'Kenapa Eliza meneleponku, sih?!'
Nama satu wanita kini lolos dari bibir Adrian, wanita yang baru beberapa minggu ini mengusik hati, dan pikirannya. Hingga fokus bekerja, dan juga perhatian seharusnya ia curahkan pada Malikha, kini telah terbagi dengan wanita lain.
'Bukankah aku sudah memperingatkan dia, agar tidak menghubungiku saat aku ada di rumah. Untung saja Malikha tidak ada di kamar, coba saja kalau dia tahu, habislah aku dan pastinya aku akan kehilangan wanita sebaik Malikha Istriku,' batin Adrian setelah mematikan handphone, dan mengeluarkan kartunya kemudian menyimpannya di tempat yang sekiranya mudah ia ingat, serta Malikha tidak mengetahuinya.
Setelah menyimpan kartu nomor handphone-nya, Adrian mengusap wajahnya agar tidak terlalu tegang.
'Lebih baik aku mencari Malikha di bawah, pasti dia ambil minum,' Adrian lalu bergegas keluar, seraya memanggil nama Malikha.
Sementara di dapur, Malikha yang berniat curhat sama Mbok Sum seketika urung. Karena mendengar suara suaminya mencari dirinya.
"Sayang ... Sayang, kamu di mana?!'' teriak Adrian dari lantai satu, yang tidak bisa menemukan Malikha di dalam kamar.
Adrian mulai menuruni anak tangga, Malikha di yang semula duduk langsung berdiri sembari menghapus air matanya dengan kasar menggunakan bajunya.
"Maaf, Mbok, sepertinya saya tidak bisa menjelaskan, yang pasti saat ini saya curiga kalau Mas Adrian tidak setia," sesal Malikha, sembari mengawasi situasi apakah suaminya sampai di dapur.
"Tidak apa-apa, Non, saya mengerti. Saya harap, Non Malikha sabar, jangan sedih, ya, saya yakin Den Adrian suami yang baik dan setia. Mungkin itu pikiran Non Malikha saja, padahal kenyataannya Den Adrian tidak pernah membagi cintanya dengan wanita lain,'' ucap Mbok Sum masih percaya seratus persen sama Adrian.
"Kalau soal itu, saya tidak yakin, Mbok. Karena saat ini hati saya benar-benar gamang, seperti hilang kepercayaan sama Mas Adrian. Tapi, sebelum saya benar-benar memudahkan telah berselingkuh dengan wanita lain, saya harus memastikannya lebih dalam lagi, agar saya tidak salah menuduhnya," Malikha terlihat sedih.
"Iya, Non, apapun itu semoga selalu ada jalan yang terbaik buat Non dan Den Adrian, ya."
"Makasih, ya, Mbok, sudah mendengar keluhan hati saya. Sekarang saya sedikit membaik, tapi, saya berharap Mbok tidak membocorkan percakapan kita tadi sama Mas Adrian, ya."
"Pasti, Non."
Baru saja Malikha dan Mbok Sum selesai berbincang-bincang, tiba-tiba Adrian datang lalu merangkul Malikha.
Merasakan pelukan Adrian, Malikha seketika berpura-pura terkejut dengan kehadiran suaminya, karena sebelum Adrian memeluknya, ia sudah merasakan kehadiran Adrian.
"Mass ... buat terkejut saja, sih, kayak hantu saja," Malikha dengan mimik wajah terkejut, menatap Adrian.
"Kamu terkejut, ya, maafkan aku, Sayang. Habisnya, dari tadi aku memanggilmu kamu tidak jawab. Memangnya apa yang kamu lakukan malam-malam di sini, bukannya tidur sama aku," kali ini Adrian menampilkan wajah cemberut, karena merasa ditinggal Malikha.
"Hehehe ... tadi aku terbangun, karena haus. Jadi, aku turun minum. Tapi, pas aku di dapur ada Mbok Sum, jadilah kami mengobrol sebentar," jelas Malikha dengan kalimat bohongnya.
Adrian yang tadinya hanya fokus pada istrinya, kini menatap Mbok Sum ternyata ikut menatapnya.
"Eh, ada Mbok Sum. Tumben belum tidur, Mbok?'' tanya basa-basi Adrian, masih dalam posisi memeluk Malikha.
Malikha yang teringat isi chat mesra di dalam handphone suaminya, tiba-tiba merasa risih dan merasa tidak suka bila disentuh oleh Adrian. Dengan perlahan, Malikha melepaskan rangkulan suaminya dan berpura-pura berjalan ke arah kulkas untuk mengambil sesuatu, tetapi ia tidak menemukan sesuatu.
Adrian tentu saja merasakan ada yang berbeda dengan Malikha, sejak kepulangannya dari kantor, terhitung sejak ia habis mandi tadi. Lelaki itu hanya bisa menatap sang istri, terlihat menghindarinya.
"Sayang ... ayo kita kembali ke kamar, aku masih mengantuk," ajak Adrian, kali ini ia sengaja mengulurkan tangannya. Tapi nyatanya, Malikha hanya menatap tangannya saja.
Adrian masih menunggu, Malikha meraih genggaman tangannya seperti biasa. Tapi, nyatanya Malikha tidak menyambut tangannya, sang istri malah berjalan lebih dulu, dan berpamitan sama Mbok Sum dengan cara mengeraskan suaranya.
"Mbok ... saya ke kamar dulu, ya."
"Ii--iya, Non."
Ketika Malikha hampir menaiki tangga, Adrian kembali mensejajarkan langkahnya dengan Malikha, bahkan kini ia bersisian. Sejenak ia menatap dari samping wajah Malikha, tetapi sang istri sengaja mengabaikan tatapan itu dan berpura-pura tidak tahu kalau Adrian menatapnya.
Hingga keduanya sampai di dalam kamar, dan Malikha naik ke atas ranjang king size-nya. Nampak Malikha langsung meraih selimut, lalu membungkus tubuhnya dengan selimut itu. Adrian yang tidak suka diabaikan, mulai protes.
"Sayang ... Malikha, kenapa aku merasa malam ini kamu sedikit aneh? Kamu terus mengabaikan aku, dan mendiamiku. Apa aku telah membuat kesalahan, dan itu yang membuat kamu marah?''
"Katakan sesuatu, jangan diam apalagi mengabaikan aku, Malikha. Cepat, buka matamu dan tatap aku!'' Adrian dengan nada kesal mulai memaksa Malikha bangun, sejujurnya wanita yang tengah berbaring dan berpura-pura tidur itu sengaja tidak mau memperpanjang masalah dengannya.
Namun, saat melihat dan mendengar suara Adrian dengan intonasi tinggi mau tidak mau Malikha harus membuka mata.
"Apa, sih, Mas? Aku sudah mengantuk, bukankah tadi Mas juga bilang sudah mengantuk,'' tanya Malikha malas.
"Kamu sengaja 'kan bilang mengantuk, padahal kamu tidak mengantuk. Lihatlah di dalam cermin, kalau kedua matamu masih cerah, tandanya kamu belum mengantuk."
"Sekarang katakan, kenapa kamu menghindariku? Katakan, jangan membuatku penasaran," tanya Adrian dengan nada menuntut.
Melihat kedua mata suaminya, membuat Malikha memiliki kesempatan untuk bertanya dan mencaritahu isi hati suaminya. Pada akhirnya, ia pun duduk lalu mulai berbicara dan mencaritahu alasan Adrian mulai menjalin hubungan dengan wanita lain di luaran sana.
"Baiklah, aku akan bicara. Tapi, Mas Adrian duduk di sini dulu, di depanku," pinta Malikha, dan Adrian duduk tanpa protes.
"Aku sudah duduk, sekarang jelaskan."
Nampak Malikha menghela nafas panjang, lalu ia mulai berbicara lembut agar suaminya tidak marah.
"Soal Mas tanya kenapa aku menghindarimu, jujur aku juga tidak tahu, Mas. Tapi, entah kenapa saat Mas menyentuhku, ada rasa yang tidak enak di dalam sini?''
"Maksud kamu apa, apa aku ini terlalu menjijikkan, hingga kamu tidak suka aku sentuh, begitu?!'' Adrian nampak salah paham, dengan kalimat Malikha.
