Chapter 7

815 Words
Selamat membaca "Ano main sendiri dulu, ya? Papa mau nyamperin Bunda," ujar Arka berusaha mengatur ekspresi wajahnya ketika berbicara dengan Vano. Vano mengangguk. "Iya, Pa," sahutnya menurut. Arka tersenyum sembari mengacak-acak puncak rambut Vano sebelum berjalan ke arah Yura yang masih mengobrol dengan Marco. "Ekhem!" Marco dan Yura menoleh ke arah Arka yang tiba-tiba datang menghampiri mereka berdua. "Kamu sudah selesai mainnya, Mas?" tanya Yura ringan. Ia berusaha mengontrol nada suaranya agar terdengar biasa dan tidak terkesan dingin. Karena ia tidak ingin menunjukkan kepada orang lain jika hubungannya dengan Arka tidak harmonis. Ia tidak ingin jika orang lain sampai mengetahui jika rumah tangganya dengan Arka sedang bermasalah. "Kamu nggak kenalin siapa laki-laki yang ada di samping kamu ke aku?" tukas Arka dengan nada suara yang terdengar dingin. "Ah, ini Pak Marco. Dia bos aku di tempat dulu aku kerja." Yura memperkenalkan Marco kepada Arka. Sedangkan Marco hanya tersenyum kecil sebagai bentuk formalitas. "Anda terlihat cukup dekat dengan istri saya. Tapi kenapa saya tidak melihat Anda di pesta pernikahan kami?" pungkas Arka kepada Marco dengan tatapan yang sulit diartikan. "Waktu itu Pak Marco nggak bisa hadir karena ada kerjaan di luar kota," jawab Yura. "Aku nggak tanya kamu, Ra," desis Arka datar. Marco yang memang dari awal sudah merasakan kejanggalan di antara Yura dan Arka kini semakin yakin jika hubungan dua orang itu memang sedang tidak baik-baik saja setelah melihat sendiri sikap mereka berdua yang terkesan kaku sebagai pasangan suami istri. Yura yang memikirkan posisi Marco memilih untuk diam dan tidak meladeni Arka yang memang terlihat sedang emosi. Karena Yura tidak ingin mempermalukan diri jika ujung-ujungnya dirinya dan Arka bertengkar di tempat umum. "Papi! Mimi berhasil dapat boneka!" seru seorang anak kecil yang berlari ke arah Marco dengan raut wajah girang dan berseri-seri. "Akhirnya bisa juga kamu." Marco tersenyum lebar sembari mencubit hidung kecil Naomi. "Aaaa! Sakit, Papi!" pekik Naomi merajuk sembari mendengus kesal. Kemudian tatapan Naomi beralih ke arah wanita yang berada di samping Marco. Raut wajahnya seketika berubah riang. "Tante Antik!" seru anak itu gembira ketika bertemu kembali dengan Yura yang dulu sering menemaninya bermain saat di kantor. "Naomi masih ingat Tante?" tanya Yura tidak percaya. Naomi seketika langsung memeluk tubuh Yura erat untuk meluapkan kerinduannya kepada Yura setelah lama tidak bertemu. "Mimi kangen Tante ...," lirihnya begitu dalam. Yura menatap Naomi sayu, dan membalas pelukan anak kecil itu sembari mencium puncak kepala Naomi dengan penuh kasih sayang. "Tante juga kangen sama Naomi," tuturnya dengan nada suara halus. "Kenapa Tante pergi? Mimi sedih nggak bisa ketemu Tante Antik lagi," ujarnya dengan raut wajah memelas. "Maafkan Tante, Sayang." Yura tidak bisa mengatakan apa pun selain permintaan maaf yang tulus karena sudah membuat anak kecil seperti Naomi harus merasakan sakitnya perpisahan ketika masih kecil. "Tante balik kerja lagi di kantor Papa, ya? Biar Mimi bisa ketemu Tante setiap hari. Soalnya Mimi sayang banget sama Tante Antik," pinta Naomi penuh harap. Hati Yura tersentuh ketika mendengar ucapan polos Naomi yang begitu tulus. Ada kepingan hangat yang bergelenyar di sudut hatinya. "Emm ...." Yura terlihat bingung harus menjawab apa. Ia tidak sanggup mengatakan kata 'Tidak'. Karena itu pasti akan membuat Naomi kecewa. Namun ia juga tidak bisa mengiyakan permintaan Naomi, meskipun anak itu akan senang ketika mendengar jawabannya. Karena itu sama saja ia membohongi Naomi, dan memberikan harapan palsu yang justru akan semakin menyakiti perasaan anak itu ketika mengetahui jika itu hanyalah sebuah omong kosong. "Sudah hampir malam, sekarang kita harus pulang. Karena besok Naomi sekolah," ujar Marco mengalihkan perhatian Naomi sembari melirik ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Tapi, Pi. Mimi masih mau sama Tante Antik," lirih Naomi dengan raut wajah memelas. Marco dan Yura saling berpandangan satu sama lain. "Benar kata Papi Naomi. Sekarang Naomi harus pulang, dan istirahat di rumah biar besok waktu sekolah nggak kecapekan. Nanti kapan-kapan Tante akan ajak Naomi jalan-jalan, oke?" bujuk Yura tersenyum lembut. Raut wajah Naomi berubah ceria. "Mau!" serunya dengan penuh bersemangat. "Kalau gitu, sekarang Naomi pulang, ya?" Naomi mengangguk patuh sembari tersenyum manis. "Anak baik," puji Yura terkekeh sembari mengacak-acak puncak rambut Naomi. "Naomi salim dulu sebelum pulang," ujar Marco. Naomi mencium punggung tangan Yura dan juga Arka yang sedari tadi hanya menyaksikan interaksi manis di antara Yura dan Naomi. Sebelum pergi, Naomi mencium pipi kanan Yura sembari cengengesan dan menutup mulut dengan tangan mungilnya karena malu. "d**a, Tante Antik!" pamit Naomi riang sembari melambaikan tangan ke arah Yura. Yura tersenyum hangat sembari membalas lambaian tangan Naomi. "Kamu dulu pernah ada hubungan apa sama dia? Sampai anaknya juga dekat dengan kamu. Kalau hanya sebatas atasan dan bawahan nggak mungkin sampai sedekat itu," tukas Arka tanpa ekspresi. Yura tersenyum sinis. "Kamu cemburu?" Arka seketika tertawa hambar karena tidak habis pikir dengan ucapan Yura. "Aku cemburu dengan laki-laki seperti dia? Jangan sembarangan kamu," pungkasnya sarkas. "Dia laki-laki yang aku suka. Bahkan sampai saat ini aku masih mengagumi dia." Ucapan Yura seketika membuat Arka bungkam dan diam membisu. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD