Tamu Tak Diundang

1551 Words
Eliza baru saja turun dari taksi online, yang berhenti tepat di depan pagar rumah megah Adrian dan Malikha. Begitu telah turun, ia langsung buru-buru membayar ongkos taksi. "Pak ... ini ongkos taksinya, kembaliannya ambil saja," ucap Eliza seraya menyodorkan selembar uang lima puluh ribuan. "Wah ... terima kasih, Mbak," jawab tulus supir taksi, karena pagi ini ia telah mendapatkan rezeki lebih. Mendengar itu, Eliza tidak menjawab ia malah pergi begitu saja. Sesaat ia menatap pagar besar berwarna hitam itu. Dalam benaknya, ia merasa iri dengan kehidupan Malikha sahabatnya, selama ini menjadi istri, serta Nyonya Danish Adrian. 'Rumah Mas Adrian begitu besar, dan megah. Sungguh beruntung Malikha, bisa menikmati semua itu. Seandainya aku yang ada di posisi Malikha, tentu aku sangat bahagia. Tidak seperti hidupku sekarang, miskin, dan pernah melahirkan tanpa didampingi seorang suami!' 'Kenapa, ya, sedari dulu hidupku selalu susah? Sementara Malikha, meskipun kehidupan dia biasa, tetapi dia selalu mendapatkan semuanya dengan mudah. Laki-laki tampan, dan kaya,' batin Eliza, menyalahkan takdir dalam hidupnya sekaligus iri pada Malikha. Ketika Eliza sedang melamun, seraya menatap rumah megah Adrian. Tiba-tiba seorang satpam, yang bekerja di situ, dan kebetulan melihat Eliza berdiri di depan gerbang pagar rumah Bos-nya. Satpam itu langsung membuka gerbang, lalu menanyakan niat kedatangan Eliza. "Selamat pagi, Mbak? Sedang apa, ya, Mbak di sini? Apa ada yang bisa saya bantu?'' tanya satpam baru bernama Budi, lelaki itu belum tahu kalau Eliza sahabat Malikha Nyonya rumah tempatnya bekerja. Eliza sempat terkejut, tapi, dengan cepat ia mampu menguasai dirinya. "Eh, Pak Satpam. Saya boleh masuk, saya adalah sekertaris dari Pak Adrian. Sekaligus teman dari Bu Malikha, sekarang apa saya boleh masuk. Karena ada hal penting, yang harus saya laporkan pada Pak Adrian," jawab Eliza sopan, dengan nada formal. Mendengar itu, Budi langsung membuka pintu gerbang itu lalu meminta Eliza masuk. "Oh, kalau begitu silahkan masuk. Tapi, Mbak tunggu sebentar di sini. Biar saya masuk dan lapor dulu sama, Tuan dan Nyonya," pinta Budi, dengan nada sopan pula. "Baik ... saya akan menunggu di sini," ujar Eliza dengan nada sedikit kesal, karena ia tidak bisa langsung masuk dan menemui Adrian dan Malikha. Sebenarnya, hanya Adrian saja yang ingin Eliza temui. Ia hanya ingin menanyakan, kenapa semalam pria tampan itu tidak membalas pesannya bahkan mengangkat teleponnya. Satpam bernama Budi itu, langsung melangkah ke arah kediaman Adrian. Sesaat ia mengetuk pintu, tapi, tidak ada yang membukanya. Karena telah bekerja di tempat Adrian, ia pun masuk tanpa rasa takut. Toh, niatnya baik ingin menyampaikan kalau ada tamu. Di dalam rumah megah itu, Budi nampaknya memindai ke sekeliling untuk mencari tuannya. Kebetulan, Adrian dan Malikha baru saja menuruni anak tangga menuju lantai satu, Budi pun setia menunggu hingga tuannya turun sampai bawah. "Maaf, Tuan, Nyonya. Saya hanya ingin menyampaikan, kalau di depan ada seorang wanita ingin menemui Tuan," ucap Budi, seketika membuat Malikha dan Adrian saling memandang. "Wanita?'' gumam Malikha, wajahnya langsung berubah. Malikha yang sebelumnya dirangkul Adrian, langsung melepaskan rangkulan suaminya. Jantungnya mulai berdegup kencang, ia takut apa yang ada dalam benaknya sedari semalam akan menjadi nyata. 