Jieya hanya diam saat Loey membawa pergi dirinya dari Lotus. Tubuh Jieya terasa melayang dan Jieya mengira ini hanya khayalannya atau mimpi. Jieya merasa tubuhnya menyentuh sebuah kasur empuk yang lembut, dan saat Jieya membuka matanya, ia melihat sosok Loey. Pria berambut pink itu menatapnya, dan Jieya merasa ada yang lain dalam tatapan mata Loey, tapi Jieya tidak tahu apa itu. Jieya menutup matanya lagi, ia terlalu lelah dan mengantuk, dan Jieya segera terbuai dalam mimpi. Sebelum Jieya masuk ke ruang kaca di Lotus, maid menyuntikkan dua kali dosis diazepam, sehingga Jieya merasa lemas dan mengantuk. Sangat mengantuk hingga Jieya tidak sadar apa yang terjadi padanya.
Cahaya mentari bersinar menerobos tirai dan menghangatkan tubuh Jieya, suara cicit burung terdengar dari pepohonan rimbun yang tumbuh di dekat jendela dan mengusik indra pendengaran Jieya. Jieya membuka matanya perlahan dan menatap langit-langit ruangan. Jieya menatap ke sekeliling, memindai ruangan tempatnya berada dengan netranya, dan kemudian menyadari bahwa ruangan ini terlihat berbeda dengan langit-langit kamar VIP atau kamar yang pernah dihuninya di Lotus. Jieya mengedarkan pandangan sekali lagi, mencoba melihat lebih luas pada ruangan yang mengurungnya ini. Ruangan ini sama sekali berbeda dengan suasana di Lotus, namun Jieya tidak yakin apakah ini adalah ruangan di sebuah gedung lain, ataukah ruangan ini masih merupakan bagian lain ruangan Lotus. Menurut Jieya, ruangan ini seperti kamar di sebuah rumah, terasa hangat dan familiar.
Jieya berusaha beranjak dari ranjang, dan saat Jieya hendak menegakkan tubuhnya, Jieya merasakan kepalanya pening, meski begitu, Jieya memaksa dirinya untuk beranjak dari ranjang. Jieya mengecek tubuhnya, tubuhnya dibalut piyama tidur bergambar kartun. Menemukan dirinya mengenakan piyama membuat Jieya terhenyak, dan bertanya-tanya siapa kah yang mengganti bajunya, seingatnya semalam ia memakai baju seksi yang mengundang gairah pria. Apa ini rumah pria yang membelinya semalam? Jieya menebak-nebak. Jieya tidak ingat tentang semalam kecuali....
Kecuali pria tinggi dengan rambut merah muda serupa gulali yang menatapnya dengan tatapan mata teduh.
"Tuan Pink?" gumam Jieya.
"Apa dia yang membawaku ke tempat ini? Tapi kenapa? Apa dia semalam juga sudah melakukan hal itu padaku?" gumam Jieya sedikit gugup.
"Tapi aku tidak merasakan apapun. Seharusnya ada rasa sedikit sakit kan bila melakukan hal itu?" Jieya berbicara pada dirinya sendiri, berupaya mencari tahu apa yang terjadi padanya semalam. Jieya menyentuh tubuhnya, dan mencoba merasakan pada tubuhnya, barangkali ada rasa aneh dirasakan tubuhnya, namun Jieya tidak menemukan perbedaan yang berarti pada tubuhnya. Jieya menghela nafas, merasa sedikit lega, setidaknya, tidak ada yang menyentuhnya semalam.
Jieya bangkit dari ranjang dan membuka tirai jendela. Udara menghembus masuk dan seketika Jieya merasakan kedamaian. Jieya suka berada di depan jendela seperti ini membiarkan angin menerpa wajahnya, dan sinar matahari hangat menyapu kulitnya. Jendela menyuguhkan sebuah taman yang indah. Beberapa tanaman bunga tumbuh dan sedang mekar, aroma harumnya tercium samar di indra penciuman Jieya, membuat Jieya merasa pagi ini semakin indah, dan sedikit melupakan kejadian buruk yang menimpanya belakangan ini.
"Kau sudah bangun?" suara husky menyapa gendang telinga Jieya dan membuat Jieya kaget. Jieya membalikkan badannya dengan gesture tubuh siaga dan Jieya menemukan Loey berdiri di pintu dengan senyum menghiasi wajahnya.
"Kau mau sarapan di kamar atau di ruang makan?" tanya Loey, ramah.
"Apa kau yang membawaku ke sini? Rumah siapa ini? Apa aku akan dijual lagi?" tanya Jieya langsung, keramahan Loey tidak setitik pun membawa Jieya untuk membalas sikap ramah Loey. Jieya tidak percaya pada Loey, dan selalu waspada kepada lelaki itu. Kedamaian yang baru saja dirasakan Jieya mendadak lenyap. Karena melihat Loey, Jieya seperti diingatkan bahwa hidupnya kini tidaklah baik-baik saja, hidupnya sedang berada dalam bahaya.
Loey Park menghela nafas saat mendengar tanggapan Jieya saat melihatnya.
"Kau akan baik-baik saja di sini," jawab Loey.
"Kau tidak perlu membohongiku. Kau akan menjualku lagi kan?" tuduh Jieya.
Loey tidak habis pikir dengan gadis di hadapannya. Dua kali Loey menyelamatkan Jieya, sehingga tidak ada pria mata keranjang menyentuh Jieya, tetapi Jieya justru menuduh Loey yang menjual Jieya dan bahkan Jieya dengan brutal melukai Loey karena percaya bahwa Loey adalah orang yang menyebabkannya terjerumus ke Lotus.
"Jieya, bisakah kau percaya padaku? Sekali saja?" tanya Loey, menatap Jieya.
"Aku akan percaya padamu kalau kau melepaskan aku. Jadi lepaskan aku. Bebaskan aku." balas Jieya penuh tuntutan.
"Aku tidak bisa," jawab Loey tegas.
"Kenapa?" tanya Jieya putus asa. Jieya tidak mengerti mengapa Loey selalu memintanya percaya, mengatakan akan melindunginya dari pria yang akan membelinya, tapi Loey tidak pernah mau melepaskannya.
"Karena...." ucapan Loey terhenti. Tidak. Loey tidak ingin menjelaskan apapun tentang asal mula penyebab Jieya berada di Lotus dan apa konsekuensi yang akan terjadi jika ia nekat membebaskan Jieya sekarang. Bagaimanapun, pada intinya, saat ini adalah bukan saat yang tepat untuk melepaskan Jieya.
"Kau tidak bisa menjawab kan? Karena kau pembohong!"
"Aku tidak bohong. Ada sesuatu yang membuat kau tidak bisa pergi sekarang. Tapi nanti, kau bisa pergi... kau hanya harus sedikit bersabar."
"Bohong.... kau pembohong! Apa salahku? Hingga kau seperti ini padaku! Aku hanya mau pulang...." Jieya mulai menangis.
Loey terpaku di tempatnya. Pria itu tidak tahu bagaimana harus menjawab Jieya. Loey benar-benar tidak bisa melepaskan Jieya dan membiarkan gadis itu pulang ke rumah meskipun dia ingin, karena itu hanya akan memperburuk keadaan Jieya. Jieya tidak bisa pulang sekarang saat Tiger Clan baru saja menjadikan Jieya aset mereka. Membawa Jieya keluar dari Lotus seperti ini saja sudah sangat membahayakan bagi Loey. Tuan Besar Lee bisa saja menghukumnya karena membawa pergi gadis yang diperdagangkan di Lotus. Loey juga tidak mengerti mengapa sejauh ini ia melangkah, hanya untuk menyelamatkan Jieya, ia bahkan mengambil resiko yang membahayakan dirinya. Benar kata Krystal, mengapa Loey sekarang begitu bermoral dan menyelamatkan Jieya seorang, padahal di Lotus ada banyak gadis bernasib malang seperti Jieya. Loey tidak mengerti. Mungkin karena setiap kali memandang manik mata Jieya, Loey merasa sesuatu menariknya ke dalam pusaran kenangan yang membuatnya jatuh kehilangan pegangan dan mengembalikan ingatan pahitnya pada seorang gadis yang dicintainya. Loey tidak tahu, mengapa seluruh otaknya selalu memerintahkan agar ia menjauhkan Jieya dari bahaya. Loey tidak mengenal Jieya, pertemuan mereka hanya beberapa kali, itupun tanpa perkenalan, mereka bahkan bertengkar hebat tiap kali berjumpa. Seperti pagi ini, Loey dan Jieya akan kembali beradu argumen.
"Aku akan membawakanmu sarapan," ucap Loey mengalihkan pembicaraan, karena ia tidak punya jawaban bagi Jieya dan ia tidak ingin berdebat lagi dengan Jieya.
"Apa kau hanya bisa mengalihkan pembicaraan dan membawakan sarapan? Aku tidak mau makan! Aku mau pulang!" Jieya mengambil bantal dan melemparkannya pada Loey.
Loey tahu, tidak ada gunanya menanggapi Jieya yang marah seperti itu, gadis itu pasti akan menyerangnya lagi seperti kemarin, dan tidak akan mau mendengar kata apapun yang keluar dari mulutnya, jadi Loey keluar dari kamar dan mengunci kamar itu dari luar. Melihat Loey menyelinap ke pintu dan mengunci pintu dari luar, Jieya berlari menuju pintu, menggendor pintu dan berteriak.
"Jaga kamar ini. Jangan biarkan dia pergi." Perintah Loey pada dua orang penjaga berbadan kekar.
"Baik hyungnim," jawab kedua penjaga itu patuh.
Hampir setengah jam Jieya berteriak dan tidak ada satu orang pun di rumah ini menanggapinya. Meski tenggorokannya terasa sakit akibat terlalu lama berteriak, juga tangannya memerah akibat memukuli pintu, namun tidak ada satu pun yang datang. Jieya merosot di pintu, terduduk dan menangis. Jieya putus asa, sepertinya selamanya ia akan berada di tempat pelacuran dan menjadi wanita penghibur.
Hati Jieya pedih membayangkan itu semua. Membayangkan tubuhnya dijamah oleh banyak pria. Butiran air mata meleleh, dan Jieya teringat Bryan. Bryan yang dicintainya tapi Jieya tidak akan pernah lagi berjumpa Bryan. Tidak akan pernah lagi merasakan pelukan dan sentuhan Bryan. Cinta antara Bryan dan Jieya sudah berakhir dan Jieya merasa lebih baik mati daripada hidup hina penuh kepedihan seperti ini. Jieya menangis tergugu, menangkupkan tangannya pada wajah.
Angin sepoi kembali berhembus, datang dari jendela membelai anak rambut Jieya. Hembusan angin itu membuat Jieya memperoleh sebuah ide. Jieya menatap jendela yang terbuka dan berpikir ia bisa melarikan diri dari rumah ini dari jendela. Kamarnya ada di lantai dua, tapi Jieya bisa memanjat sampai ke bawah. Jieya bisa keluar dari jendela, meski tidak mudah, tapi Jieya yakin bisa melakukannya. Hanya ini kesempatannya untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
Jieya bergegas mengusap air matanya. Harapan mulai hadir dalam hatinya. Jieya berjalan mendekat jendela dan disekanya tirai jendela lebar, Jieya membuka panel jendela lebar dan mulai memanjat keluar jendela. Hanya ada talang di luar jendela, tapi itu cukup untuk Jieya meniti. Pelan-pelan dan hati-hati Jieya mulai melangkah, kaki telanjangnya menyentuh kayu bingkai jendela, lalu dengan hati-hati menyusuri talang air. Jantung Jieya berdegup kencang, campuran rasa antusias, sebentar lagi ia bebas, dan juga rasa was-was, bagaimana kalau ia ketahuan, dan gagal. Mungkin saja hidupnya akan semakin rumit, namun setidaknya Jieya mencoba melarikan diri, dengan segala resikonya.
Sementara itu, Loey kembali lagi ke kamar Jieya, membawa sarapan bagi gadis itu seperti yang tadi dijanjikannya.
"Apa dia sudah tenang?" tanya Loey pada penjaga.
"Sudah sekitar lima belas menit dia tidak berteriak lagi hyungnim. Dia mungkin sudah lelah berteriak," lapor penjaga pada Loey.
Loey mengangguk dan membuka kunci pintu. Loey masuk ke dalam ruangan dan mengedarkan pandangan. Tidak ada Jieya di sana. Loey segera meletakkan nampan sarapan yang dibawanya, memeriksa toilet tapi Jieya tidak ada di sana. Lalu netra Loey melihat jendela terbuka lebar, Loey segera menghampiri jendela dan melongok keluar, dilihatnya Jieya sedang tertatih menyusuri talang dan melangkah di antara genting.
"Jieya!!" panggil Loey.
Panggilan Loey itu sangat mengagetkan Jieya dan serasa membuat jantung Jieya berhenti. Jieya tertangkap. Jieya menoleh sesaat dan melihat Loey dengan rambut pinknya menatap dirinya tajam, seakan hendak menelan Jieya bulat-bulat. Masa bodoh! Kepalang tanggung, Jieya sudah berusaha membebaskan diri dan ini semua sudah terlanjur. Jieya berpendapat bahwa ia harus keluar dari tempat ini sekarang atau mati.
Melihat Jieya yang berusaha kabur, Loey langsung melompat dari jendela dan keluar menyusul Jieya. Langkah Loey mantap dan terlatih, sama sekali tidak ragu berjalan di ketinggian dan tempat sempit. Dalam sekejap Loey sudah ada di belakang Jieya.
"Jangan mendekat!" teriak Jieya panik. Tiap langkah yang dihimpunnya pelan, sia-sia karena Chanyeol semudah ini mengejarnya.
"Jangan mendekat...!" ucap Jieya gemetar sambil melirik ke bawah. Tanah lumayan jauh berada dari tempatnya sekarang. Kalau Jieya meloncat atau jatuh, paling tidak, ia pasti akan mengalami patah tulang.
"Ayo Ji! Kembali...!" perintah Loey sambil mengulurkan tangan.
"Tidak...! aku tidak mau...lebih baik aku mati. Aku akan melompat!" Sebenarnya Jieya tidak terlalu berani mati, apalagi kalau setelah melompat dia tidak mati, hanya sekarat, itu malah menyakitkan dan membuatnya tersiksa, tapi dalam otaknya sekarang hanya itu yang bisa dipikirkannya, mengancam Loey dengan mengatakan akan bunuh diri.
"Kau mau melompat? Lompat saja. Minimal kau akan patah tulang belakang dan itu akan menyakitkan. Aku pernah mengalaminya dan kau tahu? Kau tidak bisa bergerak selama satu tahun, kau hanya bisa berbaring seperti mayat hidup. Apa kau mau begitu?" tanya Loey santai, pria itu sama sekali tidak termakan gertakan Jieun.
Jieya menyesali strateginya. Tentu saja ancaman bunuh diri tidak mempan untuk Loey, tidak ada ruginya bagi pria berambut pink itu kalau Jieya mati. Mungkin malah Loey senang. Bukankah dia mafia yang jahat? Kalau Jieya mati, Loey bisa menjual organ tubuh Jieya dan mendapat keuntungan besar.
Jieya termenung. Otaknya berusaha berpikir keras bagaimana dirinya bisa kabur dari atap ini dan dari Loey. Buntu. Jieya tidak tahu bagaimana caranya. Satu-satunya jalan yang bisa Jieya pikirkan adalah terus berjalan sesuai rencana awalnya. Terserah Loey mau mengejar atau apa, yang terpenting Jieya terus melangkah. Jieya membalikkan badan dan melangkah lagi, meniti hati-hati atap yang melandai.
"Ayolah Ji! Jangan nekat. Kau bisa jatuh!"
"Biar saja aku jatuh, lalu mati."
"Kau tidak akan mati, kau cuma akan patah tulang lalu lumpuh. Kau mau lumpuh selamanya?"
Jieya terhenyak. Bagaimana kalau yang dikatakan Loey benar. Bagaimana kalau ia jatuh dan malah lumpuh selamanya. Lumpuh dan hidup di tempat seperti Lotus, hidup seperti itu pasti sangat mengerikan. Tidak akan ada kesempatan baginya untuk keluar dari penderitaan.
"Ayo Ji! Kembali!" pinta Loey sambil mengulurkan tangan pada Jieya, berharap Jieya mengurungkan maksudnya untuk melarikan diri dan kembali.
Jieya dilanda keraguan, antara kembali atau meneruskan pelariannya.
Loey melihat Jieya yang sedang termenung, tampak gadis itu sedang berpikir. Loey tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Loey bergerak cepat dan mendekap tubuh Jieya, membuat Jieya seketika meronta saat Loey menyentuh tubuhnya.
"Lepassss...lepas...! Jieya meronta dan berusaha membebaskan dirinya. Pelarian macam apa ini. Baru lima belas menit dia keluar dari tempat penyekapannya, kini dia sudah tertangkap. Hilang sudah kesempatannya untuk pulang dan bertemu Bryan, kekasih yang sangat dicintainya.
"Ji! Tenanglah!"
"Tidak! Tidak! lepas!!! Lepaskan aku!" Jieya berteriak marah dan air mata mengalir dari sudut matanya. Marah dan kecewa melingkupi diri Jieya, ia gagal bebas dari rumah penyekapan ini. Tubuh Jieya memberontak dalam dekapan Loey yang semakin erat mendekap Jieya, sampai Jieya merasa mungkin tulangnya akan retak karena Loey mendekapnya begitu erat.
"Dengar Jieya, kau harus percaya padaku. Aku akan melindungimu," bisik Loey di telinga Jieya.
Tubuh Jieya merinding saat mendengar Loey mengatakan hal itu. Jieya tidak mengerti mengapa Loey menjanjikan perlindungan baginya. Apa Loey memiliki maksud khusus? Tidak ada hal yang gratis di dunia ini kan? Lagipula, bukankah Loey anggota gerombolan penjahat yang menculiknya? Ada apa dengan pria berambut pink ini? Apa yang ada di pikirannya, apa yang ada dalam hatinya, andai bisa, Jieya ingin tahu semuanya. Kalau direnungkan, pria ini tidak sekalipun menyakiti Jieya. Bahkan Jieya yang menyakiti Loey. Memukul, mencakar, melempar Loey dengan barang-barang bahkan mengigit telinganya. Tetapi bukankah semua kekacauan ini terjadi sejak Jieya bertemu Loey? Bisa saja Loey pura-pura baik, lalu saat Jieya lengah pria itu akan menjalankan rencana busuknya. Jieya tidak bermaksud jahat saat menyerang Loey, ia hanya membela diri dan berusaha membebaskan diri dari perangkap jahat yang tengah membelitnya.
Suara hati Jieya saling menggugat riuh. Satu sisi mulai ingin percaya pada pria berambut pink itu tapi di lain sisi memerintahkan Jieya untuk tetap waspada. Kebaikan Loey sangat mungkin adalah sebuah kebaikan semu. Angin berhembus dan wangi harum maskulin sandalwood musk menyapa hidung Jieya saat batin Jieya berdebat. Aroma itu membuat Jieya tenang dan Jieya merasakan sebuah perasaan asing menyapanya. Entah apa.