Singkat cerita kami, yakni aku, Putri Shinta, dan Annaliese ditinggalkan di sebuah hutan yang bukan tempat tujuan kami. Kami benar-benar tidak tahu mengapa kami dibuang ke hutan seperti ini. Namun, satu hal yang pasti, saat ini sepertinya aku mengetahui mengenai siapa orang yang telah membuang kami dan siapa dalang yang berani menyerang istana.
“Putri, Putri tidak apa-apa?” tanya Annaliese.
“Maafkan saya, Putri. Saya tidak bisa melindungi Putri sehingga kami berada di sini,” kataku yang mencoba meminta maaf pada Putri Shinta.
“Ini semua pasti ulah Rahwana!” seru Putri Shinta.
Aku ingin sekali menyangkalnya namun di saat-saat seeprti ini aku lebih baik diam dulu saja. Karena aku tidak memiliki bukti yang kuat. Sebanrnya, alasan Putri yang mengatakan kalau Pangeran Rahwana yang menculik kami memang masuk akal mengingat sbeelumnya raksaksa itu datang dan terus menerus meneror Putri Shinta.
“Menurutku bukan, Putri,” kata Annaliese.
Aku mengaduh dalam hati mendengar Annaliese yang mengatakan hal tersebut.
“Maksudmu?” tanya Putri Shinta.
“Sepertinya ini bukan ulah Pangeran Rahmwana. Sepertinya dalang yang membuat semua ini adalah orang yang sangat menginginkan kalian pergi dari kerajaan.
“S-siapa?” tanya Putri Shinta.
Putri Shinta terlihet tengah menebak-nebak, “Putri, lebih baik Putri beristirahat dulu. Mari kita masuk ke dalam rumah itu. Saya akan membersihkan kamr putri terlebih dahulu,” kataku.
Kami memang di tinggal di sebuah rumah yang sangat kencil kalau dibandingkan dengan istana. Rumah itu terlihat rumah yang sudah tidak ditempati selama bertahun-tahun.
Aku pun langsung berinisiatif masuk terlebih dhaulu dan mengecek ekadaan di dalam rumah tersebut. Aku pun langsung membersihkan satu kamar yang terlihat bnegitu lebih besar ketimbang kamar yang lain. Setelah membersihkannya, aku pun keluar, di rumah itu memang hanya ada dua kamar saja. Benar-benar rumah yang sangat kecil untuk ukuran seorang Putri dan Pangeran.
“Siulakan masuk Tuan Putri, aku sudah membersihkan kamar untuk tuan putri,” kataku.
Lalu aku dan Annaliese pun membawa Putri ke kamar dan membiarkan Putri Shinta beristirahat.
Aku dan Annaliese pun langsung memutuskan untuk berjala di depan rumah, takut ada orang yang masuk.
“Bagaimana ini, Badrun?” tanya Annaliese.
“Kita tunggu saja sampai Pangeran kembali. Sepertinya ini semua bukan ulah raksaksa itu,” kata ku.
“Iya, aku juga merasa demikian,” kata Annaliese.
“Iya, aku percaya,” kataku.
“Mengapa begitu?” tanya Annaliese.
Kmau bahkan sudah mengatakannya tadi kepada Putri. Jadi bagaimana akau tidak mengetahuinya?” tanyaku.
Annaliese pun langsung nyengir lebar namun dair raut wajahnya aku sangta tahua kalau Ananliese sedikit merasa bersalah karena mengatakan hal itu kepada Putri. Kami memang mengetahui naisb mnereka namun kita tidak berhak memberitahunya seprti itu karena itu bisa membuat kita berdua tidak diterim aoleh Putri.
“Iya, jadi, apakah Pangeran Rama benar-benar akan dibawa ke sini?” tanya Annalies.e
“Aku yakin sekali kalau Pangeran juga akan tiba jadi lebih baik kita menunggu sjaa. Cepat akan lambat pangeran akan datang,” kataku mencoba meyakinkan Annaliese dengan mengatakannya beberapa kali agar Annaliese tidak mencemaskan apapun lagi.
Annaliese hanya boisa menganggukkan kepalanya.
“Kamu tentu sudah pernah membaca kisah ini bukan? Jadi siapa orang yang mengasingkan Putri?” tanyaku.
Di saat-saat seperyti ini aku merutuki diriku sendiri karena aku tidak benar-benar membaca kisah ini.
“Berdasarkan cerita yang aku baca. Orang yangpaling ingin menyingkirkan Pangeran Rama dan Putri Shinta adalah ibunya Pangeran Rama, namanya Kaikeyi.” Terang Annaliese.
Bagaimana mungkin seorang ibu ingin menghabisi anaknya sendiri? Akupun langsung berpikir kras, “Apakah Kaikeyi itu ibu kandnung Pangeran Rama?” tanyaku yang langsung penasaran. Karena rasanya tidak mungkin ada ibu kandung membuang anaknya sendiri.
Annaliese pun langsung menggelengkan kepalanya, “Tidak. Kaikeyi hanyalah ibu tiri. Beliau memang sangat menginginkan anak kandungnya yang menjadi raga bagi Kerajaan Kosala.” Terang Annaliese.
AKu kini paham mengapa Pangeran dan Putri Shinta dibuang ke hutan.
Aku dan Annaliese pun terus berjaga sampai malam menyelimuti kami. Akupun menoleh eka rah Annaliese yang ntah mengapa bisa tidu dengan cara menopangkan dagunya pada telapak tangannya. BErtopang dagu.
“Kamu bisa masuk angin kalau tidur di sini dan seperti itu,” kataku.
Aku pun langsung beriniosiatif untuk membawa Annaliese menuju ke kamar satunya lagi yang merupakan kamar kecil. Lebih kecil dari kamar Putri Shinta.
“Maaf,” kataku saat mengangklat tubuh Annaliese.
***
Sehari berlalu, Selama itu kami hanya bisa bertahan dengan cara memakan makanan apa saja yang ad adi hutan. Untungnya banyak makanan yang bisa dimakan di hutan jadi kami tidak sampai mati karena kelaparan.
Terlebih Annaliese mengetahui apa saja yang bisa di makan di dalam hutan.
Aku amsih menunggu pangeran datang karena aku merasa sangat cem,as dengan Pangeran Rama seperti istrinya. Putri Shinta yang sebelumnya dipenuhi dengan kebahagfaiaan kini berubah menjadi muram.
Aku sangat mengerti mengenai bagaimana rasanya mencemaskan sesorng yang sangat dicintai.
“Semoga Pangeran Rama dalam keadaan baik-baik saja.” doaku.
Tak lama kemudian, sebuah tandu datang mendekat. Jantungku berdegub dengan sangat kencang. Annaliese dan Putri Shinta yang ada di dalam rumah pun mendengar suara telapak kaki yang dtang kita mendekat. Telinga Putri shinta memang memiliki kekuatan menajamkan pendengaran.
Aku langsung masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rumah karena takut kalau orang yang datang adalah penjahat yang ingin membunuh mereka bertiga.
“Kalian tenang sja. Lebih baik untuk saat ini kita awasi saja melalui kaca jendela.
Tak lama kemudian, orang-orang pembawa tandu labusiam itu un berhnti di depan rumah kami. Aku jadi mulai menebak-benak mengenai siapa yang dikeluarkan dari dalam labu raksaksa itu.
Pengawal-pengawal itu pun mengeluarkan orang dari dalam tandu dan membaringkannya di teras di depan rumah gubuk yang ditempati oleh kami.
“Suamiku!” seru Putri Shinta yang langsung bangkit dan langsung membuka pintu. Aku dan Annaliese yang terklejut ppun langsung mengikuti jejak dari Putri Shinta.
Di depan teras kami, sudah ada Pangeran Rama yang kini tengah terbatuk-batuk namund ari batuknya itu mengeluarkan darah.
Pengawal yang membawa Pangeran Rama pun langsung pergi begitu saja.
“Apa yang kalian lakukan pada Pangeran Rama?” gumamku.
“Badrun, tolong suamiku, Badrun!” Seru Putri Shinta.
Aku pun langsung menganggukkan kepalaku dan langsung mengangkat tubuh berat miliki Pangeran Rama dan membawanya ke dalam kamar. Di sana., Annaliese pun langsung pergi, “Aku akan mencari obat-obat di luar, kamu tetap saja di sini menjaga mereka,” kata Annaliese.
“Tidak, lebih baik aku ikut denganmu untuk menari obat-batan itu,” kataku.
“Tidak, Badrun. Kau haru stetap berada id isni karena putri dan pangeran sangat membutuhkan kamu. Aku akan usahakan tidak lama dan akan langsung lekas kembali ketika mendapatkannya.
Kalau sudah begini aku sudah tidak bisa mencegah Annaliese lagi.
Putri Shinta pun langsung berlari