'Ada wanita yang mencari Mas Adrian, jangan-jangan wanita itu adalah pemilik noda lipstik di kemeja Mas Adrian!' batin Malikha, mulai berprasangka yang tidak-tidak pada Adrian suaminya lagi. Senyum yang tadinya menghiasi bibir mungilnya, seketika hilang. Adrian menyadari perubahan wajah, dan sikap Malikha langsung menghampiri Budi. "Di mana wanita itu, Budi?!'' tanya Adrian sedikit panik, takut kalau yang datang adalah Eliza. "Ada di depan, Tuan. Karena saya meminta wanita itu, menunggu di sana," jawab Budi jujur. Tanpa membuang waktu Adrian bergegas melangkah keluar lebih dulu, setiap langkahnya pikirannya langsung tertuju pada satu wanita. 'Pasti wanita yang dimaksud Budi, adalah Eliza. Karena hanya dia, satu-satunya wanita saat ini dekat denganku. Kalau benar dia, awas saja. Aku belum siap, jika hubunganku dengannya diketahui oleh Malikha,' batin Adrian, dengan ekspresi panik. Saat Adrian, dan satpam berjalan ke depan. Malikha yang telah tersadar dari lamunannya langsung menyusul Adrian keluar. 'Aku harus melihat sendiri siapa wanita itu? Kalau itu Eliza berarti benar tebakanku, dan aku harus berhati-hati sama dia,' monolog Malikha. Malikha begitu penasaran, siapa wanita yang sedang mencari suaminya. 'Siapa pun wanita di depan sana, kuharap wanita itu bukan seseorang yang nantinya menghancurkan rumah tanggaku,' batin Malikha, semakin mempercepat langkahnya. Ada harapan dalam hatinya, kalau yang datang bukanlah wanita jahat penghancur rumah tangganya. Ketika Malikha masih berjalan ke depan rumah, Adrian telah sampai lebih dulu dan kini ia berhadapan dengan Eliza. "Eliza!" Panggil Adrian, dan langsung meraih lengan Eliza sedikit kasar. Sesaat Adrian lupa, kalau Budi satpamnya kini berada di belakangnya. "Kenapa kamu ke mari, huh?!'' tanya Adrian, dengan nada marah bercampur panik. "Bukankah sudah kubilang, jangan pernah ke rumahku. Lalu kenapa kamu datang, pagi-pagi pula," sambung Adrian seperti tidak mengontrol emosinya. Sungguh Adrian takut, bila Eliza tidak bisa menjaga ucapannya saat berbicara dengan Malikha istrinya nanti. Meskipun belum lama Adrian mengenal Eliza, sedikit banyak Adrian mulai memahami sifat wanita di hadapannya yang ternyata ambisius, ketika menginginkan sesuatu Eliza harus mendapatkannya, termasuk soal hubungannya dengan Adrian sekarang. "Sayang ...." "Eh, Pak Adrian," panggil Eliza meralat panggilannya, karena ia sadar di belakang Adria ada Budi. Mendengar panggilan kata 'Pak', membuat Adrian tersadar akan sesuatu. Ia pun dengan cepat melepaskan tangan Eliza kasar, setelah itu ia menatap Budi. Tidak lama, di belakang sana ada sosok wanita yang 3 tahun ini selalu menemani hari-harinya. 'Oh, shitt!' 'Hampir saja aku membuka rahasiaku, di depan Malikha!' Adrian sangat gusar, ia mengusap wajah dan rambutnya kasar kemudian menarik rambut ke belakang. Sementara Malikha sesaat menghentikan langkahnya, ia ingin memastikan kalau wanita yang ia lihat di depan sana benar Eliza sahabatnya atau bukan? 'Itu 'kan Eliza, kenapa dia kemari pagi-pagi?' batin Malikha heran. Eliza datang seperti tamu tidak diundang saja. Meskipun begitu, Malikha tetap senang, saat melihat Eliza datang ke rumahnya. Apalagi saat ini, Eliza telah bekerja di perusahaan suaminya. 'Masa iya, Eliza datang karena pekerjaan kantor. Rasanya aneh, mengingat sebentar lagi toh Mas Adrian juga berangkat ke kantor.' 'Ah ... lebih baik aku hampiri, lalu tanyakan saja maksud kedatangannya ke mari,' Malikha mencoba berprasangka baik, meskipun ia mulai curiga pada sahabatnya. Malikha menghampiri suami, sahabat dan satpam yang kini berada di depan pintu gerbang. Eliza berada tepat di belakang Adrian, sungguh hati Adrian saat ini begitu tidak tenang. Jantungnya berdegup kencang, seolah-olah ia kini seperti buah simalakama. 'Malikha, semoga saja dia tidak sadar akan hubunganku dengan Eliza,' doa Adrian dalam hati. Di saat Adrian berada dalam ketakutan, kalau perselingkuhannya diketahui oleh Malikha. Berbeda dengan yang dirasakan oleh Eliza, wanita itu nampak tenang saja. Bahkan, dengan percaya diri tanpa merasa bersalah ia menghampiri Malikha sahabatnya. "Hai, Malikha. Lama tidak bertemu, sejak terakhir aku ke mari malam itu," ucap Eliza, dengan melangkah tiga langkah tepat di depan Adrian. Eliza tadi sempat menyenggol bahu Adrian, ketika akan melangkah ke depan dan bersalaman dengan Malikha. Malikha dengan senyum ramahnya, menyambut uluran tangan Eliza mengajak bersalaman. "Oh ... hai ....'' "Lama kita tidak bertemu, ya? Kenapa tidak langsung masuk saja, kenapa malah berdiri di sini?'' tanya Malikha basa-basi. Eliza mendengar itu, seketika menatap tajam ke arah Budi satpam Malikha. Tentu saja, setelah itu ia menjawab pertanyaan Malikha dengan nada dingin, seraya terus menatap Budi yang berada di belakang Malikha. "Bagaimana aku masuk ke rumahmu, Malikha. Sedangkan aku di suruh menunggu di sini oleh Satpammu itu! Kesal sekali 'kan, padahal tadi aku sudah bilang sama dia, kalau aku ini sahabat kamu," jawab Eliza dingin. Merasa tidak enak, Malikha sesaat menatap satpamnya. Ia melihat Budi menundukkan kepalanya. "Maafkan Pak Budi, ya, Eliza. Mungkin dia melakukan itu, karena tuntutan pekerjaannya. Pak Budi sudah benar menurutku, tapi, mungkin bagimu itu salah," ucap Malikha dengan bijak. "Iya ... tolong maafkan saya, Mbak. Saya benar-benar tidak bermaksud membuat Mbak tidak nyaman ketika datang ke mari, saya hanya melakukan pekerjaan saya sebaik mungkin," sambung Budi meminta maaf. "Maafkan saya, Nyonya," sesal Budi pada Malikha. "Tidak apa-apa, Pak. Lebih baik Bapak lanjutkan pekerjaan Bapak, ya." "Baik, Nyonya." Sikap lemah lembut, dan juga baik hati Malikha dari dulu membuat Eliza muak. Tapi, sebisa mungkin ia menahan diri dan menutupi ketidaksukaannya pada Malikha. 'Cih ... wanita, sok baik! Setelah aku mengambil Adrian dari sisimu, aku yakin kamu tidak akan terus menjadi wanita seperti itu lagi. Kamu pasti akan berubah sepertiku, wanita yang penuh obsesi dan materialistis,' monolog Eliza, sembari tersenyum arti pada Malikha. Sesaat setelah mengendalikan dirinya, dari rasa kesalnya Eliza mengaitkan tangannya di lengan Malikha. "Iya, aku ngerti, kok. Jadi, kamu tidak perlu meminta maaf sama aku. Aku sengaja datang ke mari pagi-pagi, karena aku sangat merindukanmu. Sudah lama 'kan kita tidak bertemu," ucap Eliza basa-basi, penuh kebohongan, seraya menatap arti Adrian. Tindakan Eliza itu, ternyata disadari oleh Malikha. Tapi, Malikha hanya diam saja dan ingin tahu sampai sejauh apa Eliza berbohong padanya. 'Merindukan aku ... aku tidak percaya dengan ucapanmu, Eliza! Apalagi, saat kamu mengatakan kalimat itu, tatapanmu sama sekali tidak lepas dari wajah Mas Adrian,' batin Malikha menyadari sikap Eliza, lalu dengan sedikit kasar ia melepaskan tangan Eliza kemudian ia melangkah menghampiri suaminya. Sengaja Malikha mengaitkan tangannya di lengan Adrian, dengan gerakan cukup mesra. Malikha juga sedikit menyandarkan kepalanya, di lengan suaminya. ''Wah ... benarkah, kalau kamu merindukan aku, Eliza? Atau, yang kamu rindukan malah orang lain lagi?'' tanya Malikha, berganti menatap samping wajah Adrian. Adrian yang sadar dengan tatapan penuh arti dari istrinya, langsung terbatuk. Ia seperti tidak berani menatap wajah Malikha, takut kalau semuanya dan detik ini juga rahasianya terbongkar oleh Malikha.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD