F O U R

1257 Words
Bangun dengan keadaan kepala yang begitu pusing seperti habis dipukul, Felix lantas menegakan tubuhnya untuk menatap ke sekitar. Sesaat kemudian, ia baru sadar jika masih berada di salah satu ruangan bar bersama dengan seorang wanita yang tertidur tanpa memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Ah iya, namanya Melisa. Kulitnya yang eksotis dan beberapa tanda merah yang ada di leher sampai buah d**a Melisa, membuat Felix kembali mengerang ketika gairahnya kembali terpancing. Ia lantas kembali memeluk wanita itu dari belakang, memainkan buah da*danya sambil sesekali menggesekan bukti gairahnya pada bo*kong Melisa. Melisa yang tadinya tertidur pulas, langsung membuka mata saat Felix tiba-tiba saja menindih tubuhnya lalu tanpa aba-aba langsung menyatukan diri. "Aahh..." Melisa mendesah lantaran serangan tiba-tiba itu. Mulutnya setengah terbuka saat Felix perlahan menggerakan tubuhnya. Astaga! Ia bahkan belum sepenuhnya sadar dan kini Felix justru menghajarnya, seakan pria itu tidak puas dengan apa yang mereka lalukan semalaman. Sementara Melisa sendiri yakin jika ia tidak akan bisa berjalan dengan benar setelah ini, menyadari bagaimana cara Felix memaju-mundurkan tubuhnya yang seakan meremukkan tulang Melisa. "Sh*t, Felix! Tidak bisakah kau sedikit lebih pelan?!" protes Melisa ditengah-tengah gerakan Felix yang semakin cepat. Namun anehnya Melisa justru merasakan kenikmatannya. "Aaahh..." ia lantas mendesah ketika Felix membalik tubuhnya dan membuat pria itu berada di atasnya. Melihat bagaimana cara Felix tersenyum miring dengan rambut yang sedikit berantakan, benar-benar membuat Melisa kehilangan diri dan justru kembali terpesona saat menatap bagaimana gagah dan kuatnya tubuh Felix saat ini. "Kau menyukainya, hah?" tanya Felix dengan nada yang menggoda, bahkan seakan tak puas ia juga menghentikan permainannya sejenak untuk menggoda Melisa. "Felix!" Melisa melayangkan protesnya sembari menatap Felix memohon. Demi Tuhan! Ia hendak sampai puncaknya tadi, sialnya Felix malah menghentikannya. "Tolonglah..." "Apa?" Felix ganti menggoda buah da*da Melisa yang sudah tegak dengan meniupkan udara panas tanpa berniat menyentuhnya, hal itu tentu saja semakin membuat tubuh Melisa melengkung lantaran menerima siksaan nikmat itu. "Please f*ck me harder, Felix." racau Melisa yang sudah tidak peduli dengan apa yang ia ucapkan. Yang terpenting baginya sekarang adalah bagaimana mengakhiri siksaan ini agar cepat berakhir. Dan untungnya Felix pun langsung menuruti ucapan Melisa itu dan kembali menggerakan tubuhnya dengan gerakan yang semakin cepat, sementara mulutnya sudah menangkup buah da*da Melisa seperti bayi yang kehausan. **** Elena mendengus kencang saat melihat Jacari yang terus saja berdiri di depan pintu perpustakaan pribadi miliknya dengan tubuh yang tegap. Pria itu bahkan sudah seperti patung penjaga di sana lantaran tidak bergerak sedikit pun sejak tadi. Hal itu tentu saja mengganggu Elana karena membuatnya tidak bisa fokus membaca buku. "Tidak bisakah kau duduk saja? Atau lebih baik kau keluar? Dari pada kau terus berdiri di sana seperti patung? Aku yakin kau pasti lelah berdiri di sana." protes Elena sambil menutup buku tebal miliknya dengan sedikit kencang. "Dia bahkan sama sekali tidak berbicara sejak tadi," lanjut Elana dengan suara yang pelan. "Tidak perlu, Nona. Saya sama sekali tidak lelah." Jawaban Jacari itu tentu saja membuat Elena semakin kesal. Ia lantas memilih untuk berdiri dan keluar dari perpustakaan diikuti oleh Jacari di belakangnya. Elena kemudian menghentikan langkahnya sebelum berbalik menatap bodyguard-nya itu dengan tatapan sinisnya. "Berhenti mengikutiku!" "Maaf, Nona. Tugas saya memastikan Nona tetap aman." "Demi Tuhan, Jac. Aku masih berada di dalam rumah. Apa yang perlu kau jaga?!" "Tuan sudah menyuruh saya untuk menjaga, Nona." Elena lantas menggeram pelan sambil mengepalkan kedua tangannya lalu kembali berjalan, tapi baru beberapa langkah ia kembali menghentikan langkah. "Kali ini aku serius! Jangan mengikuti aku!" "Tapi Nona-" "Aku ingin ke kamar mandi. Apa kau juga akan ikut?!" ucap Elena kesal. Dan kali ini Jacari pun terdiam, membiarkan Elena masuk ke dalam kamar mandi lantai bawah sementara dia sendiri berdiri di depan kamar mandi. Tak berapa lama Elena keluar, melirik sinis pada Jacari lalu melanjutkan langkah menuju kamar dan cepat-cepat mengunci pintu sebelum Jacari sempat berbicara. Elena lantas tersenyum puas setelah pintu terkunci. Ia kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang sambil menatap ponselnya yamg masih tidak menunjukan tanda-tanda pesan masuk dari Felix. Padahal ia sudah mencoba menghubungi kekasihnya itu sejak kemarin. Elena : Felix...kau baik-baik saja 'kan? Bagaimana dengan tanganmu? Elena : Maaf karena sudah mengacaukan semuanya. Elena : Tolong balas pesanku, Felix. Elena : Baiklah aku akan memberimu waktu sendiri. Hubungi aku ya jika sudah merasa lebih baik. Merasa jika pesannya tidak akan dibalas, Elena pun memilih menelpon Felix. Namun ternyata tetap tidak ada jawaban, sama seperti semalam. Elena lantas menghela nafas panjang sebelum menenggelamkan wajahnya di bantal dan mulai menyumpahi Felix dengan sumpah serapahnya. Sedangkan Jacari yang berada di luar kamar, diam-diam menahan senyuman lantaran merasa lucu dengan majikannya itu yang mengucapkan sumpah serapah dengan suara seperti anak kecil. Namun saat menyadari apa yang ia lakukan, Jacari seketika berdehem dan memasang wajah tanpa ekspresinya lagi. **** Bunyi ponsel Felix yang berada di atas meja membuat Melisa urung menyusul Felix ke kamar mandi. Sembari merapikan pakaiannya, ia lantas berjalan mendekat sebelum menyambar ponsel Felix dan melihat siapa penyebab ponsel itu terus berbunyi. Ternyata ada beberapa panggilan tak terjawab dan juga pesan yang belum dibaca di sana. Merasa penasaran, Melisa pun membuka ponsel Felix yang kebetulan tidak terkunci itu untuk mengetahui siapa yang mengirim pesan. Sweetheart Melisa seketika berdecih saat membaca isi pesan itu. Benak Melisa lantas bertanya-tanya, apa yang membuat Felix menyukai wanita itu? Dirinya bahkan jauh lebih baik dari pada Elena, si gadis manja itu! Lalu dengan senyum miringnya, Melisa sengaja menghapus pesan dari Elena, membuatnya seolah-olah wanita itu tidak pernah mengirim pesan. Setelah itu Melisa meletakan kembali ponsel Felix ke tempat semula dan bersikap biasa ketika Felix keluar dari kamar mandi. "Kau akan langsung pergi?" tanya Melisa sambil memberikan senyum cantiknya. "Iya. Ada yang harus aku urus," "Sayang sekali," Melisa menghela nafas panjang dengan ekspresi wajah sedihnya. "Padahal aku masih ingin bersamamu." Felix tersenyum miring, mendekati Melisa perlahan lalu mencium bibir wanita itu sejenak. "Lain kali kita bertemu lagi," "Kekasihmu pasti tidak akan senang dengan ucapanmu barusan," Melisa memainkan telunjuknya di da*da bidang Felix sembari menatap pria itu menggoda. "Jadi aku pikir akan susah untuk kita bertemu lagi." "Tenang saja. Dia tidak akan tahu," ucap Felix sebelum memangut bibir Melisa lagi. **** Malamnya, Elena berniat untuk menemui Felix di apartemen pria itu lantaran sejak pagi Felix belum juga membalas pesan darinya. Dengan langkah pelan, Elena menuruni tangga untuk menemui kedua orang tuanya, sekaligus meminta izin untuk keluar. Saat melewati tangga, Elena menemukan Jacari yang masih berdiri di sana. Pria itu menatapnya sejenak sebelum menunduk hormat pada Elena. Tapi Elena hanya mendengus dan berlalu begitu saja. "Ma, Pa!" sapa Elena sambil memeluk kedua orang tuanya itu dari belakang. "Hai, sayang." jawab Agatha, masih dengan pandangan ke televisi. Sementara Christoper langsung menoleh, menatap putrinya itu dengan satu alis terangkat. "Kau ingin ke mana?" Elena memberikan senyum lebarnya, berharap jika Christoper akan mengizinkannya untuk keluar. "Menemui Felix, Pa. Boleh ya?" "Boleh," Untuk sejenak Elena hanya mengenyit bingung ketika mendapati sanga ayah yang begitu mudah mengizinkannya kelaur. Padahal biasanya mereka harua saling adu mulut dulu untuk mendapatkan izin. Tapi meski begitu, Elena sedikit lega karena izin kali ini tidak sesuasah biasanya. "Baiklah kalau beg--" "Tapi bersama Jacari." lanjut Christoper. "Hah? Apa?" "Kau boleh pergi, asal bersama dengan Jacari." Christoper mengulangi ucapannya. Sontak saja Elena langsung menatap sinis Jacari sebelum beralih menatap Christoper dengan pandangan memohon. "Aku hanya sebentar saja, Pa. Jacari tidak perlu ikut, lagi pula aku bisa membawa mobil sendiri." "Terserah. Kau hanya punya dua pilihan, sayang. Kau ingat pilihannya?" Elena seketika mendengus. Dengan perasaan kesal ia pun segera berbalik lalu berjalan masuk dengan langkah menghentak. Saat melewati Jacari lagi, Elena menyempatkan diri untuk memberikan tatapan tidak sukanya pada pria itu. To be continue...

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD