Rani menghempaskan nafas dengan perasaan tidak menentu.
'Apa Raja begitu kejam, sehingga wanita ini tampak seperti sangat takut kepadanya,' batin Rani.
'Saya mohon' tulis Tante Merry di kertas yang diperlihatkan pada Rani..
Wajah, dan tatapan Tante Merry pada Rani penuh permohonan.
Hati Rani merasa tidak tega, melihat ekspresi Tante Merry, akhirnya Rani menganggukkan kepala.
Dengan langkah ragu, Rani ke luar dari ruangan itu, diikuti Tante Merry di belakangnya. Tampak Raja duduk santai di sofa, dengan tabloid olah raga terbuka di tangannya.
"Tuan Raja, ini Nona Rani." Tante Merry berusaha mengalihkan perhatian Raja dari tabloid yang tengah dibaca.
Raja menurunkan tabloid ke atas pahanya.
Ditatap Rani dengan pandangan seksama, tapi raut wajahnya tampak datar saja, tidak tersirat apapun dari sorot matanya.
"Bungkus! Dan perlihatkan lagi yang lainnya," kata Raja, seraya mengibaskan telapak tangannya.
Rani mengernyitkan kening, karena tidak mengerti apa maksud ucapan Raja tadi.
Saat Tante Merry membimbingnya, masuk lagi ke dalam ruangan tempat ia berganti pakaian tadi, ia hanya menurut saja.
Dua orang karyawan Tante Merry mendekat, dengan beberapa potong pakaian di tangan mereka.
'Pakailah ini, dan perlihatkan lagi pada Tuan Raja' tulis Tante Merry.
Rani ingin menolak, tapi sekali lagi ia tidak tega, saat melihat wajah penuh permohonan Tante Merry.
Berulang kali Rani harus mengganti pakaiann, dan memperlihatkan pada Raja, waktu sore mereka hanya di habiskan di tempat itu saja.
'Apa begini cara orang kota membeli pakaian ya, apa tidak bisa langsung ambil terus langsung bayar saja!' Gerutu Rani di dalam hati.
Sore yang panjang itu akhirnya berakhir juga. Rani menarik nafas lega. Semua pakaian yang ia coba disetujui Raja. Rani tidak tahu berapa uang harus dikeluarkan Raja untuk apa yang dibeli tadi.
Mereka sudah berada di dalam mobil, menuju pulang ke rumah Raja.
"Aku membelikan kamu pakaian, karena aku tidak ingin kakek menganggap aku tidak mengurus kamu dengan baik," kata Raja membuka pembicaraan.
'Hhhh benar dugaanku, semua ini dia lakukan bukan karena dia memperhatikan aku, tapi karena ada tujuan tertentu. Apa begitu sulit, menemukan seseorang dengan ketulusan hati di kota Jakarta ini,' batin Rani.
Tiba di rumah Raja.
"Mandi, dan pakai salah satu pakaian untuk ke luar rumah yang aku belikan tadi. Kita makan di luar malam ini," kata Raja, dengan suara nyaring di hadapan Rani.
Rani menggeram marah mendengar suara Raja yang terlalu nyaring.
Dia menunjuk telinga, dan menggerakkan tangan, seakan berkata, ia tidak tuli.
Raja hanya menatapnya tanpa ekspresi, Rani memutar tubuh lalu langsung menuju kamar, ia berpapasan dengan Bik Yunah, yang baru saja meletakan semua yang dibeli tadi di kamar Rani.
Rani memang mandi, lalu salat maghrib, setelah itu ia berbaring di atas tempat tidur, dengan hanya mengenakan baby doll yang sudah pudar warnanya.
Karena merasa lelah setelah 'peragaan busana' di depan Raja sepanjang sore, Rani tertidur dengan lelap.
Ia tidak menyadari kalau Raja masuk ke dalam kamarnya.
"Bangun! Rani bangunlah!" Raja semakin keras menepuk pipi Rani.
Rani membuka mata, ia terloncat dari berbaring.
Bayangan apa yang dilakukan Robby tadi siang, berkelebat di benaknya.
'Apakah Raja juga sama dengan Robby?' batinnya cemas.
Rani beringsut mundur.
Tatapan matanya menyiratkan kecemasan juga ketakutan.
"Kenapa? Apa kamu pikir aku akan memperkosa kamu heh! Apamu yang menarik, sehingga kamu berpikir aku akan memperkosa kamu! Tidak ada sama sekali yang menarik dari dirimu, itu kalau kamu ingin tahu!" Seru Raja gusar, karena merasa tatapan Rani seakan menuduhnya, ingin berbuat m***m terhadapnya.
Rani hanya diam mendengarkan kemarahan Raja.
"Sekarang ganti pakaianmu, kita makan di luar malam ini!"
Rani menggelengkan kepala.
"Jangan membantah aku, Rani, atau kamu ingin aku yang menggantikan pakaianmu!?"
Gelengan kepala Rani lebih keras lagi.
Raja mengambil pakaian yang masih berada di dalam paper bag dari butik tadi.
Di pilihnya satu, lalu diletakan di atas tempat tidur, ia juga memilihkan sepatu, dan tas yang harus dikenakan Rani.
"Pakai ini, aku beri waktu 15 menit untuk kamu bersiap, jangan membantah, 15 menit lagi aku kembali ke sini!" Raja mengacungkan jari telunjuk, seakan tengah mengancam Rani.
Setelah Raja ke luar dari kamar, Rani beringsut turun dari atas tempat tidur.
'Kenapa sih makan di luar segala, apa maksud, dan tujuannya? Aku yakin, apapun yang dia lakukan pasti ada maksud terselubung di dalamnya. Seperti maksud dari membelikan pakaian ini. Maksudnya jelas, biar dia dianggap kakek memperhatikan aku. Cih! Dasar pria munafik, kakek juga munafik, orang berpikir dia menikahkan aku dengan Raja, demi kebahagiaanku, nyatanya ini adalah bentuk balas dendam kakek pada ayahku. Mana ada kakek yang menyayangi cucunya, menikahkan cucunya dengan pria playboy, dan tidak punya hati seperti Raja. Hhhh ... di dunia ini apa cuma ayahku pria yang punya ketulusan hati. Ayah ....'
Rani kembali menangis, saat teringat ayah yang begitu ia cintai.
*
Rani membuka pintu saat suara Raja terdengar memanggilnya.
Melihat Rani, kening Raja berkerut dalam.
"Kamu tidak punya bedak ya?"
Rani menggelengkan kepala.
"Ya Tuhan, baru kali ini aku bertemu cewek tidak punya bedak! Hahhh hidup di jaman apa sih kamu sebenarnya? Di jaman batu!?" Seru Raja gusar, sambil menatap Rani dengan perasaan kesal.
Rani menutup telinga dengan kedua telapak tangan. Ia kesal karena Raja masih saja bicara dengan suara keras di hadapannya.
Raja menarik kedua tangan Rani dari kedua telinga.
"Aku tahu kamu tidak tuli!"
Seru Raja dengan mata menatap tajam pada Rani. Rani membalas tatapan tajam Raja.
"Hehhhh! Sudahlah, kita pergi sekarang!" Raja menarik lengan Rani, tapi Rani berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Raja.
"Oke, aku tidak akan menyentuhmu." Raja menuruni anak tangga dengan cepat, Rani mengikuti di belakangnya.
Mereka sudah berada di dalam mobil, dan seperti tadi siang, Rani masih sangat antusias dengan pemandangan belantara ibu kota, tapi kali ini dengan suasana di malam hari.
"Kamu suka dengan suasana Jakarta di malam hari?" Tanya Raja, Rani menganggukkan kepala dengan senyum terukir di bibir.
"Hhhh ... kamu benar-benar belum pernah pergi kemanapun selama tinggal di Jakarta?" Tanya Raja penasaran.
Rani menggelengkan kepala, tanpa mengalihkan pandangan dari indahnya gemerlap ibukota di malam hari.
"Besok apa kamu ingin ke rumah kakek untuk bertemu Ibumu?"
Rani menganggukan kepala.
Raja tidak bertanya lagi, ia membiarkan Rani menikmati suasana di sepanjang jalan yang mereka lewati. Raja lebih memilih menyibukan diri dengan ponselnya.
Tiba di parkiran sebuah Restoran.
"Kita sudah sampai," kata Raja pada Rani.
Raja keluar dari mobil diikuti Rani.
"Ayo!" Raja menarik tangan Rani, tapi Rani menarik tangannya dari pegangan Raja.
Langkah Raja yang panjang membuat Rani harus berlari kecil untuk mengiringi langkahnya.
*