Waktu terus berlalu dan hari ini sangat cerah dengan udara yang sejuk. Erlin memanfaatkan keberpihakkan alam dengan berkebun. Merawat aneka tanaman bunga kesayangannya yang sebagian daun dan tangkainya mulai menua dan menguning.
Bunga-bunga yang mendadak bermekaran dalam beberapa hari ini seolah memberi tanda-tanda jika Erlin memang sedang sangat riang menjalani hari-harinya. Rafael semakin jarang pulang yang artinya perseteruan di rumah mulai berkurang. Bahkn ketika sedang di rumah pun Rafael mulai sedikit bicara. Erlin menduga suaminya mulai sedikit ketar-ketir dengan sikap perlawannya.
“Selagi kamu tidak menyakiti dalam bentuk apapun, aku akan tetap bertahan denganmu, Mas, tenang aja kecuali aku sudah bisa melunasi semua utang almarhum pada ibumu.’ Tekad Erlin semakin kuat dan percaya dirinya sedikit demi sedikit mulai tumbuh dan berkembang.
‘Cepat atau lambat aku akan menunjukan siapa Erlinyang sebenarnya. Tunggu aja ya, Mas,” gumam Erlin di sela-sela senandung cintanya untuk semua tanaman indah yang senantiasa menjadi pelipur dan penghiburnya dalam segala suasana.
“Duuuh rajinnya si cantik ini,” Tiba-tiba sapaan seorang membuyarkan senadung cinta Elin.
“Eh, Bi Arsati, tumben. Iya nih Bi, mumpung lagi cerah harinya,” balas Erlin sambil menunda pekerjaannya dan menyalami tamu dadakannya, namun tidak cipika cipiki.
“Ada perlu sama saya, Bi?” lanjut Erlin pada wanita yang pagi itu berndan cukup aneh yang membuat Erlin tertawa geli dalam hati. Kepala berkerudung rapi namun tubuhnya memakai daster pendek tanpa lengan.
"Pastinya dong. Mau nanya yang kemarin itu, mau kapan kita ketemuan sama Eyang? Kita yang ke sana atau Eyangnya yang diminta ke sini, bisa kok?” Bi Arsati menatap wajah Erlin yang seketika berubah datar dan redup.
"Gak tahu, Bi. Saya gak terlalu yakin sama yang gituan," jawab Erlin datar, malas-malasan. Lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Hmmm, bibi jadi heran sama Neng Erlin. Kenapa masih belum aneh dengan diri sendiri?"
Ucapan Bi Arsati sukses membuat Erlin terpaksa menghentikan kembali aktivitasnya, lalu menatap wajah tamu anehnya yang mendadak trlihat cerah, ”Saya harus merasa aneh dengan diri saya sendiri? Memangnya kenapa, Bi?” tanya Erlin tak mengerti.
Erlin belum terlalu lama mengenal Bi Arsati. Bahkan lupa kapan pertama kali saling mengenal dengan wanita paruh baya yang berprofesi sebagai pedagang minyak wangi, bunga rampe, tukang pijat, asisten dukun juga merangkap ratu gosip sejagat.
"Apa yang aneh dengan saya, Bi?" Erlin kembali bertanya setelah Bi Arsati hanya terdiam sambil senyum-senyum seolah mencibirnya.
"Neng Erlin itu masih muda, cantik, punya usaha, hidup berkecupan dan pastinya lebih senang dari yang lain. Secara kan punya suami gagah, tampan, pegawai kantoran anak orang tajir lagi.” Bi Arsati mulai menata katanya dengan rapi.
“Ya, terus anehnya di mana?” Elin pura-pura penasara dengan pujian murahan sang biang gosip. Dia bahkan sudah bersiap untuk melakukan balasan balik jika Bi Arsiti kembali membahas hal unfaedah yang itu-itu saja.
“Sayang aja suaminya gemar selingkuh. Dan celakanya, Neng Erlin justru sangat takut pada Mas Rafael!" Bi Arsati yang mulutnya tidak pernah diikut sertakan dalam pelatihan dan penidikan etika komunikasi publik, mengeluarkan senjata andalannya. Memuji dan selanjutnya membanting.
Erlin edikit mendongak, memandang Bi Arsati sambil menahan geram dalam hati. “Kenapa jadi saya yang aneh?” tanya Erlin. "Mas Rafael itu bukan monster. Selama ini saya tidak pernah takut sama dia. Mengapa Bibi menyimpulkan demikian?" sambungnya.
Andai tak ada hukum yang berlaku di bumi Nusantra ini, mungkin Erlin sudah menjambak bibir manis berbisa milik si lambe turah itu.
"Maaf ya Neng, maksud bibi, Neng Erlin itu terlalu lembek dan mengalah sama suami. Sebenarnya itu tidak wajar. Pasti ada apa-apanya. Bibi punya keyakinan kalau Neng Erlin diguna-guna sama Mas Rafael.” Bi Arsati bicara serius dengan nada yang sedikit diturunkan hingga nyaris terdengar seperti berbisik.
“Ada-ada saja kamu, Bi!” sergah Erlin tak acuh. Lalu kembali menyiangi dan menyiram bunga-bunga yang selalu dirawatnya laksana mantan yang tak pernah hilang dalam ingatan.
Sejatinya Erlin tidak mempercayai segala hal yang berbau mistis seperti itu. Walau sudah beberapa kali Bi Arsati datang mengompori, sekaligus menawarkan solusi bertemu dengan dukun termana yang katanya sangat sakti, pendirian dan keyakinan Erlin tidak pernah goyah. Erlin justru merasa heran dengan Bi Arsati yang begitu ngotot menuduh suaminya selingkuh.
“Itulah keanehan dari Neng Erlin!” Bi Arsati belum menyerah.
“Bi, sejak pertama saya mengenal Mas Rafael dan menikah dengannya, beliau tidak pernah berubah. Tetap cinta, tetap sayang dan baik sama saya. Jadi kecurigaan Bibi sama sekali tidak beralasan. Hubungan kami baik-baik saja.” Erlin mulia mengeluarkan perasaan kesalnya.
“Jangan bohong, Neng!” sangkal sang asisten dukun.
Erlin tentu saja berbohong. Baginya itu lebih baik daripada harus mengumbar aib rumah tangga di depan semua orang. Apalagi sampai harus mendatangi guru spiritual, dukun, orang pinter atau apapun namanya seperti yang disarankan Bi Arsati.
“Neng Erlin tidak usah munafik. Bibi tahu kok keadaan rumah tangga kalian. Tapi itu sih terserah, bibi hanya sekedar ngasih tahu sebelum segalanya terlanjur. Memangnya Neng Erlin gak takut suaminya diambil pelakor?” Bi Arsati mulia meningkatkan seranganya.
“Jodoh itu di tangan Allah, Bi. Kalau memang suami saya diambil pelakor, ya silakan saja. Maaf, saya tidak berminat mendatangi dukun seperti yang Bibi maksudkan itu!" Erlin akhirnya bersikap tegas.
Raut wajah Bi Arsati mendadak runyam, promosi yang sudah dirancangnya dengan matang, mendapat respon mengewakannya dari Erlin. Baru kali ini dia mendapat calon mangsa yang sebegitu susah dipengaruhi.
Padahal menurutnya, Erlin bukan seseorang yang teramat luar biasa. Bi Arsati bahkan telah sanggup memperdaya beberapa istri pejabat dan pengusaha.
“Mas Rafael, tetep baik sama saya, tidak pernah kasar. Dan yang pasti, kami masih saling mencintai. Sama sekali saya tidak akan percaya kalau ada yang mengatakan dia berkhianat atau selingkuh atau apapun juga. Kami sudah saling percaya dan karena tulah kami sepakat untuk menikah.”
Erlin terpaksa bicara panjang lebar untuk memutus kegigihan Bi Arsati dalam meracuni isi kepalanya. Walau dadanya terasa sedikit sesak dengan amarahnya yang hampir meledak. Geram dengan mulut mercon Bi Arsati. Sejak lama Erlin sudah tahu kelakuan suaminya, namun dia memilih diam. Namun diam bukan tak tahu.
Erlin selalu geleng-geleng kepala setiap mendengar ocehan Bi Arsati yang sok tahu dan sok mengerti dengan rumah tangga orang lain.
“Sudah ya, Bi. Saya mau ke dalam dulu!” pungkas Erlin saat beranjak meninggalkan Bi Arsati, menuju halaman belakang hendak menyimpan teko tempat menyiram bunga.
Sejatinya pagi itu Erlin masih sangat senang dan nyaman dengan aktivitasnya. Namun kedatangan hama pengganggu, memaksanya untuk berpura-pura tidak melanjutkan berkebunnya.
Istri Rafael itu tidak ingin berlama-lama ngobrol dengan wanita yang hanya akan semakin menancapkan duri dalam hatinya. Terdengar seperti bersimpati namun ujung-ujungnya mencibir, bahkan menyalahkan dirinya sebagai istri yang tidak bisa membuat suami betah di rumah.
"Neng Erlin, tunggu!" panggil Bi Arsati.
Erlin yang mengenakan pakaian olah raga dan topi besar warna hijau muda itu, terpaksa menghentikan langkahnya. "Ada apa lagi, Bi?" tanya Erlin mencoba bersabar.
"Hmmm, sini bentar!" Bi Arsati mendatangi dan menarik tangan Erlin agar lebih mendekat, dan terhindar dari sinar matahhari.
"Eyang Panembahan itu, selain bisa ngobatin guna-guna, beliau juga bisa ngebikin suami gak bisa berpaling dari kita. Walau si pelakor super cantik, tapi akan segera luntur dalam hitungan menit!" Bi Arsati menambahkan bumbu promosinya agar Erlin kembali tertarik. Dia sudah bertekad untuk tidak gagal membawa Erlin dalam lingkaran sesatnya dalam Fans Berat Eyang Panembahan- FBEP.
“Dan satu lagi, Eyang bisa bikin yang mandul ngedadak hamil. Dia juga bisa membuat usaha kreditan Neng Erlin makin laris manis dan berkembanng pesat mengalahkan bisnisnya Pak Sandiaga Uno, Pak Erick Tohir atau bahlan Pak Surya Paloh!” lanjut Bi Arsati dengan wajah yang kian kemilau berbinar-binar.
Erlin kembali harus menahan geli dalam hatinya. Sungguh luar biasa wanita berdaster dan berkerudung ini, pikirnya. Bi Arsati bahkan mengenal Menteri, Ketua PSSi, Ketua Umum Partai Politik yang memang terkenal juga sebagai para pengusaha yang sangat sukses.
"Oh ya? Bisa gak mengalahkan kesuksesannya Pak Elon Musk?" Erlin berpura-pura excited untuk mengejek dan membuat Bi Arsati makin semringah.
"Hmm, Eyang itu dukun super sakti. Pasiennya juga banyak dari mancanegara. Bibi yakin hanya dengan sekali saja berobat sama beliau, Neng Erlin dijamin menemukan arti kebahagiaan, kenikmatan, kesusksesan dan kesempurnaan hidup. Sudah banyak yang membuktikannya."
“Gak sekalian aja sama kebersihan, kesehatan dan keamanan lingkungan hisup, Bi? Hahahahaha!” Akhirnya Erlin tak kuasa lagi menahan tawanya.
Dan sperti biasa, alih-alih tersinggung ditetawakan, Bi Arsati justru makin menggila dalam berbualnya. Bahkan mengalahkan kekuasaan Tuhan yang punya kewenangan menghamilkan dan mengatur rizki hamba-hamba-Nya di dunia ini.
"Wah pasti mahal dong bayarannya, secara dia berarti dukun internasional kalau pasiennya sampai sekelas Elon Musk atau Jack Ma yang dari luar negeri itu." Erlin kembali berpura-pura kagum sambil memegangi perutnya yang mulai mules dan sakit menahan geli.
"Hmmm, apa sih yang mahal buat Neng Erlin. Mas Rafael kan anak orang kaya yang, punya restauran besar, hehehe.” Wajah Bi Arsati seperti mengandung listrik 25 watt, cahayanya berkilau, akibat dari besarnya keyakinan jika peluru yang ditembakkannya sebentar lagi akan mampu melumpuhkan calon korbannya.
“Dan satu lagi, Neng. Eyang ini, anti ritual c***l atau sejenisnya. Lagian beliau kan masih muda, gak jauh beda usianya dengan Neng Erlin. Jadi gak bakal serem. Beliau itu dukun paling ganteng yang pernah ada di dinia ini. Disebutnya aja Pesulap Ijo Sage, bukan dukun, hehehe.” Bi Arsati makin meningkatkan kualitas bohongnya agar Erlin makin terkesima.
"Terima kasih atas segala infonya, Bi. Tapi maaf, saya tetap tidak tertarik. Udah dulu ya, saya mau masak dulu, belum sarapan nih," pungkas Erlin sesaat sebelum membalikan badannya dan berlalu meninggalkan sang promotor dukun yang melongo kecewa.
‘Kurang ajar aku diinggalin. Belum tahu dia siapa Arsati sesungguhnya!’ maki Bi Arsati sambil melangkah pulang dengan tangan hampa.
“Tunggu aja tanggal mainnya, Erlin!” geramnya penuh dendam.
^*^