PART. 8 KE SEKOLAH

1242 Words
Rani mematut dirinya di depan cermin. Pakaian seragamnya bukan lagi putih abu-abu seperti di kampungnya dulu, tapi mirip seragam anak SMA di drama Korea yang tayang di televisi, mirip seragamnya Oh Ha Ni di drakor Naugty Kiss batin Rani dengan senyum mengembang di bibirnya. Meski ada sedikit kecemasan di dalam hatinya akan lingkungan barunya, tapi Rani mencoba untuk berpikir positif saja. Ia pun mencoba berpikir positif untuk apapun yang sudah Raja lakukan untuknya, meski ia tahu Raja melakukannya bukan tulus untuk kebaikan dirinya, tapi Rani mencoba mengambil sisi positifnya saja. "Rani!" Panggil Raja dari luar pintu kamarnya. Cepat Rani membuka pintu kamarnya. Raja menatapnya dari ujung kaki sampai puncak kepalanya. "Nah kalau pakai bedak kelihatan lebih maniskan, tapi jangan juga bawa bedak ke mana-mana ya!" Seloroh Raja mengagetkan Rani. "Ayo kita sarapan, bawa perlengkapan sekolahmu sekalian!" Perintah Raja. Rani menganggukan kepalanya. Dengan wajah ceria Rani mengikuti langkah Raja menuruni anak tangga. Kesedihannya seperti terlupakan sesaat. "Jangan buat masalah di sekolah, jika ada yang meledekmu, menghinamu, atau mencemoohmu, karena kamu tidak bisa bicara jangan ditanggapi, balas mereka dengan prestasi, ingat itu!" Seru Raja dengan suara nyaring, membuat Rani melotot gusar dan menunjuk telinganya. 'Aku tidak tuli' ucapnya tanpa suara. Raja tersenyum dengan kekesalan Rani yang ditunjukan padanya. Ia selalu lupa kalau Rani tidak tuli. "Satu hal lagi, jaga dirimu baik-baik, jangan sampai termakan rayuan cowok di sekolahmu, eeh tapi aku rasa tidak akan ada cowok yang berminat menggoda dan merayu gadis katro sepertimu, aku yakin amanlah kalau soal itu" kata Raja dengan wajah terkesan mencemooh Rani. Rani melemparkan serbet di atas meja ke arah Raja dengan wajah marah. 'Kamu yang suka menghinaku!' Tudingnya pada Raja. Raja bisa membaca gerak bibir Rani, ia hanya mengangkat alisnya dan bahunya menanggapi kekesalan Rani kepadanya. Setelah sarapan Raja mengantarkan Rani ke sekolah. Para siswi menatap Raja dengan penuh kekaguman. Bisik-bisik pujian mereka terdengar samar, Raja menebarkan senyum manisnya kepada semua yang menatapnya. Membuat para siswi yang melihatnya tidak bisa mengalihkan pandangan mereka dari Raja. Raja mencoba tersenyum dan sesekali menganggukan kepalanya sebagai tanda sapaan, meski ia tahu para siswi itu tidak menatapnya melainkan menatap Raja. "Ingat, kalau mereka bertanya apa hubungan kita, aku om mu, kamu anak sepupuku, paham!" Bisik Raja sambil terus melangkah menuju ruang Kepala Sekolah. Rani menganggukan kepalanya sebagai jawaban apa yang dikatakan Raja. - Rani sudah berdiri di depan kelas. Pak Kurniawan wali kelasnya memperkenalkan Rani kepada murid lainnya. Murid di dalam kelas barunya hanya setengah dari jumlah murid di kelas sekolahnya dulu yang lebih dari 40 orang. "Ini teman baru kalian, namanya Rani Prameswari, biasa di panggil Rani, dia tidak bisa bicara, tapi bisa mendengar, jadi Bapak harap kalian bisa membantunya, satu informasi penting, Rani ini adalah cucu dari pemilik sekolah ini, Rani duduklah di kursi kosong itu" Pak Irawan menunjuk kursi kosong dekat dinding di sebelah kiri ruangan kelas. Rani menganggukan kepalanya, mengucapkan terimakasih dengan gerakan bibirnya. Rajalah yang meminta agar Rani diperkenalkan sebagai cucu kakak ibunya, ia berharap dengan begitu, tidak akan ada yang berani menghina apa lagi sampai membully Rani nantinya. Rani tersenyum kepada seisi kelas sebelum menuju tempat duduknya. Meski berasal dari sekolah di kampung, tapi ternyata Rani cukup bisa menangkap apa yang di jelaskan Pak Irawan, bahkan ia bisa menjawab apa yang ditanyakan, meski harus menuliskan jawabannya di atas kertas. Ada siswa yang memandangnya dengan kagum, ada yang menatapnya dengan cemoohan, ada juga yang menatapnya dengan rasa kasihan. Tapi Rani tidak perduli akan hal itu, ia terlalu senang karena bisa sekolah lagi. Saat istirahat, Rani didekati dua orang siswi teman satu kelasnya. "Haay, namaku Irma, ini Rosi, kamu bisa jadi teman kami, kalau kamu mau" Irma mengulurkan tangannya bergantian dengan Rosi. Rani tersenyum menyambut uluran tangan Irma dan Rosi. "Kita ke luar kelas yuk" ajak Irma. Rani mengangguk, lalu mengikuti langkah Irma dan Rosi, tidak lupa ia membawa notes dan pulpen di saku pakaian seragamnya. "Kamu ingin ke kantin Rani?" Tanya Rosi. 'Terserah kalian' Rani menulis di notesnya. "Aku lapar, kita ke kantin yuk!" Ajak Irma. "Ayo" sahut Rosi, Rani mengangguk dan mengikuti langkah kedua teman barunya. Rani melangkah dibawah tatapan para siswa yang mereka lewati sepanjang jalan menuju kantin sekolah. "Kamu ingin makan atau minum saja Rani?" Tanya Rosi. 'Air mineral botol saja' tulis Rani. Meski mereka harus berkomunikasi dengan dengan membaca tulisan Rani tapi tidak mengurangi keceriaan mereka, apa lagi Rani yang tampak sangat bahagia, karena langsung memiliki teman di hari pertama ia kembali ke sekolah. - Raja sudah berpesan agar Rani mengirim sms kalau waktunya sekolah bubar. Raja sudah membelikan ponsel yang sekiranya Rani mudah menggunakannya. Irma dan Rosi sudah pulang dengan naik motor boncengan berdua. Baru saja Rani selesai mengirim sms dan memasukan kembali ponsel ke dalam tasnya, ketika seseorang yang menaiki sepeda motor berhenti di depannya dan menyapanya. "Hay Rani, tunggu jemputan ya?" Rani mengangguk, ia mengenali siswa yang menyapanya adalah salah satu teman sekelasnya. "Namaku Arba Yanuar, panggil saja Arba" Arba mengulurkan tangannya, Rani menyambut dengan senyum di bibirnya. 'Ganteng' batinnya, pujian yang biasa diucapkan khas ABG seusianya. "Boleh menemani kamu menunggu jemputanmu?" Tanya Arba. Rani menganggukan kepalanya. "Maaf kalau boleh tahu, kamu bisu sejak lahir ya?" Rani menggelengkan kepalanya, membuat Arba mengernyitkan keningnya. "Lalu sejak kapan?" 'Tiga bulan lalu' jawab Rani tanpa suara. Arba memahami gerak bibir Rani. "Kok bisa?" Rani mengambil notes dan pulpennya, lalu menuliskan. 'Kampungku kena musibah tanah longsor, Ayah dan kedua saudaraku ikut jadi korban, aku kebanyakan menangis dan berteriak sampai suaraku akhirnya menghilang' tulis Rani dengan cepat. "Ehmm semacam trauma atau apa ya, sudah dibawa ke dokter?" Rani menggelengkan kepalanya. "Kenapa?" Rani hanya menjawab dengan senyumannya. "Kakaku juga bisu, dia tidak bisa bicara dan mendengar sejak lahir, saat kami kecil dia sering jadi bahan ejekan teman-teman kami, tapi Allah lebih menyayanginya dari pada kami, dia meninggal karena menyelamatkan orang yang dulu sering mengejeknya dari sebuah kecelakaan. Aku sangat kehilangan dia" mata Arba tampak berkaca-kaca. Rani ikut meneteskan air mata, ia jadi teringat Ayah dan dua orang adiknya yang sudah tiada. "Apa yang kamu rasakan pasti lebih sakit ya Ran, harus kehilangan Ayah dan dua orang adikmu" Rani menganggukan kepalanya. Dihapusnya air mata yang membasahi pipinya. Mobil Raja berhenti tepat di hadapan mereka. Hanya Pak Japri yang ada di dalam mobil. 'Aku pergi ya, terimakasih' ucap Rani tanpa suara. "Sampai bertemu besok ya" kata Arba. Rani menganggukan kepalanya. Rani melambaikan tangannya pada Arba, sebelum Pak Japri menjalankan mobilnya. - "Rani!" Raja menggedor pintu kamar Rani dengan tidak sabar. Rani yang baru selesai sholat Isya langsung berlari untuk membuka pintu kamarnya. 'Ada apa?' Tanya Rani dengan gerak bibirnya. Raja terlompat mundur karena kaget melihat Rani yang mengenakan mukena. Rani mengernyitkan keningnya. 'Apa dia tidak pernah melihat orang pakai mukena' batin Rani. 'Ada apa?' Rani mengulangi gerak bibirnya. "Kata Pak Japri kamu tadi ditemani cowok menunggu jemputan? Apa baru satu hari sekolah kamu sudah dapat pacar? Kamu ingin cari ilmu apa ingin cari pacar!?" Seru Raja dengan nada marah. Raja baru saja pulang dari urusan pekerjaannya, ia merasa sangat lelah. Saat di perjalanan pulang tadi, iseng ia bertanya pada Pak Japri tentang Rani yang dijemput di sekolah siang tadi, dan jawaban Pak Japri memicu emosinya. Rani memukul d**a Raja karena kesal dengan tuduhan dan suara nyaring Raja. Cepat ditutupnya pintu lalu dikuncinya, tidak perduli Raja berteriak marah sambil menggedor pintu kamarnya. 'Apa tidak bisa tanya baik-baik dulu! Jangan asal main tuduh sembarangan! Dasar tidak punya perasaan!' Rani menutup kedua telinganya dengan bantal, ia benar-benar kesal kepada Raja. 'Ayaaah, andai Ayah masih ada.' Rani menangis tanpa suara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD