Tersesat 2

1362 Words

Setelah dirasa aman, kami berhenti berlari. Dengan napas yang tersengal aku tertawa melihat muka Rimba yang pucat tertimpa cahaya rembulan. "Kamu takut juga?" tanyaku sambil terkekeh. Dia diam masih mengatur napas. "Dia itu bisa menyerang kita kapan saja, karena bisa mendeteksi panas tubuh. Sedangkan kita, gak bisa lihat makhluk itu. Mana gelap, gak bawa alat buat nyerang juga, gimana " jawab Rimba kemudian. Aku terdiam. Benar juga yang dia katakan. Aku menatap jari kami yang masih saja bertautan erat, lalu tersenyum. Hati memang tidak pernah bisa berbohong. Namun, saat dia menyadari itu, segera dia lepaskan dan meminta maaf padaku. Rasanya tidak perlu dia meminta maaf, karena aku juga menginginkannya. "Kita dirikan tenda sebelah sana saja. Sepertinya aman. Sudah terlalu malam juga,

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD