Aron Bertemu Kedua Orang Tuanya Nurani

797 Words
"Bukankah itu Aron?" tanya salah seorang dari dua perempuan cantik yang sedang memperhatikan seorang lelaki tampan dengan tubuh atletis yang sedang berlatih di gym. Lelaki itu telanjang d**a, otot-ototnya terdefinisi dengan jelas, dan kulitnya berkilap oleh keringatnya yang mengilap. Kedua perempuan itu mengetahui Aron Alexander dengan baik. Dia adalah keturunan dari keluarga Alexander, sebuah keluarga yang sangat kaya, tetapi ironisnya, dia masih menjomblo! "Iya, Aron Alexander. Dia sering datang ke sini untuk nge-gym," sahut perempuan di sampingnya, sambil menggenggam minuman kaleng yang belum disentuhnya. Mereka hanya memegangnya dengan tatapan terpaku pada Aron. "Aron sepertinya punya banyak pacar," keluh gadis dengan rambut kriting. "Ya, dia suka dengan gadis yang dekat dengan Tuan Dominggo!" Tidak dirahasiakan lagi bahwa Aron selalu bersaing dengan sepupunya, Dominggo Nelson Gabriela. Apa pun yang dimiliki oleh Nelson, Aron harus juga memiliki, termasuk gadis-gadis yang pernah dimiliki Nelson. "Aku rasa, Aron ini masih belum menemukan perempuan yang disukainya, makanya seperti itu," komentar gadis berambut lurus dengan nada mendalam. "Iya, aku rasa kita bisa menjadi perempuan yang diinginkan Aron." "Tidak! Kalau kita ingin menjadi perempuan yang diinginkan Aron, maka kita harus bisa menjadi perempuan yang diinginkan oleh Tuan Dominggo." "Iya, itu yang harus kita lakukan." "Caranya?" "Kita akan masuk ke Maple Group, dan melamar pekerjaan di sana, barulah kita akan bertemu dengan Tuan Dominggo." "Iya, itu lah satu-satunya cara." Sementara mereka merencanakan strategi tersebut, Aron selesai melatih ototnya dan duduk di sebuah kursi dengan asistennya yang setia. "Ada kabar apa?" Aron menegur lelaki yang mengenakan baju serba hitam itu. "Tuan Dominggo baru saja memiliki seorang gadis," ujarnya. Dia menunjukkan sebuah tablet di mana ia berhasil mendapatkan foto seorang gadis cantik yang dikirimkan oleh orang-orangnya. Aron segera meraih tablet itu, dan melihat seorang gadis cantik memakai rok putih dan kemeja putih, berambut panjang memasuki hotel. "Dia berbeda." Menurut pengetahuan Aron, gadis-gadis yang ditemani oleh Dominggo biasanya berpakaian seksi dan hedonistik. Namun, gadis ini mungkin baru ditemukan, dan kemungkinan akan berubah gaya nantinya seperti gadis-gadis lain yang pernah bersamanya. "Iya, itu yang saya pikirkan, Tuan," sahut Tedy, asisten yang dipercayai oleh Aron. "Kerja bagus. Kita akan menemui gadis itu." Aron mengembalikan tablet pada sang asisten. "Tapi Nona Soraya terus menghubungi saya, Tuan." "Di mana dia?" Aron mulai merasa bosan dengan Soraya, karena gadis itu sudah tidak lagi menarik baginya. Terlebih lagi, mereka sudah pernah bersama sebelumnya. Jadi untuk apa Aron harus kembali kepada Soraya. "Dia berada di kantor Tuan," sahut Tedy. "Biarkan saja dia, ayo kita kembali ke mansion. Aku mau ganti baju. Aku harus segera bertemu dengan gadis itu dan melihat keadaannya." "Gadis itu sepertinya kurang menyukai uang!" sahut Tedy. "Oh, iya? Kamu tahu dari mana?" "Saya mendengarnya dari beberapa orang." "Sangat menarik! Lalu untuk apa dia berada dekat Dominggo, kalau dia tidak membutuhkan uang," ujar Aron. "Saya juga tidak tahu, Tuan. Tapi mungkin gadis itu masih belum berpengalaman." "Aku akan memberikannya pengalaman pertama!" kekeh Aron dengan senyuman menawan yang membuat kedua gadis penguntit itu terkesima. "Aron gantengnya seperti pangeran," ujar si gadis berambut lurus, yang disambut anggukan dari gadis berambut kriting dengan wajah yang penuh kegembiraan. "Kita harus mencari ke mana lagi!" Pak Pandir telah berkeliling ke sana ke mari dengan uang yang sedikit. Namun, di kota besar yang ramai ini, mencari seorang gadis tanpa alamat adalah kesalahan besar. "Pak, ibu sangat haus," ujar ibu Nurani Cahya, istri Pak Pandir. Mereka sudah naik bus begitu jauh namun harus berhenti di sebuah tempat yang tidak jelas karena uang mereka ternyata tidak cukup. Sang sopir mengusir mereka karena setiap kali ditanya, mereka hanya menjawab mencari anak, namun tidak memberi tahu di mana alamatnya. "Pak, ini di mana?" tanya istrinya. Pak Pandir melihat ke depan ke sebuah gedung yang bergambar perempuan berpakaian seksi dan laki-laki hanya mengenakan celana, dengan otot-otot yang terdefinisi jelas. "Itu bacaannya Gym, Bu. Saya juga tidak tahu tempat apa itu. Banyak perempuan dan laki-laki keluar dari sana," sahut Pak Pandir. "Mungkin kita bisa bertanya pada mereka, Pak. Kita cari di mana Nurani," kata istrinya. "Apa mereka akan memberitahu kita?" tanya Pak Pandir. "Siapa tahu, Pak. Kalau tidak bertanya, kita akan tersesat di jalan," sahut Pak Pandir. Kemudian mereka berdua mendekat, ketika dua lelaki tampan hendak masuk ke mobil mewah. "Punten, saya ingin bertanya," ujar Pak Pandir. Tedy dan Aron yang hampir masuk ke mobil mewah di depannya berhenti. Mereka menatap seorang lelaki tua yang bersama seorang perempuan seusianya. "Ada apa?" Tedy menjawab. Lelaki tua itu memberikan foto anak perempuannya. "Namanya Nurani Cahya, dia anak kami. Kami kehilangan dia," ujar laki-laki itu. Tedy merasa pernah melihat perempuan itu, senyum terlihat di bibirnya. "Tuan, ini sungguh menarik," ujarnya. "Apa yang menarik?" tanya Aron. "Gadis yang orang tua ini cari adalah gadis yang bersama dengan Tuan Dominggo, sepupumu," jawab Tedy. Mendengar ini, Aron segera meraih foto itu. Ia terdiam sejenak, dan... "Bawa kedua orang tua itu bersama kita!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD