"Mon, anterin gue dong!" pinta Genta dengan menggoyangkan lengan cowok itu. Kedua teman mereka telah pulang tadi, hari ini pulang pagi karena ada rapat mendadak.
"Ya elah, lo kagak bawa motor apa?" Genta menggeleng. "Gue hari ini di anter, Bang Manyu. Yuk anterin gue!"
Terpaksa Remon mengangguk menyetujui, "Kurang baik apa sih gue? Untung lo kawan gue, mau kemana sih?" tanya Remon dengan menggandeng tangan Genta. "Ke rumah Bang Manyu, ambil motor. " Remon mengangguk paham.
"Lo yang bawa motor, gue males." Genta mengangguk. "Apasih yang kagak buat Bang Momon Salmon?" ucap Genta dengan terkekeh pelan.
Remon menunggu di depan gerbang, tempatnya asri di sebelahnya terdapat pohon ringin yang belum begitu besar. Banyak yang menyebut sekolahnya adalah sarang setan. Itu memang benar adanya, anak SMA Garuda memang nakal-nakal sekali. Suka ikut balap sana sini, tawuran antar sekolah. Genta adalah salah satu dari sekian banyaknya anak yang ikut serta. Bahkan ia menjadi pentolan tawuran tersebut, ingin menjadi siswi sepert biasa namun dia luar biasa.
Belum memakai helm, baju Genta di tarik ke belakang hingga ia hampir terjatuh. Ia menoleh, mendapati Gentur tersenyum miring kepadanya. "Mau apa lo!" bentak Genta dengan turun dari motornya.
“Hai, Sayang. Kok buru-buru pulang sih nggak pengen mojok dulu sama aku?” laki-laki itu tersenyum miring. “Tu, mau apa sih lo? Kita itu udah nggak ada apa-apa, lo puna hidup lo sendiri begitu juga gue.”
“Asal lo tau, Ta, hati gue sakit banget pas lo milih Manyu ketimbang gue. Apa kelebihan dia? Dia sama gue sama aja,” ucap Gentur dengan menatap Genta sendu.
“Bang Manyu beda dari lo, Tur, dia baik. Nggak mainin hati cewek, gue minta maaf selama gue sama lo banyak salah. Jangan ganggu hidup gue,” desis Genta dengan tatapan tajam.
Gentur tersenyum miring, laki-laki itu merangkul bahu Genta lalu berbisik, “Gue nggakakan segan-segan buat usik lo sama temen-temen lo. Atau lo mau adu balap sama gue? Jangan-jangan lo sekarang takut ya, jadi anak cupu!
Genta hanya diam sambil menatap Gentur, tajam. "Gue nggak mau nerima ajakan orang cupu!" desisnya lirih.
"Napa, takut lo sama gue! Ya elah anak cupu," Genta tersenyum miring, lalu menendang perut Gentur hingga cowok itu terjengkang ke belakang.
"Cupu jangan teriak cupu!" ucap Genta di hadapan Gentur, sambil menarik kerah cowok itu. "Lo kalau belum tahu gue, jangan seenaknya bicara!"
Bugh!
Genta melayangkan satu pukulan tepat di bibir cowok itu. "Masih mau bilang gue cupu? Gue tahu lo itu berani, tapi sayang mental lo itu mental tahu. LEMBEK! Lo bisa gebrak doang. Lo pikir gue takut! Hah!" bentaknya, masih menarik kerah baju Gentur.
Bugh!
Satu pukulan mengenai pipi kiri cowok itu, "Lo pikir gue cewek terus takut sama lo! Sama sekali nggak! Kalau sampai lo nantangin gue lagi atau sampai gue denger anak buah gue lecet gara-gara lo, nggak segan-segan gue bawa pasukan gue! Camkan itu!"
Genta berlalu dari cowok itu, lalu menggeber motor Remon. Meninggalkan cowok itu tergeletak tak berdaya.
"Lama amat sih lo? Jamuran nih gue, mana di goda terus sama Devan. Bangke, tuh bocah," gerutu Remon dengan menaiki motornya.
"Pegangan ntar lo jatuh lagi," ucap Genta dengan terkekeh. Remon bergidik ngeri, ia pernah di bonceng cewek ini menggunakan motor Budhe. Naas, Remon jatuh dari boncengan Genta. Cewek itu memang tidak tanggung-tanggung jika membawa motor. Cowok segede Remon bisa jatuh dari motor.
"Oye oye!! Let's kill this love!" teriak Remon dengan memegang pundak Genta. Genta menggelengkan kepalanya, "Pegangan yang bener, Salmon!" Remon terkekeh pelan.
Gadis itu melajukan motor melibas jalanan yang terbilang sepi. Ia sudah terlalu terbiasa membawa motor gede seperti ini, sudah makanan sehari - hari.
Tak sadar, motor sport tersebut melewati kawanan SMK Bhineka yang nongkrong di tempat biasa. SMK Bhineka adalah musuh bebuyutan SMA Pancasila, mereka sering tawuran. Dan SMA Garuda adalah backingan anak SMA Pancasila. Kedua kubu tersebut tidak pernah ada yang mau mengalah. Terlebih anak SMEKA, panggilan SMK Bhineka, mereka selalu menantang walau akhirnya keok. Tetapi, nyalinya gede mancing macan keluar kandang.
Sampai saat ini SMK Bhineka masih menyimpan dendam kepada dua sekolah tersebut. "WOY ANAK SMA GARUDA TUH!!" Remon mendengar teriakan itu, menoleh. Ia melihat anak SMEKA mulai memutar motornya, mengikuti mereka.
Ia menepuk pundak Genta, untuk menambah kecepatannya. "GENTA, ANAK BHINEKA NGIKUTIN KITA! GAS, TA! GUE MASIH MAU IDUP!!" teriak Remon dengan menepuk - nepuk pundak gadis itu.
Dengan senang hati, Genta menambah kecepatannya hingga 90 km/jam. Menyesal, itulah yang saat ini Remon rasakan. Andai saja tadi ia tak menyuruh Genta untuk menambah kecepatan, perutnya tak mungkin akan seperti ini, mual.
"PELAN - PELAN, WOY!!" teriak Remon dengan mencekeram pundak Genta. Bukan Genta namanya, ia malah menambah kecepatannya hingga pol.
Bangke! Nih bocah apa belum pernah nyium aspal sih? Berani banget ngebut kek gini di jalan raya? Sumpah cari mati banget! Batin Remon dengan memejamkan matanya.
Remon membuka matanya perlahan, ia menoleh melihat apakah masih di kejar anak Bhineka. "UDAH NGGAK DI KEJAR LAGI, PELAN AJA!!" Sesuai perintah Genta mengurangi kecepatannya.
Sayang, kurang 5 meter di depan mereka ada 10 motor berjejer menghadang mereka. Dengan gesit, Genta mengerem mendadak hingga ban belakang terangkat tinggi. Remon langsung menutup matanya, ia mencengkeram baju Genta kuat.
Ya rabb, dedek masih mau ngerasain nikah punya anak, dan lainnya. Jangan ambil nyawa dedek sekarang! Batin Remon.
Setelah ban belakang ke semula, Remon langsung turun. Perutnya mual tidak tertahan, Genta melepas helmnya. Ia memandang nyalang musuh-musuh di depan. Selang berapa detik, 10 motor datang di belakang mereka.
Remon ketar - ketir, ia tak bisa bela diri sama sekali. Dan ia juga tidak mungkin meninggalkan sahabatnya itu sendirian, melawan 20 orang lebih di depannya. Sebangsatnya dia, tidak mungkin tega meninggalkan perempuan sendirian dalam keadaan bahaya. Harga dirinya pasti akan terinjak - injak.
"Mau apa lo!" bentak Genta dengan menatap garang pria di depannya. "Well, lo masih kenal sama gue?"
"Gue pengingat yang baik, apa lagi sama pengkhianat kaya lo!" sindir Genta dengan tersenyum miring.
"Bagus! Lo masih inget gue, gimana rasanya ketemu sama gue lagi? Takut? Mana backingan lo? Sama cowok letoy kek gini? Lo yakin? Kita banyak loh," ejek cowok itu, yang di susul tawa oleh teman - temannya.
"b*****t! GUE NGGAK PERNAH TAKUT SAMA SIAPAPUN, APALAGI SAMA LO! NGGAK ADA TAKUT DALAM KAMUS GUE!" bentak Genta dengan tangan mengepal.
Remon mendekati Genta, pria itu takut menghadapi cowok jantan sebanyak ini. "Ta, mereka siapa?" bisik Remon dengan menatap sekelilingnya, takut.
"Mereka pengkhianat, dia Defrian, anak SMK Bhineka. Musuh bebuyutan gue sama Bang Manyu," jelas Genta dengan berbisik.
"WOY BOCAH! NGRUMPI LO?!" Remon dan Genta menoleh. Cowok itu, Defrian, anak SMK Bhineka sekaligus adik dari mantan preman sekolahan tersebut. Genta paham betul motif dari cowok di depannya, menyalurkan dendam yang masih berkobar.
"BACOT LO!" bentak Genta dengan menyingsingkan lengan bajunya. "WAH! WAH! NANTANGIN NIH, BERANI LO SAMA KITA?! LO CUMAN BERDUA, SAYANG!" teriak lantang Gentur di belakang mereka.
Tangan Genta mengepal, ingin rasanya ia mengeroyok semua cowok di depannya ini. Walau jumlahnya kalah telak, namun dia optimis menang. Badannya lama tak menikmati olahraga seperti ini, ia meregangkan ototnya.
"HARUSNYA KALIAN YANG MALU, BERANINYA KEROYOKAN! SEKARANG YANG CUPU, GUE ATAU LO!" Remon membulatkan matanya, di situasi genting seperti ini Genta masih saja memancing emosi para serigala ini. "Ta, gue kagak bisa bela diri kalau lo lupa. Kalau gue mati gimana?" bisik Remon yang berada di belakang Genta.
"KALAU LO SEMUA BERANI, MAJU SATU -SATU LAWAN GUE! ONE BY ONE!" teriak Genta lantang, semua anak SMK Bhineka di sana menatap Genta, marah.
Kemudian maju pertama kali Gentur, tak sampai lima menit cowok tersebut sudah terkapar tak berdaya di pinggir jalan. "DASAR CUPU!" ejek Genta dengan tersenyum miring.
"MANA YANG LAIN, KAGAK BERANI LO?! DASAR CUPU!" Amarah Genta sudah berada di ubun-ubun.
Hati kecil Defrian merasa tersentil, ia maju lalu menendang punggung Genta yang membelakanginya. Mendapat serangan mendadak, Genta sedikit oleng. Namun, ia buru - buru menoleh wajah Defrian merah padam, rahangnya mengeras, dan otot - otot lehernya begitu nampak jelas. "APA LO!" teriak Genta dengan senyum mengejek tak lupa memgacungkan jari tengahnya.
Defrian menendang perut Genta, dengan cepat gadis tersebut mengelak. "BANCI DASAR!" desis Genta.
Cowok tersebut menendang, memukul, namun sayang sasarannya selalu meleset. Lalu cowok tersebut membelakanginya, posisi yang pas untuk melakukan aksi.
Bugh!
Pukulan Genta tepat sasaran, bagian tengkuk, Defrian perlahan tumbang. Dengam cepat Genta mengunci tangan cowok tersebut.
"MASIH BERANI LO SAMA GUE! KALAU ANAK BUAH LO KAGAK PERGI SEKARANG, TANGAN LO BAKAL PATAH JADI DUA!" gertak Genta dengan mengeratkan kunciannya.
"Aw! Sakit bego!" rintih Defrian yang berada di bawah kungkungan Genta. "Masih berani lawan? Suruh mereka pergi atau tangan lo patah?"
"Oke oke! Woy, kalian semua buruan cabut!" suruh Defrian dengan kesakitan.
Semua antek - anteknya perlahan mulai meninggalkannya sendirian dengan gadis bertenaga banteng tersebut. "Makanya jangan main - main sama gue," gertak Genta, "KALAU SAMPAI GUE DENGER LO NYERANG ANAK GARUDA, GUE BAKAL SAMPERIN LO SAMPAI KETEMU. DAN BAKAL GUE HABISIN LO DI TEMPAT!" ancam Genta dengan melepaskan kunciannya.
Ia kembali ke motornya, Genta terkekeh pelan melihat Remon yang berlindung di balik motornya. "Ngapain, Mpok?" tanyanya dengan tertawa.
Remon bangkita dari duduknya, "Bangke lo! Udah buat gue jantungan, untung aja kagak lo ajak metong," Genta kembali terkekeh.
Ia memakai helmnya, "Mau ikut atau kagak? Palingan lo di hajar sama anak buah Defrian, kalau lo masih cengo di situ." Remon mengetuk helm Genta, lalu naik di jok belakang. "Awas ae kalau sampai ngebut!" ucap Remon dengan memegang pundak Genta.
###
"APA?! JADI MEREKA SERANG KALIAN? MUKE GILE! b*****t BERANINYA KEROYOKAN!" teriak Abimanyu menggema di ruang tamu rumahnya.
Kedua tamu yang berada di depannya tersebut hanya mengangguk perlahan, "Kenapa lo kagak bilang sama gue, Ta? Kalau lo kenapa-kenapa gimana?" tanyanya dengan menetralkan emosinya.
"Gue bisa sendiri, Bang. Lihat nih kagak ada yang lecet kan, cuman punggung nih sakit dikit. Tapi, nggak papa kok." jawab Genta santai.
"Lo juga, Mon! Kenapa kagak telpon gue, hah! Apa menurut lo, Genta bisa sendiri gitu? Kalau Genta kenapa-kenapa, terus lo gimana mau tolonginnya? Lo aja kagak bisa bela diri sama sekali," teriak Abimanyu membuat Remon mendelik ketakutan.
"Santai aja, Bang. Jangan ngegas gitu. Gue mau hubungin lo gimana sih, nomor aja kagak punya." bela Remon dengan memalingkan wajahnya.
Abimanyu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Eh iya kah? Gue kok baru inget, lo itu baru kenal sama gue," ucapnya dengan tertawa.
"Makanya jangan seenaknya marah gitu dong, Bang. Gue aja yang kagak tahu apa masalahnya, jadi ikut deg-degan nih. Untung aja gue kagak jadi metong. Gue belum nikah, Bang!" ucap Remon yang di tertawakan Abimanyu.
"ANJIR! TEMEN LO KEK GINI, TA?" Genta mengangguk, sedangkan cowok dihadapannya tersebut tertawa terbahak - bahak.
"KOK ADA GITU SIH, YA AMPUN!" Remon memalingkan wajahnya dengan tangan sedekap d**a.
"Yah Salmon ngambek, Bang. Abang sih," ledek Genta dengan menoel lengan cowok di sampingnya. "Eits, lo bisa ngambek juga? Gue kirain kagak," ucap Abimanyu dengan terkekeh.
"Ya elah, gitu aja ngambek. Kek cewek lu," sindir Abimanyu yang kini menatap Remon. "Emang, Bang. Dulu pengen anak cewek, tapi gagal cetak. Jadinya gini deh," ucap Remon dengan terkekeh.
"Nah gitu, sering-sering senyum. Apa lagi ke lawan jenis," saran Abimanyu setengah meledek.
"Iya, Bang. Hina terus aja, dedek kuat kok. Apasih yang kagak buat, Bang ganteng." rayu Remon dengan mengedipkan sebelah matanya.
Abimanyu bergidik ngeri, sambil berkomat-kamit mengucap 'amit-amit jabang bayi'.
"Oh iya, ntar kalian berdua kalau pulang jangan lewat jalan tadi. Gue lupa mau bilang kalau ada jalur yang lebih aman, jalan itu tempat tongkrongan anak Bhineka. " ucap Abimanyu dengan memandang keduanya.
"Kemarin pas gue lewat tuh sepi, Bang. Makanya gue hari ini lewat situ," jawab Genta yang di angguki Abimanyu.
"Kalau malem emang sepi, mereka biasanya nongkrong di Kafe Lembayung. Bisa di bilang markas mereka, itu Kafe milik salah satu ana Bhineka. Yang tergabung dalam BBC, Bhineka Base Camp. Hampir semua alumi bergabung di sana, dan jangan lupa sama Adrian. Dia masih menjadi ketua di sana, nah Defrian sebagai wakilnya. Lo tau, temen satu sekolah kalian banyak yang berkhianat. Salah satunya Gentur, dia ikut BBC sejak masuk SMA Garuda. Bisa jadi dia mata - mata Adrian, kalian perlu hati - hati terutama lo, Ta." Genta dan Remon mengangguk.
"Sebenarnya dulu, BBC di bentuk sebagai wadah bertemunya para alumni yang udah mencar mencari kesibukannya masing - masing. Tetapi, semakin hari visi misi mereka mulai berubah haluan. BBC sering ikut balap liar, tawuran, pokoknya beda sama visi misi awal mereka membentuk BBC. Gue denger-denger mereka ada yang konsumsi obat terlarang, keluar masuk penjara bukan lagi hal yang menakutkan bagi mereka. Itu udah hal yang biasa. Mereka bringas, apa lagi angkatan di atas Adrian. Tapi mungkin, angkatan di bawah dia cuman di jadikan babu." lanjut Abimanyu yang di angguki Remon dan Genta.
"Kalau kalian merasa terancam, segera cari tempat aman atau cari tempat yang ada anak Pancasila. Mereka udah pada gue koordinasi untuk saling membantu anak Garuda. Kalau mereka liat badge kalian, insyaallah mereka bantu. Adek-adek angkatan gue itu sering banget datang ke sini, mereka sharing banyak sama gue." Remon dan Genta mengangguk kembali.
"Siap, Bang. Kalau gue masih bisa, gue pasti lawan. Tapi gue kasihan sama anak-anak yang nggak tahu masalah ini jadi ikutan kena imbasnya, kek Momon Salmon ini. Dia anak baik, nggak pernah ikut balapan. Tapi ikut menanggung akibatnya," ucap Genta yang di angguki Remon.
"Kalian saling komunikasi sama gue, gue nggak mau ada korban-korban lagi. Oh iya, untuk ajakan Gentur jangan di ambil pusing. Gue yakin itu hanya cara mereka untuk mancing kita keluar, setelah itu pasti di keroyok rame-rame." Genta mengangguk kembali.
"Apa perlu gue bangkitin kembali ...," lirih Genta. "NGGAK! GUE NGGAK SETUJU!" potong Abimanyu dengan menatap Genta, horor.
"Terus kalau nggak boleh, ini gimana bang?" Abimanyu mengusap wajahnya gusar.
"Gue usahakan cara yang lain, intinya jangan yang itu. Terlalu berbahaya buat SMA Garuda dan SMA Pancasila. Gue nggak yakin kalau BBC nyerang secara terang-terangan. Jadi, untuk waktu dekat ini kita sabar." saran Abimanyu.
"Gue nurut, Bang. Apapun yang terbaik buat kita semua," Abimanyu mengangguk.
"Ya uda gue pulang dulu, Bang. Gue dari semalam kan nggak pulang, kasihan suami gue nungguin." ucap Genta dengan terkekeh.
Abimanyu mengangguk, "Hati-hati ya di jalan. Kalau ada apa-apa langsung calling gue," Remon dan Genta mengangguk.
###