4. Empat

2271 Words
Gerald memyeret Keyara memasuki apartemen pribadinya. Keyara yang takut, terus memberontak dan menangis. Gerald menghempaskan tubuhnya ke Sofa ruang tamu. "Apa kamu masih mencintai saya?" tanya Gerald tiba-tiba yang membuat laju jantung Keyara berhenti seketika. "A .. apa?" tanya Keyara terbata. "Apa kamu mencintai saya?" ulang Gerald lagi. "Iya." "Kamu milikku sekarang." ucap Gerald penuh dengan keangkuhan. Keyara mematung, tidak mengerti maksud dari Gerald. "Apa sekarang kita pacaran?" tanya Keyara polos. Gerald menatapnya tajam. Sebelum menjawab. "Tidak." "Terus kenapa? aku cinta sama kak Gerald." ucap Keyara lirih. "Lupakan!" jawab Gerald acuh. ***** Gerald tak pernah merasa senyenyak ini saat tertidur. Merenggangkan otot-ototnya yang Kaku. Gerald baru sadar kalau ia tidak tidur sendiri. Gerald meraba sofa sampingnya, namun tidak ada orang. Gerald membuka matanya cepat. Namun ia masih belum menangkap keberadaan Keyara. "Ara!" teriak Gerald keras. Ia juga melangkahkan kakinya ke kamar mandi juga dapur. Tapi nihil. Gerald mengacak rambutnya cemas. Kemana gadis itu pergi. Buru-buru Gerald membersihkan tubuhnya. Mengganti pakaian, dan beranjak melajukan mobilnya. Di tempat lain, Keyara tengah menunduk takut. Kali ini tidak ada yang membelanya dari amukan raja singa. Ayahnya yang selalu memanjakannya, kini marah besar. "Kamu pikir ayah gak khawatir saat kamu semalam gak pulang?" bentak Regan dengan emosi yang meluap-luap. Salahkan Santi yang lupa mengatakan kalau Keyara tidur di rumahnya pada Regan. Al hasil, semalaman suntuk semua orang sibuk mencari keberadaan Keyara. "Kamu itu perempuan, apa kamu pikir bagus untuk perempuan kelayapan tengah malam?" Bentak Regan lagi. Apa yang bisa di lakukan Ara selain menunduk? tidak ada. Bahkan bundanya juga tidak berani membela. Pakaian Keyara makin kusut saat ia remas-remas sendiri. Gugup, takut dan gelisah. Apalagi kakinya juga sakit karena berjalan, belum lagi tadi ia sempat kesasar di semak-semak saat melewati jalan pintas. Membuat banyak luka gores di kakinya. Apartemen Gerald sangat jauh, membuat Keyara harus menempuh jalan terabasan yang banyak di tumbuhi rumput-rumput liar. "Semalaman kamu kemana?" tanya Regan tajam. "Yah, biarin Adek istirahat dulu." ujar Kris menengahi. Ia tidak tega melihat adiknya di pojokkan begini. "Kris, cepat berangkat sekolah!" perintah Regan tak terbantahkan. "Ayah jahat!" teriak Keyara merangsak maju, memukuli d**a ayahnya. "Kemarin saat pesta ada yang menyekap ku di gudang, dan ayah juga tidak mencari ku. Hikss, tapi sekarang ayah marah-marah!" teriak Keyara mengencangkan tangisannya. "Semua jahat pada Keyara. Ayah tidak peduli lagi dengan ku. Bunda juga, apagi kak Keenan yang sama sekali tidak berusaha mencari ku. Hiksss, aku takut gelap. Tapi tidak ada yang puduli. Hiksss hiksss." tangisan Keyara pecah. Membuat seseorang yang sedari tadi melihat drama keluarga itu mematung. Keyara berlari keluar rumah. Tak menghiraukan teriakan dari keluarganya. Inilah sifat buruk Keyara. Kalau dia sedang marah, pasti dia akan kabur. "Keyara!" Kris mengejar adiknya yang terus berlari. "Pak tutup pagarnya!" teriak Kris pada kedua satpam yang tengah berjaga. Gerald hanya menyaksikan tanpa tau harus bagaimana. "Ara jangan pergi!" cegah Kris mencekal tangan adiknya yang langsung di tepis. Namun, cekalan tangan Kris makin menguat. Dengan kekuatan penuh, Keyara menendang kuat kaki Kris. Yang langsung membuat Kris jatuh terduduk. "Kenapa semua hobby menyakiti tanganku?" teriak Keyara dengan nafas memburu. Kemarin Gerald, sekarang kakaknya. Apa mereka pikir tangannya tidak sakit. Pandangan Keyara bertubrukan dengan Gerald. Keyara menatap Gerald penuh benci. "Kenapa kamu kesini?" sinis Keyara. "Adeknya kakak yang cantik, udah ya marah-marahnya. Ayo sini sama kakak." bujuk Kris lembut. "Bodo amat!" ketus Keyara berlari kearah pagar. Mereka memandang punggung Keyara yang semakin menjauh. Mereka tak khawatir karena pagar sudah di kunci rapat. Namun, sedetik kemudian mereka menganga. Dengan gerakan lincah Ara menaiki pagar yang menjulang tinggi. "Putriku!" teriak Mika histeris. Ia berlari menyusul putrinya. Takut terjadi apa-apa. Namun gerakannya kalah cepat. Keyara sudah melompat turun dan berlari menjauhi rumah. "Mas, ini semua salah kamu. Ngapain coba tadi marah-marah gak jelas.?" amuk Mika pada suaminya. Kris pun demikian. Ia menyalahkan ayahnya yang sudah jahat pada sang adik kesayangan. "Nek, tahan Keyara kalau dia ke situ!" ujar Keenan melalui sambungan telfon. Ia yakin kalau adiknya akan ke rumah nenek. Tidak mungkin adiknya kabur terlalu jauh. Keen diam bukan berarti ia tidak tau. Hanya saja, ia ingin melihat sejauh mana sahabatnya itu bermain-main dengannya. Kalau sampai adiknya kenapa-napa. Orang yang pertama Keen salahkan adalah Gerald. Sebagai kakak, tentu tanpa disuruh sudah pasti melindungi adiknya. Keen pura-pura tidak peka kalau adiknya menyukai Gerald. Itu ia lakukan agar persahabatannya dengan Gerald tidak renggang. Keen berharap, rasa yang dimiliki Keyara pada Gerald segera musnah. Bukan karena Gerald tidak baik untuk adiknya. Tapi, lebih ke Gerald yang akan menikah dalam waktu dekat. Mengetahui adiknya di bawa Gerald. Tentu saja Keen sangat marah. Bahkan ia ingin menghabisi sahabatnya saat itu juga. Tapi, istrinya selalu bisa mengendalikan emosinya. "Ayo ikut aku!" ajak Keen pada Gerald yang sejak tadi menjadi penonton setia. "Keen mau kemana?" tanya Mika masih dengan linangan air matanya. "Bunda tenang saja. Keen akan membawa pulang Ara. Udah jangan nangis. Ingat sama umur." canda Keen berharap bundanya tidak sedih. "Aku ikut kak!" ucap Kris yang sudah membanting tas ranselnya. "Kris, pergi kuliah kamu!" teriak Regan yang kembali memasang wajah sangarnya. "Tapi ayah, aku mau cari Keyara." sungut Kris tidak terima. "Serahkan semua pada kakakmu. Sekarang pergi ke kampus!" tegas Regan. Putra ke duanya itu sangat bandel. Umurnya sudah dua puluh satu tahun. Tapi pikirannya tidak benar-benar dewasa. "Keen, cepat cari adikmu. Dan Gerald, ayo kita ke kantor. Banyak urusan yang harus kita selesaikan." ucap Regan tak terbantahkan. Gerald mengepalkan tangannya kuat. Andai itu bukan Regan. Sudah pasti tendangan maut sudah dia layangkan. **** Sejak Regan pergi dari perusahaannya, Gerald tidak bisa tenang. Pikirannya melayang kemana-mana. Bahkan anak buahnya yang tidak tau apa-apa menjadi sasaran kekesalannya. Sudah mati-matian Gerald menahan emosinya saat dari tadi Regan terus mengoceh menjelaskan sesuatu. Apa pria itu tidak tau kalau dia sedang memikirkan putrinya? "Yogi!" teriak Gerald di alat pengeras suara yang terhubung langsung dengan sekertarisnya. Yogi buru-buru masuk ke ruangannya. "Ada yang bisa saya bantu, pak?" tanya Yogi sopan. "Apa jadwalku setelah ini?" tanyanya to the poin. "Ada meeting 30 menit lagi dengan Arham company, pak." Gerald mengusap kasar wajahnya. Kenapa pekerjaannya tak kunjung selesai. "Baiklah, silahkan keluar!" ucap Gerlad yang langsung diangguki Yogi. Gerald benar-benar tak fokus saat meeting berjalan. Beberapa kali, Yogi harus menegur atasannya itu. Hell Keyara hanya gadis kecil. Kenapa Gerald harus repot repot memikirkannya. Di rumah kakeknya, Keyara duduk di ranjang sambil memeluk boneka beruang besar yang dia beri nama Lili. Wajahnya ia tekuk masam. Benci kepada semua orang-orang. Hanya nenek dan kakeknya lah yang menyayanginya. Tapi, Keyara lebih memilih kabur di rumah Kakeknya dadi pihak ayah. Dia yakin, kalau ayahnya tidak akan kepikiran kalau dia di sana. Mengingat hubungan Regan dan ayahnya sangat tidak baik. "Cucu kakek lagi ngambek ya?" tanya Stevano yang tiba-tiba masuk kamar yang di tempati Keyara. Ia tadi olahraga di halaman belakang, tiba-tiba seorang pelayan memberi tahu kalau cucunya datang dengan wajah cemberut. "Kok diem aja?" "Ayah jahat, kek. Masak ayah marah-marahin aku." adu Keyara kesal. "Kamu nakal ya?" "Ihh keyara gak nakal, kek. Ayah aja yang jahat." Stevano tersenyum simpul. Tak menyangka cucunya sudah besar-besar. Air matanya menggenang di pelupuk mata. Walaupun putranya sudah punya tiga anak, hubungannya tidak pernah baik dengannya. "Apa kabar dengan ayah dan bundamu, sayang?" tanya Stevano lembut. "Baik Kakek. Kakek kenapa tidak ikut sama kami? kakek sendirian di rumah ini. Walaupun rumah ini seperti istana, pasti kakek kesepian. Iya kan kek?" oceh Keyara iba. Setevano hanya mengulas senyum. Apa yang ia tanam, sekarang ia tuai. Ia memang sendirian di rumah ini, walau banyak pelayan yang ia sewa tetap saja ia merasa sepi. Hanya kadang James dan putrinya sesekali datang berkunjung. "Kakek!" teriak suara nyaring membuat Setevano menoleh. Itu suara Felica. Putri satu-satunya James. Keyara mencebik sebal, ia paling tidak suka dengan Felica. Felica beda dua tahun diatasnya, tapi sifatnya masih sangat kekanakan. "Eh kamu ngapain disini?" pekik Felica girang berlari memeluk Keyara. Keyara berusaha melepas pelukan kakak sepupunya. Ia risih berdekatan dengan Felica. "Kenapa gak bilang sama aku, kalau kamu disini. Pasti aku akan cepat kesini." tercetak jelas binar kebahagiaan yang terpancar si wajah Felica. "Ngapain? pergi kamu. Aku mau sama Lili aja." ketus Keyara memeluk erat bonekanya. "Ini Lili ku!" ucap Felica yang ingin merebut boneka Keyara. "Liliku. Pergi kamu!" teriak Keyara yang tak terima. Jadilah mereka berdua berebut boneka beruang itu. Dan terjadilah aksi rebutan boneka