PART. 11 PERMINTAAN RANI

1390 Words
Raja menerima kertas jawaban dari Rani. Raja duduk di sofa ruang tengah, dibukanya kertas yang dilipat empat oleh Rani. "Duduklah!" Raja menepuk tempat di sebelahnya. Rani mematuhi apa yang diucapkan Raja. Ia duduk dengan kepala tertunduk dalam. Raja mulai membaca apa yang ditulis Rani. Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, ada hal penting yang ingin aku sampaikan kepadamu. 1) Jangan pernah lagi berteriak di depanku. 2) Jangan pernah lagi menuduh tanpa bertanya lebih dulu. 3) Berhenti menghinaku. Itu yang aku ingin sampaikan kepadamu. Raja membalikan lembaran kertas di tangannya. "Mana jawabanmu!" Serunya gusar. Rani merebut kertas di tangan Raja, dan menunjuk yang ditulisnya bernomer satu. Raja menarik nafas berat, lalu dihempaskannya dengan kuat. "Oke..Rani mana jawabanmu dari pertanyaanku tadi sore?" Ucap Raja dengan suara bernada rendah, tapi terdengar penuh tekanan. Rani tahu kalau Raja tengah menahan rasa kesal di dalam hatinya. 'Mungkin dia kesal karena merasa aku sudah lancang mengaturnya, heehh salah sendiri tidak bersikap baik kepadaku' gumam Rani di dalam hatinya. Rani mengambil kertas lain di saku babby dollnya. Diserahkannya ke tangan Raja dengan harap-harap cemas. 'Apa dia akan mempercayai jawabanku, ataukah akan menuduhku mengada-ada, ya Allah berikan yang terbaik untuk hidupku, karena ENGKAULAH yang paling tahu, apa yang terbaik bagi umat MU, aamiin' Raja membuka kertas yang berlipat empat di tangannya. Ditatapnya wajah Rani sebelum ia membacanya, Rani balas menatap Raja, mata mereka bertemu sesaat. Raja mengalihkan pandangannya ke kertas di tangannya. Satu yang harus kamu tahu, aku tidak pernah menjual diriku! Aku tidak dicium atau mencium siapapun juga, kamu yang pertama menciumku. Noda merah di tengkukku itu adalah sesuatu yang tidak aku inginkan. Mungkin kamu tidak akan percaya apa yang akan aku katakan. Sejak aku tinggal di rumah kakek, orang itu, tepatnya pria itu selalu menatapku dengan tidak sopan. Dia sering berusaha ingin melecehkan aku, tapi Allah masih melindungiku. Tadi sore dia kembali berusaha melecehkan aku, dia memelukku, menarikku duduk di atas pangkuannya, dan mengecupi tengkukku, aku berusaha berontak, tapi dia lebih kuat. Aku tidak bisa mengatakan apa yang dia lakukan kepadaku, karena ia mengancam akan melukai ibuku. Andai aku mengadu pada kakek pun, belum tentu kakek mempercayaiku, karena kakek menyayanginya seperti anak sendiri selama ini. Aku kira kamu pasti tahu siapa orang itu, karena kamu pernah melihat sendiri dia mengejarku di hal... Belum sempat selesai membaca apa yang ditulis Rani, Raja merentak berdiri dengan wajah merah padam, kedua tangannya mengepal kuat dikedua sisi tubuhnya. Rani yang kaget melihat sikap Raja ikut berdiri. "Aku harus membuat perhitungan dengan Om Robby!" Geramnya dengan amarah yang jelas terpancar dari sinar matanya, mimik wajahnya, dan sikapnya. "Pak Japri! Pak Japri!" Raja berteriak memanggil supirnya, Pak Japri datang tergopoh menemuinya. "Ya Tuan" "Antarkan aku ke rumah kakek Rani sekarang juga!" Mata Rani membola besar mendengar ucapan Raja, di halanginya langkah Raja dengan berdiri di depan Raja. "Ada apa? Biarkan aku menemui b******n itu! Biarkan aku mengatakan pada kakek apa yang sudah dia lakukan padamu!" Seru Raja gusar karena Rani menghalangi langkahnya. Rani mendongakan wajahnya, kepalanya menggeleng berulang kali. Rani tidak ingin sikap gegabah Raja justru akan melukai Ibunya. Ancaman Robby tidak bisa diabaikan begitu saja. "Kenapa kamu menghalangi aku Rani! Apa kamu senang dia melecehkanmu haah!?" Rani memukuli d**a Raja berulang kali, ia merasa kesal karena Raja kembali berteriak, dan menuduh seenaknya. Rani memgambil kertas yang tadi dilemparkan Raja begitu saja. Ia tunjukan bagian di mana yang ia tuliskan kalau keselamatan ibunya terancam jika Robby tahu ia menceritakan apa yang terjadi pada orang lain. "Kenapa kamu harus takut Rani, kita bisa bawa ibumu untuk tinggal di sini bersama kita!" Rani menggelengkan kepalanya, ia yakin kakek tidak akan mengijinkan ibunya pergi dari rumah. Rani menunjukan tulisan tentang kakeknya yang tidak akan mempercayainya. "Argghhhh..." Raja mencengkeram rambutnya dengan kuat, tinjunya melayang ke arah dinding dengan kuat, membuat buku-buku jarinya lecet. Ia kembali ingin meninju dinding, tapi Rani melingkarkan tangannya di tubuh Raja, mengunci tangan Raja agar tidak bisa terangkat. Rani mendongakan wajahnya yang bersimbah air mata, kepalanya berungkali menggeleng, seakan memohon pada Raja agar menahan rasa marahnya. Raja melepaskan pelukan Rani, lalu berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Rani hanya bisa menatap punggung Raja dengan perasaan gundah gulana, ia tidak mengerti kenapa Raja begitu marah, terlihat begitu terluka, bukankah Raja tidak perduli akan dirinya? Lalu kenapa ia semarah itu? * Rani mengutuk pintu kamar Raja dengan ketukan pelan. Cukup lama ia mengetuk, tapi pintu tidak juga terbuka. Rani menghela nafas berat, ia memutar tubuhnya, mengambil nampan berisi makan malam dan minuman untuk Raja dari atas lemari kecil di dekat pintu kamar Raja yang ia letakan karena harus mengetuk pintu. Baru satu langkah Rani neninggalkan pintu kamar Raja, ketika terdengar suara pintu yang dibuka. Rani memutar tubuhnya, Raja berdiri diambang pintu dengan bertelanjang d**a. Hanya boxer biru tua yang melekat di tubuhnya. Rambutnya basah, matanya merah, wajahnya beku, sikapnya kaku. "Ada apa?" Tanyanya dingin. Rani menyodorkan nampan berisi makanan ke hadapan Raja. 'Makan malammu' gerak bibir Rani mengatakan itu. Raja bukannya menatap nampan yang disodorkan Rani, tapi matanya fokus ke arah bibir Rani untuk membaca apa yang Rani ucapkan. "Masuklah!" Raja membuka lebar pintu kamarnya. Dengan perasaan ragu Rani melangkah masuk membawa nampan makan malam untuk Raja. "Letakan saja di meja itu" tunjuk Raja ke arah meja yang berada di dekat sofa. Rani meletakan nampan yang dibawanya sesuai keinginan Raja. "Duduklah kita harus bicara, tepatnya mungkin dengarkan apa yang ingin aku bicarakan padamu" ucap Rani dengan suara pelan, sikap Raja terlihat tenang, Raja duduk di sofa panjang, ia menepuk tempat disebelahnya agar Rani duduk di sana. Rani duduk tepat di sebelah Raja. Raja mengulurkan tangannya, disibaknya rambut Rani agar ia bisa melihat tanda merah bekas kecupan Robby di tengkuk Rani. Kening Raja mengernyit saat melihat tengkuk Rani lecet seperti bekas digosok dengan kuat. "Apa yang kamu lakukan, kenapa tengkukmu lecet begini!?" Seru Raja tiba-tiba, ketenangannya yang diperlihatkan tadi sirna seketika. Rani memukul paha Raja yang tepat berada di sisi pahanya. Rani menunjuk telinganya dan mengucapkan 'aku tidak tuli' dengan gerak bibirnya. "Maaf!" Raja merapikan lagi rambut Rani. "Besok kita kedokter untuk mengobati lecet di tengkukmu, aku juga ingin membawamu ke dokter untuk memeriksakan pita suaramu, kamu tidak usah sekolah dulu besok" Rani menganggukan kepalanya. "Meski tidak ada perasaan lebih di dalam hatiku terhadap dirimu, tapi aku ingin memberikan apa yang terbaik untukmu Rani, sebagai balasan atas bantuan yang diberikan kakekmu kepada perusahaanku, perusahaan itu sangat berarti bagi kami, karena itulah aku rela mengabaikan perasaanku dan mau menikahimu" ucapan Raja memang terdengar lembut, tapi bagai jarum yang menusuk dalam sampai ke dasar hati Rani. Rani menundukan wajahnya. 'Apa yang bisa kuharapkan dari pernikahan atas dasar perjanjian bisnis semata, pernikahan ini tanpa masa depan, tapi bagaimanapun ada sisi positif yang bisa kudapatkan dari pernikahan ini, aku bisa sekolah lagi, aku tethindar dari kebejatan Robby, dan semoga kelak aku bisa bicara lagi' batin Rani. "Kamu sudah makan?" Tanya Raja membuyarkan lamunan Rani. Rani menggelengkan kepalanya. "Kalau kamu mau kita bisa makan sepiring berdua, mau aku suapi?" Raja menatap Rani di manik matanya, mata Rani mengerjap tak percaya dengan apa yang ditawarkan Raja padanya. Rani tanpa sadar menganggukan kepalanya, ia merasa seperti melihat sosok Ayahnyalah yang sedang berada di hadapannya. Tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Raja, air mata Rani mulai berjatuhan di pipinya. Teringat akan Ayahnya membuat dadanya terasa sesak, dan airmatanya meluncur deras di pipinya. "Kenapa menangis?" Tanya Raja bingung. Rani menggelengkan kepala, ia mengangkat tangannya ingin menghapus air mata di pipinya, tapi Raja menahan gerakan tangannya. Raja mengambil beberapa lembar tissue dari atas meja, di hapusnya air mata Rani, lalu meletakan tissue bekas di lantai begitu saja. Sekali lagi Raja menarik beberapa lembar tissue, lalu meletakan tissue di bawah hidung Rani. "Buang ingusmu!" Perintahnya, Rani mengerjapkan matanya karena tidak yakin dengan pendengarannya. "Kamu tidak tulikan, aku bilang buang ingusmu!" Seru Raja gusar, karena takut Raja marah lagi, cepat Rani menuruti apa yang Raja perintahkan, ia membuang ingusnya di tissue yang dipegang Raja tepat di bawah hidungnya. Apa yang dilakukan Raja, membuat Rani kembali teringat pada Ayahnya, sehingga wajahnya kembali banjir air mata. "Ya Tuhan Apa lagi yang membuatmu menangis Rani!" Seru Raja kesal. Rani melingkarkan tangannya dipinggang Raja, ia menangis di d**a bidang Raja. Raja membiarkan saja Rani menumpahkan tangisan yang membuat dadanya yang telanjang menjadi basah. Tangan Raja yang tadi diam perlahan terangkat, diusapnya punggung dan kepala Rani dengan lembut. 'Aku hanya kasihan padanya, hanya kasihan, itu saja!" Raja meyakinkan dirinya sendiri akan perasaannya terhadap Rani. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD