"Ngg ..., sebenernya saya memang suka bunga, Mbak. Tapi nggak semuanya. Kalau alasan bekerja di sini karena baru kerjaan ini yang saya rasa cocok dengan jadwal kuliah saya. Saya sangat butuh pekerjaan untuk menutup kebutuhan di perantauan ini, Mbak." Akhirnya hati kecilnya memutuskan untuk menjawab segalanya dengan apa adanya. Allah pasti lebih memudahkan umatnya yang menghindari sedikit pun kebohongan dalam hidupnya. Apalagi ini menyangkut pekerjaan yang akan menjadi sumber rezekinya. Pasti lebih berkah, kalau kata ayahnya.
Sedikit menyipit, Mbak Fina pun menerima jawaban itu dengan santai. Ia menghargai kejujuran Niar karena banyak anak muda zaman sekarang yang sudah menyepelekan pentingnya arti kejujuran, meskipun hanya pertanyaan sepele.
"Baiklah. Kalau gitu tugas pertama kamu sekarang menghafalkan semua jenis bunga di display. Kenali dan tanya ke temen lain di sini apa istimewanya bunga itu. Maksudnya, apa yang bisa membuat pembeli memilih bunga itu," perintah Mbak Fina.
"Baik, Mbak."
"Sambil pelajari juga cara teman-teman di sini melayani pembeli, ya." Tanpa menunggu jawaban dari Niar lagi, Mbak Fina beranjak meninggalkannya.
Niar kemudian mendekati gadis berambut ikal yang menyambutnya tadi. Gadis itu sedang membawa dua buah pot bunga untuk diletakkan di display yang telah kosong karena laku dibeli.
Saat Niar telah berdiri tepat di sebelahnya, gadis itu menoleh dan melempar senyum lebar.
"Hei! Wah, sudah langsung kerja aja, nih. Selamat bergabung dengan Fairy Florist!" sapanya ramah seraya memerhatikan seragam Niar.
"Makasih ..., aku nggak ada kegiatan hari ini. Jadi, pas ditanya mau mulai kerja kapan, ya udah kujawab aja sekarang juga." Niar nyengir menjawab.
"Oh, ya. Kenalin. Aku Mila."
Niar menyambut uluran jabat tangan Mila dan menyebutkan namanya, "Yunaniar. Aku disuruh ngafalin nama bunga sama harganya, terus juga merhatiin cara temen-temen melayani pembeli. Jadi, mohon bantuannya, ya."
"Oh, baiiiik. Silakan aja lihat-lihat dan perhatikan. Gak usah ngafalin. Ntar lama-lama juga hafal sendiri. Lagipula ada beberapa bunga yang harganya naik turun gak tentu. Yang penting tahu namanya dan pegang terus list harga,⁰ udah aman." Mila mulai memberikan tips.
"Hmm, betul juga, ya. Kalau untuk posisi shopkeeper, kerjanya ya hanya nata display dan melayani pembeli, atau apa lagi, tuh?"
"Oooh kita saling bantu aja semuanya. Pas gak ada pembeli ya ikut belajar merangkai bunga orderan. Biar nanti pas lagi banyak orderan buket atau karangan bunga kita juga bisa bantuin. Intinya saling kerja sama aja, lah."
"Gitu, ya. Tapi kayak susah banget, gak, sih, kerjain dekor bunga dan buket cantik-cantik kayak yang dipajang itu? Aku orangnya kurang artistik, nih soalnya," keluh Niar dengan nada kurang yakin dengan kemampuannya. Ia memang suka bunga. Tapi sekedar menyukai sebagai penikmat saja. Belum pernah ada dalam benaknya ingin merangkai bunga atau membuat dekorasi dari bunga. Pekerjaan itu seakan sama sekali bukan tipenya.
"Ah, aku juga awalnya mikir gitu. Eh, pas udah terbiasa merhatiin dan mencoba terjun langsung, ternyata nggak sesusah tampaknya, kok. Yang penting ulet dan telaten. Lagian kita bantu-bantunya juga bukan dengan membuat art designnya. Palingan cuma bantuin yang orderan banyak dan model udah disediakan. Tenang aja, everything is under control, emm ... siapa tadi nama kamu, Yuna ...." Penjelasan panjang lebar Mila lumayan dapat mengurangi keraguan Niar.
Terdengar pintu depan terbuka. Udara dari luar yang tengah menyorotkan binar panas matahari beserta angin ikut masuk ke dalam ruangan membuat Niar dan Mila spontan menoleh ke arah pintu.
Oh, itu dia seorang pembeli, batin Niar menebak dari bahasa tubuh sang pendatang yang tampak matanya tertuju kepada display terdepan. Diperhatikannya Mila yang langsung gegas menghampiri si pembeli sambil memasang senyum termanisnya.
"Selamat siang, Mbak. Silakan masuk, bisa dibantu?"
Sang pembeli sejenak diam di tempatnya dengan mata mencari-cari sesuatu di deretan display terdepan.
"Siang, Mbak. Saya butuh bunga krisan kuning pesenan teman. Ada kah?" tanyanya kemudian.
"Krisan kuning ada, Mbak. Mari ikut saya," jawab Mila mendahului berjalan ke sebelah kanan ruangan. Tampak di rak pojok sebelah dalam ada sederet jenis bunga krisan berbagai warna. Ada putih, kuning, jingga dan pink.
"Nah, ini dia. Mbak butuh yang hidup atau potong?"
"Hidup, Mbak. Bisa dibantu taruh dalam pot yang bagus dan pas untuk di meja ruang kerja?"
"Tentu saja. Sebentar, saya ambilkan katalog pot yang bisa dipilih." Mila berbalik menuju ke meja kecil dan tinggi di pojok ruangan sebelah dalam yang rupanya adalah tempat meletakkan katalog. Ada beberapa album katalog di sana dan Niar segera mengambil dan memeriksa isi katalog-katalognya apa saja.
Setelah beberapa saat membuka-buka katalog, si pembeli tampaknya telah menentukan pilihannya lalu menunggu Mila mengambilkannya di gudang sambil berjalan menyusuri display seantero ruangan, melihat-lihat bunga-bunga yang lain.
Sementara Niar mengikuti Mila yang memberinya tanda untuk mengikutinya masuk ke sebuah ruangan yang berlabel Gudang. Di dalam gudang tampak berderet-deret pot segala ukuran dan ada juga banyak karung terbuka dengan berbagai bentuk pot di dalamnya.
Di sana juga banyak terdapat standing foam yang biasa dipakai untuk mengerjakan pesanan bunga ucapan.
"Nah, setelah menemukan potnya di sini, kita ambilkan bunga dari stok dalam di sebelah, yuk," ajak Mila mendahului. Pembeli tadi rupanya memilih pot dengan bahan keramik berwarna putih dan bentuknya bulat menggembung di bagian tengah.
Mereka masuk ke ruangan berlabel Stok. Mila mengambil bunga krisan kuning dalam polybag lalu mengenakan sarung tangan dalam kantong celemeknya. Meletakkannya dalam pot sambil membuka polybagnya dengan hati-hati.
Ia beranjak lagi ke ruang sebelahnya yang berlabel Kreasi. Mengambil selembar plastik bening bercorak bunga-bunga kecil dan memasangnya dengan terampil hingga membuatnya berbentuk segitiga apik pas dengan ukuran bunga dan potnya. Sentuhan terakhir adalah memasukkannya ke dalam paperbag berlogo Fairy Florist.
"Nah, siap. Mudah, kan?" ucapnya nyengir ke arah Niar.
Niar yang memerhatikan sedari tadi segala yang dikerjakan Mila tampak mencoba memahami dan mengangguk-angguk tanda mengerti.
"Siipp!" Mila mengacungkan jempolnya ke arah Niar. Mereka lalu kembali ke depan, membuatkan nota di meja kasir.
Niar memerhatikan Mila menuliskan jenis bunga, jumlahnya, pot dan jumlahnya juga lalu menghitung totalnya dengan kalkulator, menyobek notanya dengan meninggalkan bagian tembusnya tetap di tempat.
"Ini, Mbak. Pesanannya. Semoga cocok dengan selera temannya tadi," ucap Mila setelah berdehem di sebelah si pembeli yang tengah asyik melihat-lihat bunga Daisy.
Tampak sedikit terkejut,si pembeli segera menerima pot beserta notanya dari tangan Mila.
"Terima kasih, Mbak. Cantik. Pasti dia suka," ujarnya begitu melihat isi dalam paperbagnya.
"Krisan kuning akan membangkitkan semangat dalam bekerja, Mbak." Mila berkomentar ramah.
"Betul. Memang itu tujuannya," jawab si pembeli seraya menyerahkan sejumlah uang kepada Mila sesuai dengan jumlah total dalam nota.
"Terima kasih banyak kunjungannya. Semoga puas dengan pelayanan kami," ucap Mila saat si pembeli tersebut akhirnya pamit.
"Mudah saja, kan? " tanya Mila, melirik Niar.
"Yaaah, paling tidak nggak sesusah ngerjain teori konsep elastisitas dalam ilmu ekonomi mikro, " jawab Niar, teringat akan mata kuliah yang paling tak disukainya.
"Ooh, anak ekonomi? Keren, tuh. Di mana, Yuna?" Mila langsung menginterogasinya atas dasar rasa penasaran.
"Di Sriwijaya. Lagi semester tiga. Kamu sendiri, Mil?
" Aku juga Sriwijaya, loh. Tapi di gedung 3, ambil Hukum. "
"Waaah, kayaknya emang banyak yang dari sana, ya? Yang pada ambil part-time di sini? "
"Iya, betul. Nanti anak shift sore ada Nina yang anak Sastra. Terus Lily, dia entah ambil jurusan apa. Anaknya pendiam. Aku jarang banget ngobrol sama dia."
Mila melanjutkan pekerjaannya, sementara Niar melihat-lihat display bunga dan menghafalkannya dalam hati. Ada label nama dalam setiap bunga sehingga ia tak kesulitan mengidentifikasinya. Namun, kalau bisa hafal letak-letaknya kan bisa mempercepat saat mencarikan pesanan orang.
Sambil memerhatikan satu per satu jenis bunga, Niar menghidu wangi yang menguar darinya. Seluruh ruangan beraroma wangi aneka macam bunga hidup yang menimbulkan efek aromatherapy yang membuat rileks dan fresh. Segala beban pikiran seolah lenyap.
Warna-warni kelopak beraneka bunga juga semakin menambah kenyamanan dalam florist tersebut. Indah, wangi dan segar. Perpaduan yang mantap untuk tempat rileksasi pikiran, pikir Niar.
Mawar, Anggrek, Matahari, Tulip, Lili, Krisan, Daffodil, Carnation, Hydrangea, Gardenia, Garbera dan oh, masih sangat banyak lagi jenis yang lainnya. Ia mulai melihat list harga. Tapi kebanyakan pembeli jarang bertanya harga, mereka biasanya langsung memilih dan terima saja dengan nota pembelian dari sang pramuniaga.
* * *