masih setia manatap obyek yang sama. "Run, mau lagi?" Amel menggoyangkan bahu sahabatnya, membuat sang empu tersentak. "Ehh, apa?" Saat Seruni menoleh pada Amel, saat itu pula ia bertatapan dengan Handi yang sedang menatapnya menelisik. Buru-buru Seruni memutus kontak mata mereka, ia berpura-pura sibuk dengan Amel. "Mau keripik lagi?" Sekali lagi Amel menawari. Seruni menggeleng. "Sudah cukup." "Ohh, baiklah kalau begitu." ujarnya. Amel menyantap camilannya, sedangkan Seruni kembali melihat ke arah tempat Iman, sudah kosong! Laki-laki itu telah menghilang. Seruni belum memutuskan untuk membantunya atau tidak, ia belum tahu. "Hel, mana sih Dayu? Kita udah karatan nih nunggu dia." Venska berujar dengan nada kesal. "Iya nih, tinggal aja udah." Siska menimpali, ia adalah teman dekat Venska, sifat dan tingkahnya hampir sama persis. "Sabar, tunggu sebentar." Balas Sahel, sebagai ketua kelompok ia dituntut untuk sabar dalam menghadapi kawan-kawannya. Sahel adalah mahasiswa paling cerdas di kampus itu, tidak heran jika dirinya ditunjuk sebagai ketua. Venska mendengus kesal, berapa lama lagi ia harus menunggu? Sahel berbalik menuju pintu, ia setia mengamati ke luar, menunggu satu temannya yang belum datang. "Nah, itu Dayu." Sahel berucap dengan semangat. "Day, sini." Tangan Sahel melambai-lambai pada Dayu, membuat sang empunya segera datang ke arah bus mini khusus kelompoknya berada. Dayu berlari menuju bus, ia memakai celana panjang serta kemeja berwarna abu-abu, rambutnya disisir dengan rapi. "Maaf aku terlambat." "Lama bener sih." Gerutu Siska saat melihat Dayu tiba tepat didepannya. Dayu hanya menunduk dan diam, ia tidak berniat membalas ucapan Siska. Seruni melirik ke arah Dayu sebentar, masih sama seperti biasanya, terkesan misterius dan pendiam. "Kelompok kita sudah lengkap, sebelum berangkat mari kita berdoa dengan kepercayaan masing-masing." Sahel memberi intruksi. Mereka pun berdoa sejenak. "Selesai. Sudah tidak ada yang ketinggalan kan? Kita akan berangkat sekarang." "Lengkap-lengkap." Balas Amel. Sahel mengintruksikan supir agar melajukan kendaraan. Dayu duduk sendirian di bangku paling belakang, tepat di belakang Seruni. Lelaki itu setia dengan kesendiriannya, ia memang dikenal sebagai mahasiswa yang anti sosial.  Seruni bersedekap tangan, ia masih memikirkan tentang Iman. Sosok arwah itu ada hubungannya dengan Desa Rogokepaten, semoga saja sosok itu bisa memberinya informasi seputar desa terpencil ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD