When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Di luar sana Liam menyeringai melihat Cakra yang sudah terkapar babak belur. Dia berhenti menghajar. Melihatnya berlumuran darah terasa begitu menyenangkan. Baru segitu Cakra sudah nyaris pingsan, padahal belum seberapa dibanding yang dia lakukan ke Darin. “Aku akan membiarkanmu pergi dari sini kalau kamu masih sanggup,” ucapnya. Mendengar itu Cakra langsung berusaha bangun. Sempoyongan bangun, sambil memegangi tangannya yang berdenyut sakit seperti remuk rasanya. Terhuyung dia melangkah menjauh, berharap mereka benar-benar melepasnya pergi. Soal senjata bisa direbut lagi nanti, toh dia sudah tahu siapa biang rusuhnya. Yang penting dia tidak mati konyol disini. Sayangnya dia ternyata memang sedang dipermainkan. Baru beberapa langkah sudah dihentikan oleh teriakan dari belakangnya. “Cak