When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Liam tidak punya banyak teman. Bukan cuma sekarang, tapi sejak kecil sifatnya memang sulit bergaul. Minder karena keadaan keluarganya yang dulu serba pas-pasan, juga karena tidak ingin lagi jadi bahan bullyan. Ayahnya punya jejak kelam yang membuat mereka sekeluarga dikucilkan dari lingkungan sosial. Dipandang sebagai sampah yang harus disingkirkan. Ironisnya, di saat tersulit seperti itu justru dia sekeluarga diterima hangat di lingkungan para konglomerat. Keluarga Lin, keluarga Abraham, keluarga Nugroho dan yang lainnya. Mereka kaum berada, tapi tidak pernah memandang orang sebelah mata. Jadi jangan heran kalau pertemanannya dengan Cello sudah terjalin sejak kecil. Begitupun hubungan Liam dengan anak-anak bosnya yang sudah seperti saudara. “Sejak punya anak perasaan hidupmu makin bener