Bab 9

1258 Words
Seorang petugas kebersihan yang telah menyelesaikan pekerjaannya menggiring ember besar yang dipenuhi dengna peralatan kebersihan menuju gudang ketika ia melihat seseorang berpakaian serba hitam lewat di depannya. Tanpa pikir panjang petugas itu menegur dan memegang bahu orang yang dilihatnya. “Hei, kau!” Ania terkejut, refleks memukul orang itu tepat di leher bagian belakang dan membuat petugas kebersihan itu tidak sadarkan diri. Tidak ingin berlama-lama lagi, akhirnya Ania memutuskan pergi dari gedung sekolah itu, ia pergi melalui lantai paling atas di mana ia telah memasang tali sling sebelumnya. Tubuh Ania dengan cepat meluncur menuju jalan di seberang sekolah. Setelah itu, Ania pergi melaju meninggalkan sekolah itu menggunakan motor yang sama sekali tidak memiliki plat nomor. Di tengah perjalanan menuju apartemen, Ania melihat dari kaca spion bahwa seseorang sedang mengikutinya sejak tadi. Ia memutar arah, menuju sebuah tempat di pinggiran kota lalu berhenti di sana. Orang yang memang mengikuti Ania itu menyeringai senang, ia memarkirkan motornya tepat di sebelah motor milik Ania. “Siapa kau, berani mengikutiku?” Aura membunuh Ania keluar seketika, seolah-olah memanggil sosok dirinya yang dulu. “Ternyata kau masih seperti dulu,” Mata Ania melebar, ia mengetahui siapa pemilik suara ini. Ia membalikkan tubuh dengan cepat ke arah seseorang yang berdiri tidak jauh dibelakangnya. “Kak, Eleven!” Ania memeluk sosok itu erat, tidak menyangka pria itu akan muncul di depannya seperti ini. “Aku pikir, aku tidak akan pernah melihatmu lagi setelah kejadian di sekolah.” Ania melepaskan pelukannya, menatap wajah pria yang ia panggil Eleven. Eleven, itu bukan nama asli orang itu. Hanya nama samaran, sama seperti miliknya, Hidden. Mereka sama-sama pembunuh bayaran, namun pria itu masih terikat kepada orang yang membuat mereka menjadi seperti ini. Hanya, Ania dan Werren yang bisa pergi dari tempat itu. Pria itu menghela napas panjang, “Itu memang misi terakhirku setelah memperlihatkan diri padamu. Tapi, malam ini aku bebas, jadi aku memutuskan untuk mencarimu. Beruntung, aku mengenalimu saat pergi dari sekolah, baju ini mirip dengan baju yang sering kau pakai, dulu.” Mereka berdua sama-sama duduk di atas rumput, memandang langit penuh bintang. “Jadi, apa kau dikirim untuk membawaku ke sana?” Pria itu menggeleng, “Tidak, tim lain yang akan membawamu kembali. Mereka pikir, sudah cukup untuk membiarkanmu bebas, sekarang sudah waktunya membawa karya emas mereka kembali.” “Ania, kau harus segera pergi, begitu juga Werren. Kalian harus berpisah jika tidak ingin tertangkap.” Eleven melanjutkan perkataannya. “Dia yang membuat keberadaanmu diketahui.” Ania menoleh secepat ia mendengar perkataan Eleven, “Apa? Tapi kenapa dengan Werren?” “Dia masih memiliki sedikit hubungan dengan mereka, chip di tubuh Werren belum sepenuhnya mati. Kemanapun dia pergi, lokasinya akan terekam sangat jelas. Werren masih di awasi, mereka menduga kalian akan berhubungan kembali, selama bertahun-tahun itu sia-sia sampai kemarin kalian bertemu.” Werren menatap Ania sebelum melanjutkan perkataannya. “Maka, aku dikirim untuk memperingatkanmu.” Ania merasa dia akan muntah ketika mencerna perkataan Eleven, membayangkan betapa bahagianya  ketika ia bertemu dengan Werren membuatnya kembali bertemu dengan oang-orang yang membuat separuh hidupnya berada seperti di dalam neraka. Bayangkan saja, ia dilatih untuk membunuh, bertahun-tahun membunuh orang membuat dirinya penuh darah, apa itu bukan hidup seperti di neraka? “Aku akan pergi sekarang,” Eleven beranjak dari tempatnya. “Ingat, tim itu akan dikirm besok. Mereka lebih berbahaya Ania, kekuatan mereka sudah diperbaharui, walaupun tidak semurni kekuatanmu, mereka jelas juga bisa membunuh atau membawamu dengan paksa.” Perkataan Eleven terngiang-ngiang di pikiran Ania, sementara pria itu sudah pergi jauh. Tiba-tiba Ania teringat bagaimana ia bisa terjerat masuk ke tempat itu. Flashback Ania dulu seorang anak kecil polos yang selalu ingin tahu dengan apa yang baru saja ia lihat. Ia sangat bahagia dengan kehidupannya, sampai saat ia  pergi ke DisneyLand Hongkong, itu adalah hal terindah untuk anak kecil berumur 2 tahun seperti Ania. Namun, sesuatu uamg todal terduga terjadi. Akibat terlalu asyik bermain, Ania terpisah dengan keluarganya. Gadis kecil itu, pergi berkeliling mencari keluarganya, hingga kelelahan dan tertidur di balik pohon ketika singgah untuk beristirahat. Ania terbangun ketika matahari senja menerpa wajahnya, ia berdiri tergesa tetapi tempat itu sudah sepi. Gadis kecil itu tidak menyerah, ia pergi mencari bangunan yang lampunya masih menyala, satu persatu bangunan ia datangi tetapi tidak ada orang yang ia temukan. Ania masih berkeliling hingga jam menunjukkan pukul 10 malam. Gadis itu menyerah, ia duduk di kursi, menundukkan kepalanya. Gadis kecil itu menangis dalam diam, air matanya perlahan-lahan turun di pipinya. Beberapa kali terisak kecil, membuatnya terbatuk beberapa kali sebelum benar-benar berhenti menangis. Ania memutuskan bersembunyi di salah satu stan penjual makanan ringan. Ia menemukan beberapa sisa makanan, karena lapar Ania memutuskan memakannya untuk mengganjal perut. Ketika Ania hampir tertidur, ia mendengar langkah kaki yang tidak jauh dari tempatnya bersembunyi. Seketika rasa kantuknya hilang, ia dengan cepat mengintip, dengan cahaya minim Ania berusaha melihat apakah benar-benar ada orang. Diam-diam, sejak tadi Ania berharap agar keluarganya kembali untuk mencarinya, apakah itu mereka? Sekilas Ania melihat beberapa orang memakai jas hitam berkacamata. Mereka terlihat seperti mencari sesuatu, menoleh kesana kemari sembari memeriksa semak ataupun pohon serta bangunan yang berada di sekitar mereka. Apa mereka mencari Ania? Ania memberanikan diri keluar dari tempatnya bersembunyi, berjalan mengendap-endap mendekati orang-orang itu. Gadis kecil itu mengikuti mereka, berharap akan menemukan jalan keluar dari tempat wisata ini. Tidak lama kemudian, Ania dapat melihat gerbang masuk yang ia lewati tadi pagi. Gadis itu tersenyum senang, sementara pria berjas yang ia ikuti tampak berkumpul di dekat beberapa mobil hitam, terlihat sedang menunggu seseorang datang. Ania diam-diam mendengar percakapan mereka, ia melangkah lebih dekat untuk mendengar lebih jelas. “Dimana anak itu?” tanya salah satu pria yang baru saja datang. Para pria itu menggeleng takut, “Kami tidak tahu bos, tadi siang kami melihatnya tertidur dibawah pohon setelah kami memberikan obat tidur di makanan ringannya.” Jawab salah seorang pria. Ania belum paham apa yang mereka bicarakan, ia melihat pria yang baru sja menjawab pertanyaan itu di tendang dan dipukul. Gadis itu terkisap di tempatnya. “Aku sudah susah payah memisahkannya dari keluarganya! Kalian tidak becus! Sekarang, cari anak itu kembali atau kalian pulang dengan kepala berlubang!” Ania melihat sekelompok pria itu pergi tergesa-gesa, berpencar ke segala arah. Sementara pria yang memukul tadi kembali masuk ke dalam sebuah ruangan. Ania melihat sekitar dengan pikiran polos, ketika ia melihat sebuah mobil hitam yang biasa di pakai kakeknya ke kantor, ia membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ania dengan mudah naik di mobil itu, masuk di kursi belakang lalu berbaring. Ia berpikir jika besok pagi ia bisa keluar. Beberapa menit kemudian gadis kecil itu tertidur, tidak tahu apa yang ia harapkan besok pagi tidak akan pernah terjadi. Tanpa Ania ketahui, seorang pria yang memakai jas hitam lengkap dengan topi bundar klasik di kepalanya berjalan ke arah mobil itu. Pria itu memukul kemudi mobil emosi, setelah berjam-jam mencari keberadaan seorang anak yang ia incar, anak buahnya sama sekali tidak menemukan anak itu. Padahal usaha yang ia lakukan untuk membuat anak itu terpisah sangat susah. Pria itu melemparkan jasnya ke kursi penumpang lalu melepaskan dua kancing kemejanya. Ia bersiap untuk pergi dari tempat itu ketika, ia melihat ke arah kaca spion yang memperlihatkan seorang anak sedang berbaring di kursi penumpang bagian belakang. Seketika pria itu terkekeh pelan, perasaan kesalnya tiba-tiba hilang. “Ternyata kau di sini, nak! Jika saja aku tahu lebih cepat, aku tidak perlu repot-repot mencarimu di seluruh tempat wisata ini semalaman!” Pria itu memundurkan kursinya, membelai rambut Ania pelan. Pria itu tersenyum licik, “Ayo kita pulang, ke rumah barumu! Banyak teman baru yang menunggumu di sana.” Ania tekisap, kaget karena melamunkan bagian penting yang mengubah hidupnya. Ania mengusap matanya yang berair, napasnya memburu. Gadis itu bersusah payah menormalkan detak jantung dan napasnya. Itu adalah kenangan buruk yang ingin ia hapus dari otaknya. Ania berdiri lalu berjalan menuju motor sport yang ia bawa tadi, membawa kendaraan roda dua itu menuju salah satu hotel terdekat. Ia tidak akan pulang ke apartemen malam ini, ucapan Eleven masih terbayang-bayang di benaknya. ….  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD