BAB 40

2125 Words
“Ratu? Siapa ratu kalian?” Vampire tersebut terus sibuk menyeringai melihat Ko Ji yang tak sabaran mendengar jawabannya. Tanpa terduga, ia menarik pedang Ko Ji yang langsung ia arahkan ke jantungnya sendiri lalu dengan sekuat tenaga hingga menembus ke belakang badannya. Ko Ji terbelalak melihat aksi bunuh diri dari seorang vampire. Tidak ada yang tersisa. Ko Ji hanya bisa menyimpulkan bahwa dia dan komplotannya memang sedang diincar oleh komplotan vampire lainnya. Entah apa maksud mereka itu, tapi yang jelas situasinya semakin membingungkan. “Dia..mengakhiri hidupnya?” Ko Ji mengangguk lalu menyimpan kembali pedangnya yang berlumuran darah hitam itu setelah memastikan bahwa vampire tersebut benar-benar telah tiada. Letnan Yeoh sedikit mendengar perdebatan mereka. Tapi ia tak tahu bagaimana bisa berbincang akrab dengan manusia vampire di hadapannya itu. “Mereka mulai mendekat. Kita harus pergi dari sini?” Letnan Yeoh mendongak. Ia baru saja duduk meluruskan kakinya, tapi tiba-tiba Ko Ji sudah langsung mengangkat tubuhnya untuk beranjak dari tempat mereka. “Aku bisa jalan sendiri –“ “Kalaupun lari, kau tetap akan dimangsa mereka,” ungkap Ko Ji yang mulai berlari secepat yang ia bisa. Letnan Yeoh awalnya tak mau percaya dengan apa yang dikatakan pria asing itu padanya, tapi setelah merlihat gerombolan zombie yang keluar dari hutan tadi, barulah ia memeluk erat leher Ko Ji sambil berupaya bersikap tenang. Ko Ji menyimpan senyumnya agar tak terlihat oleh Letnan Yeoh di dekapannya itu. == “Ada yang datang!” teriak penjaga gerbang Sobong yang salah satunya adalah So Ji yang memang sengaja menunggu kakaknya kembali. Tapi bukan So Ji saja yang mengeryit dengan apa yang dibawa oleh kakaknya kali ini, tapi juga penjaga lainnya. Matahari mulai terbenam dan zombie yang mengejar mereka pun berhenti di tengah padang. Gerbang terbuka dan So Ji masuk dengan membawa Letnan Yeoh serta. Mereka berdua langsung mendapat interogasi dari warga. Tapi sebelum itu, So Ji yang sejak tadi cemas karena mengkhawatirkan kakaknya tersebut dengan cepat memeluk Ko Ji dengan erat. Ko Ji bisa merasakan kekhawatiran adiknya tersebut. Dengan tenang, Ko Ji membalas pelukan So Ji itu. “Kenapa lama sekali?” “Maaf. Di hutan S ternyata ada serangan zombie yang entah datang dari mana. Mereka digiring ke sana oleh vampire lainnya.” Semuanya terkejut. Bahkan diantara mereka ada yang merinding karena bisa mendengar suara geraman para zombie dari kejauhan. Zombie yang sudah dibereskan kemarin saja sudah begitu banyak dan menumpuk, bagaimana jika jumlah kali ini lebih banyak? “Lalu apa yang kau lakukan Ko Ji? Kenapa tak menghabisi mereka? Bagaimana kalau mereka datang ke sini?” ujar para warga yang merasa terdesak. Ucapan mereka itu langsung mendapat kemarahan dari So Ji yang sejak tadi berusaha untuk menahan diri. “Apa kalian pikir kakakku itu mesin pembunuh? Kenapa kalian begitu seenaknya memperlakukan kakakku seperti itu? Aku sudah muak dengan kalian. Lebih baik kita pergi saja ke gerbang barat!” “So Ji! Apa yang kau katakan?” “Oh! Jadi kalian memang sudah punya niat untuk meninggalkan kami yah? Kalian ingin menyelamatkan diri kalian sendiri!” “Apa maksudmu! Kalianlah yang egois! Hanya bisa memanfaatkan orang lain!” “Itu tanggungjawabnya!” “Siapa? Kakakku dari awal tidak pernah bilang kalau kalian adalah tanggungjawabnya!” “So Ji hentikan!” teriak Ko Ji yang langsung didengarkan oleh semuanya. So Ji lelah. Gadis itu lekas pergi meninggalkan tempatnya sambil membuang perlengkapan tempurnya ke sembarang arah. Ko Ji hendak menyusul adik kesayangannya tersebut namun langkahnya terhenti karena warga masih terus menjelekkan sikap So Ji kepada mereka. “Bisa-bisanya dia berkata seperti itu.” “Dia memang anak yang kasar!” “Terserah apa yang ingin kalian katakan tentangku, tapi aku tidak akan tinggal diam jika itu menyangkut tentang So Ji,” ancamnya, yang sekilas menampakkan mata merah penuh kemarahan dari pria tersebut. Semuanya langsung terdiam. Letnan Yeoh yang tengah berbaring itupun sekilas menonton pertikaian internal diantara mereka. Menyadari sasaran warga untuk memarahi Ko Ji telah pergi, mereka lantas menancapkan tatapan yang menusuk ke arahnya. “Kau ini siapa?” “Aku dibawa olehnya,” tunjuk Yeoh ke arah Ko Ji pergi. “Apa kau bersih? Jangan-jangan ada bekas gigitan atau luka padamu. Kami harus memeriksaku!” desak yang lain. Paman So Man yang kebetulan ada di sana langsung melerai mereka. Pria tua itu lantas mencoba berbincang dengan Yeoh secara baik-baik. “Dari pakaianmu, apa kau seorang satuan khusus?” Mendengar penuturan So Man yang lainnya langsung terpaku. Mereka baru menyadari bahwa Yeoh memang berpenampilan seperti seorang tentara. Salah satu dari mereka langsung menyerang Yeoh. Menaikkan kerah leher Yeoh dengan tatapan penuh intimidasi. “Apa yang kalian lakukan? Kenapa tidak menyelamatkan kami?” Yeoh menolehkan wajahnya dari tatapan pria itu. So Man mencoba menenangkan rekannya agar tidak tersulut emosi lalu melerai mereka bersinggungan. “Apa terjadi sesuatu?” Yeoh tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Ia mengangguk lalu mencoba menjelaskan apa yang terjadi. “Tim kami….semuanya gugur. Hanya tinggal aku yang tersisa.” Pria yang menerkam Yeoh pun tak sanggup lagi berdiri. Ia meremat rambutnya sendiri karena terlalu frustasi. Jika satuan khusus saja tidak bisa selamat lebih dari satu, bagaimana mereka akan menyelamatkan yang lainnya. “Apa yang terjadi? Kalian kan memiliki banyak personil!” “Beberapa hari ini kami menyebar ke seluruh negeri. Banyak yang juga harus diselamatkan. Kami adalah anggota yang tersisa. Semuanya fokus membasmi zombie di kota. Pahamilah situasinya. Seluruh negeri diserang. Tidak. Ini bahkan merata di seluruh dunia!” Tubuh mereka langsung merinding. Banyak pula yang menangis karena merasakan keputusan asaan yang begitu mendalam. Mereka benar-benar terisolasi. Dan entah bagaimana nasib mereka ke depan jika mereka terus berada di desa dengan peralatan yang minim itu. Ko Ji pergi mengejar So Ji yang terlihat tengah menyendiri. So Ji terlihat duduk dengan lesu. Menatap sinis sang kakak yang datang menghampirinya. Ko Ji terbiasa melihat hal itu. Tapi yang membuatnya tak terbiasa adalah ketika So Ji harus mengeluarkan airmatanya karena dirinya. “Kenapa bertengkar dengan mereka seperti itu?” So Ji memilih diam. Gadis itu memalingkan wajahnya sambil cemberut. Menolak untuk mendengarkan ocehan Ko Ji kepadanya. Ko Ji tersenyum sesaat. Tapi kemudian senyuman itu lenyap ketika Ko Ji tanpa sengaja melihat luka yang ada di lutut adiknya tersebut. Seketika itu juga Ko Ji menjadi pusing. Melihat darah dan baunya yang menusuk perut serta aliran darahnya, membuat Ko Ji nyaris kehilangan kewarasannya. Ia haus sekali. Lebih tepatnya sudah beberapa hari ini sejak serangan zombie, ia belum memulihkan tenaganya dengan meminum darah. Jika dulu ia akan berburu binatang liar, apa di saat seperti ini ada binatang liar yang tersisa untuk di makan? Kalau pun ada, pasti letaknya sangatlah jauh. Dan Ko Ji tidak yakin apakah ia bisa bertahan nantinya. “Kapan kau terluka?” So Ji yang melihat kakaknya tengah memperhatikan lukanya dengan serius, menjadi kebingungan. Tapi setelah Ko Ji sesegera mungkin memalingkan wajahnya sambil menutup luka di lututnya, So Ji lantas menyadari apa yang membuat wajah kakaknya menjadi begitu pucat secara tiba-tiba. “Kak,”panggilnya. Ko Ji menoleh dengan sungkan. So Ji memaksanya sambil mengapit wajah Ko Ji mengarah kepadanya. “Apa kakak sedang menghindari ku?” “Tidak —” elak Ko Ji yang melepaskan diri dari berhadapan dengan sang adik. So Ji masih bersikeras. Ia bahkan dengan sengaja membuka lukanya kembali kemudian menyapukan tangannya sendiri ke luka tersebut. So Ji menghadapkan telapak tangannya yang terdapat bercak darah itu kepada Ko Ji. Ko Ji yang tak sadar langsung menggeram menghidu aroma darah tersebut. Namun tak lama ia segera mengontrol dirinya untuk tak melakukan hal yang berada diluar kendalinya. “Benarkan. Kakak lapar. Kakak butuh darah.” Ko Ji segera menutup mulut So Ji dengan telapak tangannya. Meski ia tengah menahan diri untuk tak tergiur dengan aroma darah dari adiknya sendiri. “Malam ini kakak akan berburu. Kamu tolong jaga gerbang. Jangan berkelahi dengan mereka —” “Tidak. Aku tidak mau. Lebih baik aku ikut dengan kakak daripada di sini bersama mereka!” Ko Ji tersenyum melihat kelakuan So Ji yang cemberut seperti itu. Dengan lembut Ko Ji memberi pengertian padanya tentang hidup rukun dan terus bersama mereka selama mungkin. Meski dia tahu, So Ji adiknya selalu mendesaknya untuk menjauhkan dirinya dari para warga yang terus menerus membicarakan serta menolok-olok dirinya, tapi inilah satu-satunya cara agar So Ji selamat dari serangan apapun. “Kakak tidak suka kau seperti itu. Biarkan mereka menggonggong, kakak tidak akan ambil pusing dengan ucapan mereka.” “Tapi aku kan tidak tuli. Mana mungkin kubiarkan mereka begitu sepanjang hari,” gerutunya. “Mereka terus mengolok-olok mu. Mereka terus mendesak dan tak pernah sedikitpun berterima kasih padamu. Mereka membuatmu terus bekerja. Padahal kakak sendiri juga sudah kehabisan tenaga.” “Kakak tahu. Semua itu mereka lakukan karena mereka takut.” “Kalau takut paling tidak mereka menghargai orang yang menolong mereka! Bukannya malah menghujatnya,” tukas So Ji, kembali menangis. Ko Ji menepuk lembut punggung adiknya itu. Tak ada yang bisa Ko Ji katakan selain ia bersyukur memiliki So Ji yang mengerti dirinya. Entah mungkin karena mereka saudara kandung. Ikatan seperti itu cukup memberikan Ko Ji kekuatan untuk menghadapi semuanya. “Bersabarlah sedikit lagi.” “Apa kakak punya rencana?” Ko Ji menatap adiknya itu dengan lembut. Ia juga menaruhkan bubuk penyembuh luka untuk menghilangkan aroma darah yang sejak tadi mengusiknya. “Ada. Tapi belum terlalu matang. Melihat situasinya, mereka akan segera menuju kemari. Jika terus menerus gerbang didatangi gerombolan zombie, bukan tidak mungkin lama-lama desa juga akan terkontaminasi.” So Ji menelan ludah susah payah. Ia tidak bisa membayangkan hal itu. Meski tadi sempat tersirat keinginannya meninggalkan warga desa, sekejap saja So Ji jadi tak ingin memikirkan hal mengerikan itu. “Lalu kakak bermaksud untuk membawa kita semua ke barat?” “Hum. Semoga saja bisa berjalan sesuai rencana.” Matahari benar-benar telah pergi. Para zombie juga berhenti mengejar. Meski ada sebagian dari mereka yang merangkak dan berjalan perlahan, paling tidak langkah mereka cukup terhenti untuk sementara waktu hingga matahari bersinar lagi esok paginya. Ko Ji sudah mengganti pakaian dan persediaan. Sebelum pergi keluar pun, ia sengaja berkeliling pagar dulu untuk memastikan kondisi telah aman. Setelah memastikannya, iapun pergi berpamitan pada So Ji yang kini tengah bersama paman So Man itu. Serta yang terbaru adalah letnan Yeoh yang kini juga sudah mengisi tenaganya dengan beristirahat. “Kau akan pergi kemana?” “Mengawas.” “Apa kau tidak khawatir vampir lain akan mengejarmu? Sepertinya mereka memang mengincarmu kan?” Ucapan letnan Yeoh tersebut sukses membuat So Ji terbelalak. Ia ingin mendengar pengakuan dari kakaknya tersebut tapi Ko Ji terlihat lebih dulu mencegah So Ji untuk bertanya. “Kita sudah melalui banyak hal. Sepertinya memang sebaiknya warga dipindahkan ke gerbang barat.” “Pergerakan hanya bisa dilakukan malam hari karena zombie tidak akan merasakannya. Tapi membawa semua warga, bukankah itu berarti kita butuh kendaraan paling tidak satu atau dua bus. Jika bergerak menggunakan itu, para zombie akan mendengarnya,” tukas paman So Man yang tengah mengemukakan pendapatnya tersebut. Dan itu langsung membuat yang lainnya ikut berpikir. “Kalian tidak tahu kan apa tujuan kami datang?” Letnan Yeoh menambahkan. Ia kemudian menunjukkan walkie talkie untuk berbicara dengan orang yang tengah menunggu kabar darinya. Letnan Yeoh lantas menjelaskan dengan lebih gamblang lagi. “Jika aku berhasil menghubungi ketua SAT 1808 tentang kalian, mungkin bantuan akan datang.” “Benarkah? Itu ide bagus! Iya kan kak?” Ko Ji terdiam. Entah bagaimana ia merasa itu tidak akan semudah itu. “Masalahnya adalah satu, di sini tidak terjangkau. Paling tidak aku harus ke tempat tinggi untuk bisa menyampaikan pesan. Atau kembali menuju hutan S.” “Kenapa kau tidak bilang saat kita menuju kemari?” protes Ko Ji. Letnan Yeoh balas menatap Ko Ji sinis, “Kau tidak bertanya.” Tatapan penuh dengan aura membunuh terpancar dari keduanya. So Man menenangkan mereka berdua dengan mengajukan pertanyaan pada letnan Yeoh. “Nona. Apa kau benar-benar bisa dipercaya?” “Apa paman meragukan informasiku?” “Harus kukatakan dengan jujur, kami bahkan sulit percaya hingga saat ini tak ada siapapun yang datang mengevakuasi kami.” Letnan Yeoh langsung terdiam. Seharusnya dia dan pasukannya yang melakukan itu. Tapi nyatanya malah dia seorang yang selamat. “Kami berniat menolong kalian. Tapi akhirnya malah seperti ini. Tapi percayalah padaku sekali ini saja. Jika aku bisa menghubungi mereka bahwa ada manusia murni yang masih selamat, mereka pasti akan datang.” Ko Ji yang sejak tadi diam mendengarkan, tiba-tiba tersenyum tipis. Ia lantas merebut walkie talkie tersebut untuk belajar cara menggunakannya. “Baiklah. Kita coba saja.” “Apa? Mencoba apa kak?” tanya So Ji khawatir. Ko Ji menunjuk ke arah selatan yang itu berarti adalah kota. “Cukup membawamu ke puncak untuk mendapatkan sinyal kan?” Letnan Yeoh mengangguk dengan mantap. Ia lantas bersiap setelah Ko Ji membuat kode untuk membawanya serta untuk berburu. “Kita akan coba lakukan. Semua juga demi keselamatan warga.” Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD