“Alan...? Nilai uang itu tidak sedikit. Jika 1 juta dollar itu dikonversikan ke rupiah, menjual semua aset keluarga Tanoto saja tidak akan cukup untuk membayar separuhnya. Selain itu, kita juga tidak punya bukti untuk menggeledah tas golf yang dibawa oleh Darius. Dia terkenal sangat licik dan cerdik. Jika benar dia yang mencuri uang itu, aku yakin dia sudah merencanakannya baik-baik. Dia pasti sudah mengincar uang itu sejak semalam.”
Alan masih diam selama beberapa detik, lalu bibirnya membentuk senyum kecil. “Kalau begitu, biarkan saja uangnya hilang. Mungkin memang sejak awal kita seharusnya membuangnya ke tempat sampah.”
“Kamu bicara apa?” balas Angela bingung, menegakkan punggungnya agar bisa bersitatap dengannya.
“Darius adalah menantu kesayangan keluarga Tanoto. Bagaimana bisa kita menuduhnya tanpa bukti? Selain itu, jika kamu sampai bertengkar dengan adikmu, apa kamu bisa menahannya?”
Wajah Angela semakin pucat dan suram. Napasnya menjadi dingin. Tiba-tiba, dia teringat satu hal penting terkait uang itu.
“Tapi, Alan... uang itu... bagaimana jika Anderson muncul dan memintanya kembali kalau kamu masih tidak setuju ikut bersamanya? Ditambah lagi, uang itu katanya adalah uang muka untuk bercerai, bukan? Kalau dia berpikir aku mengambil uangnya gara-gara tidak bisa mengembalikannya, bagaimana?”
Alan Gu kembali terdiam. Sorot mata hitamnya yang gelap sangat misterius.
Arisa yang tidak mengerti apa yang suami istri itu bicarakan segera memotong percakapan keduanya.
“Apa maksudmu, Angela? Uang muka bercerai apa? Kalian akan bercerai? Bagaimana mungkin? Apa uang satu juta dollar itu sebenarnya adalah harta bersama?”
Arisa sangat bingung.
Jika benar akan bercerai, kenapa keduanya masih terlihat sangat romantis dan saling melindungi?
“Kami tidak akan bercerai. Ini tidak seperti yag kamu pikirkan, Arisa,” jawab Alan Gu datar dan tegas.
“Hah? Lalu, apa maksudnya? Siapa Anderson? Apa hubungannya dengan uang yang hilang itu?”
Melihat Alan diam sekali lagi, Angela segera mengambil alih meski terlihat lemah dan tidak baik-baik saja.
Semakin Arisa mendengar kata demi kata, semakin dia terpekik dalam diam saking terkejutnya! Kedua tangan menutupi mulut!
Mike yang duduk di sebelahnya juga tampak sangat terkejut.
“Grup Gu? Maksudnya adalah Grup Gu yang memiliki banyak cabang perusahaan itu? Perusahaan yang fokus utamanya ada pada pengembangan properti, hotel, IT, dan tenaga terbarukan?” tanya Mike tidak percaya.
Mike Salvador bukan hanya pegawai bank biasa. Dia juga adalah orang yang suka memerhatikan dunia bisnis dan gosip para konglomerat di ibukota. Tentu saja karena itu ada kaitannya dengan pekerjaannya yang bekerja di bank pusat negara mereka. Ada banyak uang senilai milyaran rupiah lewat di tangannya setiap hari, bahkan bisa sampai triliunan. Dengan pekerjaan seperti itu, jelas dia sudah pasti bisa menghapal beberapa pemilik uang tersebut demi menjaga hubungan kerja sama kedua belah pihak.
Angela menggangguk lesu. “Benar. Grup Gu yang itu. Tapi, kami berdua belum bisa memastikan kebenarannya. Kami masih mencurigainya sebagai orang iseng yang hanya ingin mencari masalah. Maka dari itu aku meminta bantuan Arisa untuk memeriksa keaslian uang tersebut. Tapi....”
Angela tidak berdaya begitu teringat uang satu juta dollar itu telah menghilang secara misterius. Satu lembar uang pun tidak ditinggalkan oleh sang pencuri.
Siapa yang berani mengambil uang itu kalau bukan Darius?
Semua pelayan di mansion kecil mereka tidak akan berani macam-macam. Kedua orang tua Angela terkenal galak dan sangat perhitungan. Sekali berbuat kesalahan, para pelayan mereka pasti akan menyesal seumur hidup. Satu-satunya yang masuk akal hanyalah dugaan Angela sebelumnya, karena semua petunjuk hanya mengarah kepada Darius yang mencurigakan.
“Kalau begitu, kita harus segera bertindak! Ayo cari bukti! Aku yakin dia tidak akan langsung membawa pergi uang itu! Kita melihatnya barusan, bukan? Kalau di tas golf itu tidak ada, besar kemungkinan dia masih menyembunyikannya sementara di dekat sini. Dia tidak mungkin begitu bodoh untuk digeledah saat kita kembali ke kamar dan berpapasan dengannya, bukan? Aku yakin dia hanya ingin membuat alibi! Makanya dia sengaja berjalan dan bertemu kita semua! Dia sungguh licik dan nekat! Aku benar-benar tidak percaya ada orang seperti itu!”
Angela terkejut!
Benar juga! Kalau mereka memeriksa tas golf itu dan tidak menemukan apa-apa, pasti dia akan langsung bisa lepas dari tuduhan. Dia dan suaminya sudah pasti akan membuat keributan besar yang bisa memecah belah keluarga mereka lebih parah lagi. Di sisi lain, Alan pasti akan semakin dibenci oleh keluarganya.
“Sialan! Kita benar-benar ditipu!” umpat Mike yang mulai terdengar emosi.
“La-lalu... apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Angela gugup, mendongak menatap suaminya yang kembali memeluknya.
“Kita tidak punya pilihan selain membiarkannya saja. Lagi pula, tanpa bukti, kita tidak mungkin menuduhnya seperti kata Arisa. Tidak ada CCTV di lantai dua. Semua usaha berdebat kita pasti akan berakhir sia-sia.”
“Alan. Apa mungkin orang yang merusak komputermu adalah Darius juga? Dia suka melihatmu dimarahi, bukan? Selalu berpuas diri jika dia lebih hebat daripada dirimu. Aku yakin dia sedang merencanakan sesuatu,” potong Angela cepat, seketika teringat ibunya yang tidak mau memberitahunya siapa yang sudah masuk ke kamar mereka dan merusak komputer Alan.
Ibu Angela selalu di rumah sepanjang hari, bagaimana bisa tidak menyadari ada yang masuk dan membuat keributan tanpa diketahui olehnya di lantai dua?
Kecuali dia ingin melindungi pelakunya!
Alan diam saja. Tidak mengatakan apa-apa, tapi sorot matanya dalam dan sulit ditebak.
***
Beberapa hari telah berlalu sejak hilangnya uang satu juta dollar itu, Angela yang selalu merasa dihantui oleh perasaan bodoh dan rasa bersalah, akhirnya datang ke toko kue suaminya dengan senyum lebar yang dipaksakan. Dia berkeringat dingin karena ragu-ragu suaminya akan menyukai apa yang sedang dia siapkan untuknya sebagai permintaan maaf.
“Kenapa kamu datang ke mari di jam seperti ini?” tanya Alan penasaran, mengerutkan kening menatap istrinya yang tidak biasanya datang di jam kerjanya.
Perusahaan tempat Angela bekerja adalah perusahaan keuangan yang sangat terkenal, jelas tidak akan membiarkan karyawannya berkeliaran di jam kerjanya. Apakah ada masalah serius yang sedang terjadi?
Pada hari Sabtu lalu, kebetulan hari itu Angela sedang mengambil cuti yang jarang digunakannya agar bisa menemaninya selama Faizal sedang izin pulang ke kampung halamannya, tapi hari ini jelas berbeda. Tidak seharusnya istrinya datang ke toko hanya untuk menemaninya berjualan, bukan?
“Itu...” kata Angela memulai, semakin ragu-ragu dan deg-degan untuk mengatakan isi hatinya.
Karena tidak nyaman dengan tatapan para pembeli yang terus melirik wajah tampan Alan Gu, Angela segera menariknya keluar toko.
“Angela? Ada apa? Apakah karena masalah uang itu lagi? Aku bilang kamu tidak perlu memikirkannya. Aku yang akan membereskannya untukmu.”
Wanita itu memang kesulitan tidur akhir-akhir ini gara-gara memikirkan uang satu juta dollar yang hilang itu. Terlebih lagi, keluarganya mencoba mengungkitnya, tapi berhasil ditekan oleh Angela dengan alasan sudah dikembalikan dan Alan membatalkan kerja sama gara-gara orang itu terlalu berharap banyak dan mencurigakan.
Entah penjelasan Angela masuk akal atau karena ada alasan lain, keluarganya tiba-tiba membiarkan hal itu lewat begitu saja. Sangat aneh mengingat itu adalah jumlah uang yang tentu tidak akan dibiarkan lepas oleh keluarganya. Tapi, karena Angela terus kepikiran ke mana uang itu pergi, dia tidak mau ambil pusing lagi terkait reaksi mereka.
“Tidak. Bukan itu. Aku sengaja datang ke mari karena apa yang aku katakan sebelumnya kepadamu. Masih ingat soal kontrak bisnis yang sedang aku kerjakan minggu lalu? Aku mendapat harga yang bagus saat penawaran, dan karena itu aku mendapat bonus yang tinggi.”
Angela menjelaskan dengan senyum ceria dipaksakan, lalu segera menarik suaminya lagi sedikit lebih jauh dari toko mereka.
“Tadaaa! Mobil baru ini adalah hadiah ulang tahun dariku! Aku tahu kalau ulang tahunmu masih jauh. Tapi, karena aku tahu kamu mungkin tidak akan menerimanya begitu saja, makanya aku memberikannya sebagai kado ulang tahun. Bagaimana? Kamu suka, tidak? Memang bukan mobil mahal, tapi aku pikir ini cukup bagus untuk digunakan di toko!” terang Angela penuh antusias. Dia memperlihatkan sebuah mobil box kecil dengan tangan kiri sementara tangan satunya memeluk sebelah lengan suaminya
Melihat apa yang tersaji di depan matanya, wajah Alan seketika mengelap suram. Hawa dingin langsung jatuh di wajah tampannya.