bc

Iparku Sang Mantan Terindah

book_age18+
233
FOLLOW
1K
READ
student
doctor
drama
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

Blurb:

Saat takdir tak bisa di tawar, biarkan semesta bekerja dengan semestinya.

Bertemu kembali dengan mantan terindah, memanglah sangat menyenangkan. Namun, bagaimana jika bertemu kembali dengan seorang mantan yang mengkhianatimu? Apalagi, kamu baru mengetahui jika mantan tak berakhlak itu adalah adik dari suamimu sendiri?

Ya, itulah yang dialami gadis manis bernama Hafiza Putri. Hafiza bertemu kembali dengan Ferdhy Mahendra, mantannya yang beberapa tahun lalu mengkhianatinya.

Bagaimana mungkin Hafiza tidak emosi saat orang yang ingin dia hindari, malah dipertemukan sebagai iparnya? Apa Hafiza bisa kuat saat harus menjalin hubungan keluarga dengan lelaki yang membuatnya depresi bertahun-tahun? Lalu, bagaimana reaksi Allan Mahendra saat tahu yang menjadi alasan depresinya sang istri adalah adiknya sendiri? Yuk simak kisahnya di karyaku yang berjudul ' Iparku Sang Mantan Terindah'

Cover By Irumi Graphic

chap-preview
Free preview
Nasib Malang
   Dikisahkan seorang gadis penderita diabetes sejak usia 12 tahun yang harus mati-matian melawan penyakitnya. Seolah tidak cukup sampai di situ penderitaannya, ia pun harus menelan rasa sakit sebuah penghianatan dari sang kekasih atas cintanya yang tulus dan murni, hingga membuat dirinya bertahun-tahun mengalami depresi.      ***      Hafiza Putri. Gadis Remaja berusia 18 tahun itu, kini terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit. Bertahun-tahun ia sering keluar masuk rumah sakit karena penyakit diabetes yang dideritanya. Sejak usia 12 tahun, Hafiza harus senantiasa sabar menjalani ujian-ujian berat yang selalu menimpa dirinya.    Saat kelas 5 SD, Hafiza sudah menjadi anak piatu. Ibunya meninggal, karena komplikasi jantung yang diderita, setelah bertahun-tahun melawan penyakit diabetesnya.    Setelah kepergian sang ibu, Hafiza tinggal bersama kakak perempuan dan neneknya. Sementara, ayahnya pergi berkelana tanpa pernah mementingkan masa depan anak-anaknya.    Hafiza berasal dari keluarga yang sederhana. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak pertamanya bernama Nico Aldebaran dan kakak ke duanya bernama Jingga Mentari, Mas Nico dan Mbak Tari, ya, itulah panggilan akrab Hafiza untuk kedua kakaknya.    Setelah lulus SD, Hafizah bersekolah di SMP favorit. Ia mendapatkan beasiswa sehingga biaya sekolah sepenuhnya ditanggung pemerintah.  Sembari bersekolah, Hafiza juga menuntut ilmu agama di pondok pesantren. Nico dan Tari sepakat, Hafiza tinggal di pondok pesantren agar hafiza bisa memperdalam ilmu agama dan tidak kesepian lagi di rumah. Nico dan Tari berencana untuk bekerja di luar kota agar bisa mendapat gaji yang layak untuk mencukupi kebutuhan Hafiza. Sementara, nenek Hafiza ikut tinggal di Surabaya bersama om dan tantenya Hafiza.    Awal masuk pesantren , Hafiza selalu menangis. Dirinya masih susah untuk beradaptasi dengan tempat barunya.  Meski teman-temannya sangat baik dan ramah, tetap saja Hafiza selalu merindukan keluarganya, terutama pada nenek yang selalu menemaninya setiap hari.    Butuh waktu berbulan- bulanb untuk beradaptasi, akhirnya Hafiza benar-benar nyaman tinggal di pondok pesantren. Banyak ilmu yang bisa ia peroleh, ustadzah yang sangat ramah dan Ibu Nyai yang sangan sayang dengan Hafiza. Iya, Ibu Nyai sudah menganggap Hafiza seperti putrinya sendiri.    Tak terasa, setahun pun sudah berlalu. Hari-harinya dipenuhi dengan penuh kebahagiaan. Namun, karena sering pingsan, Hafiza pun dibawa ke rumah sakit. Saat diperiksa di rumah sakit, Hafiza pun terdiagnosa menderita diabetes. Akhirnya, keluarga pun sepakat untuk membawa Hafiza pulang ke rumah. Ia tidak diizinkan lagi untuk tinggal di pesantren agar bisa selalu terpantau.    Dari sinilah awal penderitaan Hafiza bermula. Selama 6 tahun ini, Hafiza merasakan sakit yang luar biasa. Sejak usia 12 tahun, hingga usianya kini yang baru menginjak 18 tahun, Hafiza sering kali keluar masuk rumah sakit.    Sekarang, gadis itu terbaring lemah tak berdaya dengan selang infus yang menempel di pergelangan tangannya. Sesekali. Ia merasa lelah dengan kondisinya saat ini. Tak jarang pula, Hafiza merasa down dan berniat untuk mengakhiri hidupnya. Akan tetapi, niat bunuh diri selalu Hafiza urungkan karena Nico dan Tari selalu menjadi penyemangat Hafiza, menopang kerapuhan yang Hafiza derita dan menjadi alasan Hafiza untuk tetap berjuang melawan penyakitnya.    Perlahan, Hafuza membuka mata. Ia terbangun dari tidur lelapnya. Di samping Hafiza, ada Tari dan Nico yang setia menemani. Kebetulan, Nico sedang libur kerja, dan Tari menyempatkan waktu untuk menjenguk Hafiza.    Yang tinggal bersama Hafiza saat ini adalah Tari. Tari sengaja resign dari kantor lamanya yang berada di luar kota, hanya untuk menemani Hafiza di rumah. Tari tidak tega, jika Hafiza harus tinggal sendirian di rumah. Akhirnya, Tari mengalah dan memilih untuk mencari kerja di sekitar tempatnya. Sekarang, Tari bekerja di kantor pengadilan agama daerah sekitar. Sementara Nico masih tetap bekerja di luar kota agar kebutuhan mereka masih tetap bisa terpenuhi.    “Hai, Tuan Putri. Sudah bangun, Non? Makan dulu ya, sayang?” Mbak suapin,” ucap Tari pada Hafiza yang masih mengerjapkan matanya.    Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Hafiza hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Tari.    Tari mulai menyuapi Hafiza dengan ransum makan yang sudah disediakan dari rumah sakit, karena memang Hafiza tidak boleh makan sembarangan, apalagi yang manis-manis. Semua harus sesuai takaran porsinya. Jika terlalu banyak mengandung karbohidrat, kalori ataupun gula, bisa membuat gula darah Hafiza menjadi tinggi. Hal itu, tentu saja bisa membuat Hafiza drop dan tentu sangat berbahaya untuk keselamatannya. Ini juga yang menjadi alasan Hafiza merasa sangat menderita. Ia tidak bisa menjalani hidupnya dengan normal seperti teman-temannya yang lain.    Hafiza sudah tidak bisa menikmati masa mudanya dengan indah. Biasanya, remaja seusia dirinya, masih suka jalan-jalan bersama teman sebaya untuk sekedar ngopi atau maan-makan. Namun, Hafiza sudah tidak bisa menikmati itu. Ia benar-benar mejauhkan makanan-makanan lezat itu dari hidupnya. Jangankan makan atau minum yang manis-manis, yang nikmat seperti ; capuccino, green tea, red velvet, atau yang manis-manis lainnya. Padal, itu semua adalah minuman kesukaan Hafiza.    Hafiza benar-benar tidak menyangka, jika hidupnya akan seperti ini karena menderita diabetes usia dini.  Memang, diabetes yang Hafiza derita adalah diabetes tipe 1. yaitu diabetes yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan),  karena saat mengandung Hafiza, ibunya sudah terkena diabetes. Jadi, resikonya sekarang berimbas pada Hafiza.    Sungguh! Hafiza memang perempuan yang hebat. ia selalu sabar menerima berbagai ujian berat yang harus dirinya hadapi. Dengan penuh keikhlasan, Hafiza menjalani takdir hidupnya. Namun, tak jarang pula dirinya merasa down seperti saat ini.    Baru sesuap makanan yang masuk ke dalam mulut Hafiza. Namun, ia sudah merasa mual yang luar biasa hebat.    “Mas, tisu!!!” teriak Hafiza pada Nico yang berada di belakang Tari.    Nico memberikan beberapa lembar tisu yang tersedia di atas laci. Dengam sigap, Hafiza langsung menyahut tisu itu dan memuntahkan isi perutnya.      “Huwek ... huwek ....” Hafiza terlihat sangat lemas. Bahkan, bisa dibilang sama sekali tidak ada tenaga. Dengan sisa-sisa tenaga yang ia punya, Hafiza terus memuntahkan sesuatu yang membuat perutnya tersiksa.    Namun, hanya cairan bening yang keluar dari mulut Hafiza. Tidak ada sisa makanan yang termuntahkan membuat Hafiza benar-benar sangat lemas. Hafiza kehilangan banyak cairan tubuhnya. Efek dari obat keras yang dimasukkan lewat selang infus Hafiza memang luar biasa. Membuat Hafiza merasakan mual yang begitu hebat dan sangat menyiksa.    “Huwek ... Mas, kenapa rasanya menyiksa sekali? Hafiza nggak kuar, Mas. Hafiza pengen nyusul Ibu di surga,” ucap Hafiza frustasi pada kakaknya. Air mata Hafiza sudah mengalir deras dan tak terbendung lagi.    Nico tidak bisa berbuat apa-apa. Nico bingung apa yang harus ia lakukan. Nico tidak tega melihat adiknya yang terus-terusan menderita seperti ini. Andai dirinya bisa menggantikan posisi Hafiza, ia rela jika harus berbaring di ranjang yang Hafiza tiduri sekarang. Nico ingin memindahkan rasa sakit yang Hafiza rasakan saat ini ke dalam tubuhnya. Namun sayangnya, Nico bukan Tuhan. Dirinya hanyalah manusia biasa, yang hanya bisa ikhlas, sabar dan tawakal menerima segala ujian yang Tuhan beri.    Nico mendekat ke arah Hafiza. Dengan sangat hati-hati, Nico memeluk adiknya. Menyalurkan seluruh kekuatan yang ia punya untuk Hafiza, menopang tubuh Hafiza yang rapuh, mengelus pelan rambut Hafiza dan menciumi pelan puncak kepala gadis itu, untuk memberikan Hafiza sedikit ketenangan.    “Dek, Hafiza gak boleh ngomong seperti itu. Hafiza gadis yang kuat, Mas salut sama Hafiza. Belum tentu Mas kuat saat berada di posisi Hafiza. Tapi, lihatlah, Hafiza mampu bertahan sampai sejauh ini. Mas akui Hafiza hebat!” Nico mengurai pelukannya, dan beralih merangkul adiknya, dari samping. Hafiza pun hanya bisa menatapnya nanar. “Dengerin Mas, ya Dek? Setiap orang, pasti diuji dengan cobaannya masing-masing. Mas, Mbak Tari, Hafiza dan semua orang yang ada di dunia ini, pasti memiliki ujian dan cobaan masing-masing. Bahkan, anak kecil yang baru lahir saja, sudah ada yang merasakan beratnya ujian. Lihat deh, anak-anak bayi yang sakit kanker, tumor, dan penyakit-penyakit yang mematikan, mereka sama seperti Hafiza. Bahkan, ujiannya lebih berat dari Hafiza. Memang, ujian Mas dan Mbak tidak seberat ujian yang Hafiza hadapi saat ini, tapi Mas ingin Hafiza tetap semangat. Hafiza hebat! Hafiza sudah bertahan sejauh ini. Tuhan lebih sayang sama Hafiza. Tuhan memberi ujian yang begitu luar biasa hebat untuk Hafiza, karena Tuhan yakin, Hafiza mampu melewatinya,” tutur Nico membuat Hafiza terdiam. Tangisnya pun semakin pecah.    “Tapi, Hafiza capek, Mas. Sampai kapan? Sampai kapan Hafiza harus menderita seperti ini? Hafizah lelah, rasanya Hafizah ingin menyerah,” keluh Hafiza frustasi.    Hati Nico seakan teriris mendengar keluhan adiknya yang terlihat begitu frustasi. Selama ia menjadi kakak Hafiza, baru kali ini ia melihat adiknya benar-benar tidak punya semangat hidup lagi. Ingin sekali ia keluarkan tangisnya. Namun, ia tidak mungkin menangis di depan orang yang sangat membutuhkan semangatnya.    Nico pun mengerjapkan mata berkali-kali, guna menghalau air matanya agar tidak keluar. Nico memaksakan senyumnya seolah berkata, semua akan baik-baik saja. “Hafiza percaya, gak, kalau Tuhan tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hambanya? Hafiza harus tetap bersyukur dengan apapun yang Tuhan takdirkan. Tuhan memberikan Hafiza cobaan, karena Tuhan ingin mengangkat derajat Hafiza. Tuhan ingin melihat sejauh mana kesabaran, ketabahan dan kesetiaan Hafiza pada Tuhan. Jadi, Hafiza harus selalu semangat, sabar dan berserah diri sama Allah. Percayalah, Sayang. Semua akan indah [ada waktunya.”    Hafiza terdiam merenungkan setiap kata yang Nico ucapkan. Benar kata Nico, Hafiza tidak boleh lemah. Hafiza tidak boleh rapuh karena Hafiza masih punya Tuhan yang Maha Menyembuhkan.    Hafiza tersenyum. Dihapusnya air mata yang masih menggenang dengan kedua tangan. “Baiklah, Mas. Hafiza akan terus berjuang, meskipun itu sangat melelahkan. Hafiza gak tahu kapan perjuangan ini akan berakhir, tapi setidaknya Hafiza sudah berjuang semampu Hafiza. Hafiza harus kuat! Hafiza harus semangat! Semangat Hafiza!!!” teriaknya menyemangati diri sendiri.    “Semangat!!!” sahut Tari dan Nico kompak. Mereka akan selalu memberi dukungan penuh untuk Hafiza. Tari hanya bisa menangis melihat semangat adiknya yan g begitu besar untuk tetap berjuang melawan penyakitnya. Sementara Nico, perlahan melepas rangkulannya dan mencoba tetap tersenyum di depan Hafiza   

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
97.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook