Bab 3 ~ Sebuah Ide

1213 Words
Vania memerhatikan Airin yang sedang sibuk bermain ponsel pintarnya. Entah apa yang sedang Airin lakukan. Setahu Vania, Airin itu suka berjualan barang-barang di sosial medianya. Dan hasilnya cukup menambah uang saku sekolahnya. Selama ini Vania memang tidak memiliki ponsel sebagus yang dimiliki Airin. Kalau Airin saja bisa menghasilkan uang dari sosial media, mengapa Vania tidak? Sepintas Vania menginginkan untuk membeli ponsel yang bagus seperti milik Airin, tapi bagaimana caranya? Gajinya tak mencukupi untuk membeli ponsel bagus. "Airin, apa kau bersedia membantuku?" tanya Vania seakan memohon, Airin memang satu-satunya teman yang baik. "Bantu apa, Van? Kalau aku bisa, pasti akan kubantu," jawab Airin, beralih memandang Vania. Lalu Vania menjelaskan bahwa dirinya ingin berubah agar tidak mendapat bully-an lagi dari siswa lainnya, lebih tepatnya Citra dan teman-temannya. Vania ingin merubah nasib hidupnya yang serba pas-pasan. "Aku ada ide, Van," sahut Airin secara tiba-tiba saat keduanya sedang memikirkan rencana apa untuk bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah dengan banyak dan cepat. "Apa, Ai?" tanya Vania penasaran akan ide yang didapat Airin. "Kamu ini kan cantik, Van. Kamu dibully bukan karena cupu, tapi karena kamu miskin," tutur Airin menjeda kalimatnya, sementara Vania manggut-manggut, "gimana kalau kamu bikin sebuah akun khusus untuk yang mau order jasa pacar sewaan? Tarifnya bisa kamu tentuin sendiri, lho. Asal jangan termasuk service kamarlah, kamu tau sendiri maksudku." Kedua mata Vania melebar mendengar sebuah ide yang tak terpikirkan oleh otaknya. Idenya memang bagus dan bisa cepat menghasilkan uang. Tetapi Vania tak mempunyai ponsel. "Idemu sungguh brilian, tapi aku tak punya ponsel kalaupun nabung pasti akan lama," keluh Vania menatap sendu ke arah Airin. "Aku bisa membantumu, kamu boleh pinjam uangku dulu, nanti setelah ada baru diganti," ujar Airin. Dia serius ingin membantu Vania dari kehidupannya yang serba kekurangan, Airin merasa kasihan padanya. Kedua mata Vania berbinar seketika, "Serius? Terima kasih banyak, ya, Ai." Vania memeluk Airin dengan erat, pun sama Airin membalasnya. Kriing kring.... Akhirnya bel pulang sekolah telah berbunyi, semua murid berhamburan keluar dari kelar masing-masing, bergegas untuk pulang ke rumah. Sementara Vania, dia diajak untuk pulang ke rumah Airin terlebih dahulu untuk mengambil uang. Vania dan Airin pulang dengan menaiki mobil jemputan Airin. Keluarga Airin memang cukup berada, baginya membeli handphone memang terbilang mudah. Namun begitu, Airin tidak mau terlalu menyusahkan orang tuanya karena itulah dia berjualan online di sosial media, selain hobby dia juga menyukai aktivitas jualannya. Banyak teman baru yang Airin temukan di sosial media. Airin tulus ingin membantu Vania keluar dari kehidupan miskinnya, dia merasa prihatin melihat keadaan Vania. Sekolah sambil bekerja paruh waktu, itu pasti sangat menyita waktu dan melelahkan. Tak terasa kini Vania dan Airin sudah sampai di pelataran halaman rumah Airin. Mereka berdua turun dari mobil, Airin mempersilakan Vania masuk ke dalam rumah. Airin berjalan menuju kamarnya sambil tetap menyuruh Vania untuk mengikutinya. "Wah, kamarmu bagus banget, Ai," puji Vania menatap takjub isi kamar Airin yang luas juga serba rapi. "Tidak seperti kamarku yang reyot," tambahnya. Airin tersenyum lalu berubah meringis mendengar kalimat akhir Vania. Gegas dia mengambil uang cash di laci senilai 2 juta rupiah, lalu memberikannya kepada Vania. Vania menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih banyak, Ai. Pasti nanti kuganti. Kalau begitu, aku pamit dulu ya." "Iya, Van. Hati-hati ya," balas Airin. Vania melangkah keluar dari kamar Airin, gegas dia pergi meninggalkan rumah Airin yang sangat luas baginya. Vania menyusuri jalanan setapak, dia mencari-cari konter lalu pandangannya terhenti pada sebuah konter yang bertuliskan Z-Cell. Vania menghampiri konter itu, lalu menanyakan ponsel yang kini ramai digunakan yaitu dari merk xiaomi. Sang pelayan pun memberikan ponsel sesuai budget yang disediakan oleh Vania, yaitu ponsel xiaomi redmi note 9 dengan kapasitas memori internal 64 giga byte dan ram 4 giga byte, sekalian Vania meminta untuk diisi dan aktifkan nomor ponselnya. Setelah selesai, Vania menyerahkan uang bernilai 2 juta rupiah kepada si pelayan, dengan ramah si pelayan mengucap terima kasih. Gegas Vania pun pergi dari tempat itu, semoga saja rencananya akan berhasil. Hampir sepanjang jalan Vania memainkan ponsel barunya secara terus menerus. Tapi saat melihat segerombolan anak muda sedang nongkrong di pinggir jalan, Vania segera saja mengantongi kembali ponselnya. Khawatir mengundang pencurian. Sebelum sampai rumah, dia menyempatkan diri membeli sebungkus nasi karena pasti setelah sampai rumah, perutnya terasa lapar. Untung masih ada sisa uang dari Airin, kalau tidak, bisa jadi nggak makan dia. Lima menit kemudian, Vania telah sampai rumah. Dia bergegas membersihkan diri, usai itu dia mengeluarkan ponsel baru dari dalam tasnya. Dia teringat, jika ingin membuka jasa pacar sewaan pasti harus posting banyak foto. Sedang dirinya tak punya foto sama sekali. Vania mengeluarkan bedak dan lipstik yang dia punya dari dalam pouch. Memolesnya sedikit dengan bedak padat, dan perona bibir agar tak terlalu pucat. Kunciran rambutnya dia buka, dan membiarkan rambutnya tergerai bebas. Vania menyisir rambutnya sebentar, setelah dirasa sudah cukup cantik, barulah dia mengambil ponselnya. Vania mengarahkan kamera depan ke depan wajahnya, lalu menarik sudut bibirnya. Klik! Satu foto telah terambil, cukup bagus. Jujur saja Vania tidak terlalu suka berfoto, tetapi mau bagaimana lagi. Dia harus mau berfoto untuk menjemput rezeki dan merubah nasib kehidupannya. Semoga dengan cara ini, dia bisa menjadi sama dengan teman-teman seusianya. Satu keinginannya, Vania tak ingin dibully karena itulah dia rela dirinya bekerja seperti ini. Jelas berbeda dengan para penghibur di luar sana, Vania tidak akan menyediakan jasa plus-plus. Hanya khusus untuk menjadi pacar sewaan saja tanpa melakukan 'hubungan' apapun. Biar bagaimana, Vania ingin menjadi mahkotanya untuk suaminya kelak. Tok tok tok! Terdengar suara pintu diketuk oleh seseorang, entah siapa. Vania berdiri, menghampiri pintu dan membukanya. Rupanya ada Rani, temannya ini justru diam terpaku melihat Vania yang berias diri. Aneh saja rasanya, biasanya Vania enggan untuk berias diri. Ini hanya di rumah saja, dia berias diri. "Van, kamu dandan? Mau kondangan ke mana?" tanya Rani memerhatikan penampilan Vania dari bawah hingga ke atas. Vania saat ini mengenakan dress selutut yang menurutnya terbagus daripada yang lain. Dia sendiri ikut melihat penampilannya yang berbeda dari biasanya. "Aku ... nggak mau kondangan ke mana-mana, kok," balas Vania. "Hahaha, atau kamu mau kencan, ya? Hayo, sama siapa? Kasih tau aku, Van!" tebak Rani lagi, membuat Vania malu dibuatnya. Semua dugaan Rani adalah salah. "Nggak, aku nggak mau kencan. Udah deh, jangan goda aku terus. Kamu ke sini, mau apa?" tanya Vania malas meladeni godaan Rani yang sama sekali tak bermutu. "Oh iya, sampai lupa. Kamu masih kerja di toko buku nggak? Kalau iya, aku ikut kerja dong bareng kamu," ucap Rani menyampaikan keinginannya. Rani ingin sekali walau dirinya masih sekolah, bisa seperti Vania--sudah berpenghasilan walaupun terbilang sedikit, setidaknya dia bisa menabung. "Wah, sayang sekali aku udah resign dari sana. Coba aja kamu ngelamar ke sana, kan aku udah keluar, barangkali masih nyari pengganti yang cocok. Pemiliknya kan agak pemilih, Ran," jelas Vania memberi tahu kesempatan untuk bisa bekerja di toko buku, tempat dulu dia bekerja. "Oh ya? Ya sudah nanti aku coba ngelamar, deh. Semoga aja diterima, dokan aku ya. Aku juga pengen punya penghasilan sendiri kaya kamu, Van," tutur Rani dengan sungguh-sungguh. "Iya, kamu coba dulu. Kalau nggak diterima, cari lagi di tempat lain. Semoga berhasil, ya," balas Vania menyemangati temannya. "Siap, terima kasih, Van. By the way, aku pulang dulu. Belum mandi soalnya hehe," pamit Rani seraya berbalik badan, meninggalkan Vania yang masih berdiri di dekat pintu. Sementara Vania hanya menggelengkan kepala melihat kelakukan temannya itu. Dia kembali masuk ke dalam rumah. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD