“Thanks ya, Bar,” ucapku tulus saat ia membuka pintu taksi.
“Sama-sama. Baik-baik lo sama Rain,” tanggapnya, sekaligus menasehatiku. “Pahamin karakternya, Zi. Rain itu introvert, bukan gayanya dia petantang-petenteng kayak jagoan.”
“Iya. Ngga kayak lo ya, Bar?”
Bara malah tergelak. “Lo sadar ngga sih suami lo tuh orang hebat? Usaha apa pun yang dia pegang pasti jadi. Cara dia membuat strategi khas dan applicable. Itu yang bikin Rain seringkali kehabisan energi untuk nunjukin ekspresinya saat punya masalah pribadi.”
Aku mengerutkan kening. Paham sih apa yang Bara maksud. Namun, selama ini kupikir karena Rain memang terlalu ‘ya sudahlah’.
“Tau sih,” cicitku. “Biarpun cuma setahun kan gue anak Gen Mingle juga.”
“Asalkan jangan dibikin kacau,” lanjut Bara.
“Apa, Bar?”
Ia menghela napas