"Bukan seperti itu, Mas."
"Tapi, aku takut kamu akan bosan padaku, Mas. Karena kita sudah 3 tahun menikah, tapi, kita masih belum juga diberikan keturunan seorang anak."
"Aku takut kamu bosan sama aku, Mas. Lalu kamu mencari wanita lain, agar dia bisa memberikanmu keturunan. Sebab, ada temanku yang suaminya begitu, kata temanku suaminya diam-diam menjalin hubungan sama wanita lain, agar bisa memiliki anak," ucap Malikha panjang, dengan membuat cerita karangannya.
Mendengar kalimat Malikha, lagi-lagi Adrian salah paham dan kali ini ia merasa tersindir karena memang dirinya saat ini tengah menjalin hubungan terlarang dengan sahabat baik Malikha sendiri, hal itu tentu saja tanpa sepengetahuan Malikha.
"Apa kamu saat ini sedang menyindirku, Malikha!!''
"Picik sekali kamu, padahal aku ini tiap hari bekerja dari pagi pulang malam, mana ada waktu aku menghabiskan waktu dengan wanita lain, seperti pemikiranmu itu, hah?!''
"Kamu enak, hanya di rumah saja. Kalau kamu tidak percaya padaku, kamu bisa, kok, ikut ke kantor menemaniku seharian bekerja, biar kamu tahu ngapain saja aku di kantor!'' marah Adrian, lalu berdiri dengan nafas naik turun, karena saat ini ia benar-benar menahan kemarahannya.
Malikha yang sebelumnya tidak pernah melihat kemarahan suaminya, merasa heran sekaligus tahu kalau suaminya sudah mulai berubah.
"Mass ... kamu, kok, jadi marah sama aku. Padahal aku sama sekali tidak menuduhmu, aku hanya menceritakan soal temanku. Apakah aku bersalah, dan menyinggungmu?"
"Tapi, kalau kamu merasa seperti itu berarti saat ini kamu sedang menjalin hubungan terlarang dengan wanita lain, dan itulah yang membuatmu ketakutan 'kan saat ini!'' Malikha yang tidak tahan, akhirnya meluapkan emosinya. Padahal, sungguh ia tidak mau bertengkar dengan suaminya.
Mendengar itu, Adrian gelagapan sendiri. Ia tidak menyangka, kalau tadi istrinya bercerita soal suami teman Malikha. Ia saja yang baper sendiri, dan akhirnya menyalahkan Malikha.
"Ma--maaf ... maafkan aku, Sayang. Tadi, aku pikir kamu sedang menuduhku. Mungkin ini efek karena aku kelelahan, dan butuh istirahat, makanya ngomongnya ngaco."
"Kamu mau 'kan maafin aku, Sayang," Adrian dengan kalimat manisnya berusaha meminta maaf, tetapi Malikha sudah terlanjur sedih dan saat ini ia terlihat menangis.
Isakkan tangis itu mulai terdengar dari bibir Malikha, semula hanya pelan. Tapi, lama kelamaan Malikha semakin histeris.
Mungkin hanya dengan melupakan dengan tangisannya malam ini, ia akan sedikit lega. Meskipun, amarah yang ia pendam tidak ia keluarkan sepenuhnya.
"Hiks ... hiks ... huwaaaa ...."
"Eh ... Sayang ... cup ... cup ... sudah, ya, jangan menangis, maafkan aku kalau tadi aku sempat membentakmu," Adrian terlihat kewalahan, saat menenangkan Malikha.
Melihat Malikha yang tidak berhenti menangis, Adrian langsung mendekap tubuh mungil itu dalam pelukannya. Kali ini, yang Malikha rasakan pelukan suaminya bukan lagi hangat, tetapi terasa menyakitkan.
'Kamu jahat, Mas, ternyata kamu tadi marah hanya ingin menutupi semua kesalahan, dan pengkhianatanmu!'
'Akan kulihat, seberapa jauh kamu melukaiku. Aku juga ingin tahu, seperti apa wanita yang telah membuatmu berpaling dariku,' batin Malikha disela tangisan dalam pelukan suaminya.