antara gadis 20 tahun dan gadis 18 tahun. Sungguh memalukan. Keenan mengusap wajahnya, kemana lagi ia harus mencari Keyara. Adiknya itu selalu bersikap semaunya. Pasti adiknya juga belum sarapan. Memikirkan itu membuat ia gelisah. Belum lagi ia harus datang ke rumah sakit karena ada jadwal operasi. Bagaimanapun, nyawa orang lebih berharga. Mau tidak mau, Keenan menelfon Gerald untuk mencari gadis itu. Gerald yang mendapat telfon dari Keenan langsung bergegas keluar dari kantor. Tangannya mengotak atik ponselnya. Mencoba menghubungi ponsel Keyara. Beruntung ponsel Keyara aktif. Membuat Gerald dengan mudah melacak posisinya. "Ara, ngalah dong sama Felica." tegur Fifin, mama Felica. "Ini bonekanya, Ara. Ngapain harus aku kasih ke Felica." sentak Keyara tak mau kalah. Fifin merasa geram. Keponakannya itu selalu membantah ucapannya. "Keyara, ada yang mencarimu." ucap Stevano. "Siapa kek?" tanyanya bingung. Ia tidak akan pulang kalau yang menjemput bukan ayahnya. Ayahnya harus minta maaf karena sudah menyakitinya. "Keluar dulu, dan lihatlah siapa." Keyara buru-buru keluar dengan membawa Lili. Felica yang tak terima langsung mengejar Keyara sambil berteriak. Mengetahui Felica mengejar, Keyara mempercepat larinya menuju ruang tamu. "Akhhhh!!" Keyara jatuh tersungkur karena tidak hati-hati. Gerald segera beranjak membantu Keyara berdiri. "Bonekaku!" teriak Felica berhasil merebut boneka beruang itu. Keyara ancang-ancang mengejar, tapi tubuhnya di tahan Gerald. "Kak Gerald ngapain ke sini?" tanya Keyara kaget. Felica memandang Gerald dari atas sampai bawah. "Mas Gerald?" panggil Felica. Gerald mengerutkan alisnya. Siapa gadis itu?. "Mas, aku Felica. Dulu aku yang sering membawakan makanan untuk mas Gerald saat masih kuliah. Tetangga Mas Gerald saat itu." Jelas Felica. "Oh Ica ya. Maaf lupa." Gerlad tersenyum manis. Keyara menggertakkan giginya. Seberapa dekat Felica dengan Gerald. Sampai ia memanggil dengan sebutan 'Mas. Dan Gerlad memanggil 'Ica. "Aku kesini mau jemput Keyara. Dia harus pulang, ayahnya sudah mencari." ucap Gerald. "Kenapa tidak ayah sendiri yang kesini?" protes Keyara. "Ara! jangan kekanakan. Semua bisa di selesaikan baik-baik." desis Gerald. Keyara memalingkan wajahnya. Kesal, tentu saja. Dengan Felicia, Gerald memasang senyum. Sedang dengan dia, Gerald tampak lebih garang. "Gak mau!" tolak Keyara. Ia juga merebut boneka yang di pegang Felica. Yang sontak membuat Felica mengejarnya. Gerald mengusap wajahnya kasar. "Nak! di minum dulu tehnya!" ujar Stevano setelah pelayan menghidangkan Teh di meja. Gerald hanya mengangguk sambil matanya tak lepas dari Keyara yang berusaha menyembunyikan bonekanya. "Mereka memang seperti itu. Padahal aku sudah membelikannya masing-masing." ujar Stevano terkekeh. "Keyara, jangan lari-lari. Nanti jatuh." teriak Stevano. "Kakek! ini bonekaku kan? katakan pada mahkluk jelek itu. Jangan merebutnya dariku!" adu Keyara memeluk lengan kakeknya. Stevano tersenyum kecil. "Felica, jangan ganggu adikmu. Kamu sudah besar!" "Tapi kakek. Itu kan bonekaku. Dia yang merebutnya." ucap Felica tak mau kalah. Kepala Gerald rasanya ingin pecah melihat perdebatan konyol itu. Mereka sudah besar-besar. Kenapa berantem karena masalah boneka? "Mas Gerald, bonekaku. Tolong dong ambilin!" ucap Felica dengan manja. Ia juga bergelayut di lengan kekar Gerald. Gerald tersenyum tipis. "Keyara, siniin bonekanya!" perintahnya kepada Keyara. Buru-buru Keyara menyembunyikan di belakang tubuhnya. "Ara! jangan kekanakan. Cepat siniin!" titah Gerald tegas. Mata Keyara berkaca-kaca. Lagi, dia harus menangis gara-gara pria itu. "Nak, sebenarnya kamu ini siapanya Ara?" tanya Stevano penasaran. "Dia pacarku, kek!" ucap Keyara yang langsung duduk merapat di samping Gerald. Jadilah Gerald diapit oleh dua cewek. "Ayo pulang, sayang!" ajak Keyara menarik tangan Gerald. "Gak boleh!" teriak Felica memegangi tangan Gerald. Keyara menatap tajam kakak sepupunya itu. Ingin mencakar, bahkan menendang manusia planet yang sangat menyebalkan. "Ini kak Gerald ku!" desis Keyara tajam. Stevano memijat pelipisnya. Jarang sekali cucunya berkunjung, saat berkunjung pun kenapa jadi ribut. "Keyara, lepaskan tanganmu!" geram Gerald membuat Keyara menggeleng. Ia makin merapatkan tubuhnya. "Keyara!" desis Gerald. Tapi kayaknya Keyara tetap kekeuh dengan pendiriannya. Geram? tentu saja Gerald geram. Dengan kasar ia menyentak tangan Keyara. "Cepat kasihkan bonekanya, dan kita akan pulang!" bentak Gerald membuat Keyara tersentak. Keyara memeluk erat bonekanya. Seakan ia tak mau kehilangan. "Cepat Keyara. Jangan sampai aku mengulangi untuk ketiga kali." desis Gerald. "Hentikan sikap kekanakanmu itu. Aku muak melihatnya!" Keyara menangis. Ia benci dirinya yang cengeng. Ia juga benci semua orang. Semua orang mengatakan dirinya kekanakan, tapi tak pernah mengatai Felica yang lebih kekanakan. "Sayang, jangan menangis." ucap Stevano menarik cucunya. "Aku benci semua orang! hikss," isak Keyara menutup wajahnya dengan Lili. Itu memang boneka Felica. Tapi, ia sudah memungutnya saat Felica membuang boneka itu. Bahkan dulu, Ara lah yang memandikannya saat Felica menjeburkan Lili di kolam ikan. "Keyara, sudahlah. Aku tidak suka banyak drama." ucap Gerald. Srevano menatap tajam pria itu. Tidak boleh ada yang membuat cucunya menangis. Seakan tak mempedulikan Stevano, Gerald menarik tangan Keyara. "Kenapa hobby sekali menarik tanganku??" jerit Keyara kesal. Mata Gerald menggelap. Selama ini semua orang tunduk padanya, tapi gadis kecil itu seakan suka sekali mencari keributan. "Ini! makan boneka mu sampai puas." jerit Keyara melempar Lili ke lantai. Ia juga menyiram Lili dengan Teh panas di cangkir Gerald. "Makan itu sepuasmu!" ucap Keyara berlalu pergi. "Keyara!" cegah Stevano yang tak di gubris Ara. Gerald buru-buru mengejar Ara. Menarik gadis itu menuju mobil. Keyara berontak. Ia tidak mau ikut dengan orang jahat. Gerald melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Acuh dengan tangisan Keyara yang makin keras. Ciiiit!! Gerald mengeram mobilnya. Membuat Kepala Keyara nyaris terbentur. "Berhentilah menangis. Aku pusing mendengar tangisanmu itu!" bentak Gerald. Keyara sudah berusaha menghentikan tangisannya, tapi tidak bisa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD