"Nah itu dia." Desis Zura semangat yang mengintip dari balik dinding rumah seseorang di ujung gang. "Sepertinya dia sedang membawa sesuatu di dalam jaketnya itu. Wajahnya juga nampak tidak tenang." Lanjut Zara lagi yang memang bertugas mengintai.
"Bagus, kita awasi saja dulu. Apa yang akan dia lakukan." Ucap Biru yang tetap santai bersandar di tembok rumah itu.
Azie yang penasaran ikut mengintip dari balik tubuh Zara. "Ngapain ikutan sih, itu bukan Nita?" Celetuk Zara seraya menoleh ke wajah temannya itu, Azie yang mendengar celotehan Zara langsung mengerutkan kening dengan tatapan bingung.
Sementara Biru hanya menyunggingkan sedikit senyum di sudut bibirnya.
"Ya emang dia kan bukan Nita, lagian kita lagi ngintai pelaku kan bukan ngintai Nita. Kenapa kamu malah bawa-bawa Nita." Ucap Azie merasa bingung atas ucapan Zara.
Gadis remaja cantik itu langsung mendengus kesal.
"Sudah jangan pada ribut, nanti kita ketahuan." Biru mengingatkan. Azie kembali mengintai sementara Zara lebih memilih mundur ke belakang Azie, entah kenapa rasa kesal menyelimuti hatinya.
"Rayyan." Gumam Azie dengan tatapan tajamnya. Ia remaja itu kini melihat salah satu temannya yang mengikuti si pelaku tengah berjalan di belakang tubuh pria itu. Gang itu memang sedikit sepi, namun Rayya yang terlihat begitu waspada sungguh membuat Azie penasaran. Kenapa Rayyan tiba-tiba muncul di belakang pria itu, sunggu mengherankan bukan.
"Apa yang kamu lihat Zie?" Tanya Biru seraya menepuk bahu Azie.
"Pria itu menyerahkan sesuatu pada Rayyan, Bi."
"Rayyan?" Gumam Biru.
"Ya Rayyan, teman satu sekolah kita Bi."
"Oh Rayyan yang dulu sering menganggumu itu?" Tanya Biru lagi yang sudah mengingat siapa anak yang di maksud Azie.
Azie menganggukkan kepalanya, semenjak ada Biru di dekat Azie membuat Rayyan tak pernah lagi mencari masalah.
"Sepertinya babak ini akan seru gaes." Ucap Biru mengerling.
"Tapi apa yang kira-kira Rayyan lakukan bersama pria itu." Gumam Azie dengan rasa penasarannya.
Biru mengangkat bahu. "Kita lihat saja nanti bisnis apa yang sedang mereka kerjakan." Ucap Biru yang kini ikut melihat Rayyan dan si pelaku itu tengah berbicara di pos keamanan yang ada di gang sepi ini. "Saatnya kita berakasi." Lanjut Biru lagi seraya ingin melangkah keluar dari persembunyian mereka, namun baru saja ia terlihat menggerakkan tubuhnya Zie langsung menahannya.
"Tunggu Bi, serius kita yang akan menghampiri mereka? Rayyan itu bisa bela diri lho, sementara bapak itu kita nggak tahu nanti bisa aja dia bawa senjata tajam. Sementara kita tidak bisa apa-apa, bisa jadi perkedel kita nanti." Azie mengingatkan dan mencegah sahabatnya untuk keluar.
"Kamu aja yang jadi perkedel, kita mah kagak." Ucap sinis Zara.
"Kamu kenapa sih Ra, aneh banget deh. Tadi sebut-sebut nama Nita sekarang malah kek gitu cara ngomongnya." Protes Azie.
"Malah pada ribut lagi, sudah siapa juga yang mau langsung menghadapi mereka. Biar anak buahku yang menangani mereka. Aku mau hubungi mereka dulu." Biru mengeluarkan ponsel di saku jaketnya lalu mengirimkan pesan pada anak buahnya.
"Aku pamit pulang dulu ya!" pamit Zara tiba-tiba pada Biru.
"Kok kamu malah pulang Ra? Ini kan belum selesai." tanya Biru.
"Nanti kamu ceritakan saja gimana hasilnya. Aku lagi bad mood." Ucap Zara yang berlalu begitu saja meninggalkan ke dua temannya dari jalan berbeda.
"Em memang cinta mengalahkan segalanya." Ucap Buru geleng-geleng kepala.
"Cinta?" Azie malah memasang wajah penuh tanya. "Zara cinta sama siapa memangnya?" Tanya Azie kemudian.
"Kamu lah siapa lagi." Tegas Biru.
Azie malah tertawa kecil, "jangan becanda Bi, nggak mungkin anak secantik Zara mau sama gembel kayak aku. Sudah ah becandamu kelawatan Bi, kalau sama kamu mungkin ya." Tutur Azie tak percaya.
"Aku juga berharapnya begitu Zie, tapi Zara lebih menyukaimu dari pada aku." Batin Biru, "ayo kita hampiri mereka. Anak buahku sudah melakukan tugasnya." Ucap Biru.
Azie seketika menoleh ke arah Rayyan dan pria gondrong itu. Dan benar saja mereka kini tengah berada dalam ringkusan dua pria hitam dengan sarung tangan hitamnya, lengkap dengan sepatu pantofel dan kaca mata hitamnya.
"Waow keren berasa kayak lagi main detektif saja." Puji Azie. "Eh tapi yakin kita mau keluar?" tanya Azie ragu-ragu, bisa semakin dendam Rayyan nantinya kalau mengetahui Azie terlibat dalam urusannya.
"Ya tentu saja kita keluar. Kamu jangan khawatirkann Rayyan. Dia tidak akan berani macam-macam." Seakan tau apa yang tengah di pikirkan Azie, Biru pun angkat bicara menjamin Azie akan tetap terjaga dari ancaman Rayyan.
Azie dan Buru pun keluar, begitu mereka berdiri di hadapan Rayyan dan si pelaku, polisi juga ikut datang, dan polisi itu adalah ayah Zara bersama timnya yang sengaja di hubungi Biru. Polisi juga sudah mengetahui ternyata ibu dan anak itu bukan bunuh diri melainkan mereka adalah drama yang diciptakan oleh si pria gondrong itu yang tak lain adalah suami korban. Pria itu menghilang nyawa istrinya karena ia ketahuan menjadi salah satu bandar obat-obatan terlarang dan menghabisi anak-anaknya agar tidak menjadi beban nantinya.
"Terimakasih nak, kamu telah membantu kami. Tapi tindakan kalian ini juga sangat berbahaya untuk keselamatan kalian. Kalian juga bisa saja menjadi tersangka." Pesan ayah Zara.
Sementara Zie hanya tertunduk karena di sana ada tatapan tajam setajam ujung pedang yang sudah siap menghunusnya.
"Kamu sekali lagi ikut campur dalam urusanku. Lihat saja nanti kamu Zie, akan aku buat adikmu itu tidak tenang dalam hidupnya." Batin Rayyan dengan tatapan tajam penuh emosi. Sekali lagi rencana dihancurkan oleh Azie, dan bahkan anak itu kini sudah tertangkap.
"Sama-sama pak, akan aku pastikan mereka tidak akan bisa menyentuh kami pak. Silahkan bawa saja mereka dan tolong rahasiakan ini dari orang tuaku." Ucap Biru seraya berlalu mengajak Azie pergi dari tempat itu.
Ayah Zara memang sudah tahu siapa orang tua Biru. Hanya saja beliau lebih mengkhawatirkan Azie yang bukan anak siapa-siapa itu.
"Aku tidak menyangka kalau Rayyan melakukan bisnis semacam itu." Ucap Azie dalam perjalanan mereka.
"Dia sudah melakukan itu sejak kelas satu kemarin. Dan tanpa sengaja kamu sudah sangat sering mengacaukan transaksinya. Itu lah kenapa ia semakin membencimu." Tutur Biru.
Mata Azie langsung membulat sempurna mendengar penuturan Biru. "Kok bisa? Kamu tahu dari mana Bi?" tanya Azie dengan wajah terkejutnya.
"Dari informasi yang aku dapatkan barusan." Jawab Biru santai.
"Informasi dari siapa bahkan ayah Zara tidak menjelaskan apa pun Bi." Azie masih tak percaya sehebat itukah Biru mendapatkan informasi secepat kilat.
"Sudah tidak usah penasaran untuk hal itu, saat ini kami harus khawatirkan Saiqa saja. Aku takut Rayyan sudah lama mengincar adikmu dari kalian masih bersama di SD dulu." Biru mengingatkan.
Azie semakin terkejut dan kini sangat cemas dengan penuturan sahabatnya itu.
"Kamu jangan menakutiku Bi."
"Sejak kapan aku menakutimu. Tapi kamu tenang saja, aku akan menjaga kalian. Ngomong-ngomong kamu serius tidak tertarik pada Zara?" Biru malah mengalihkan pembicaraan.
Azie yang tadinya sudah dalam mode serius dan cemas kini malah harus membahas masalah Zara. "Aku belum berniat untuk tertarik pada siapapun Bi, masa depanku saja masih abu-abu malah harus mikirin cewek. Kita masih bocah ingusan Bi malah mau bahas cewek."
"Kamu saja yang ingusan Zie aku tidak." Seloroh Azie dengan tawanya.
Siapa yang tak akan tertarik dengan Zara, gadis remaja yang tak akan bosan dilihat mata. Dua lesung pipi yang ada di wajahnya, membuat ia menjadi pusat perhatian pasang mata yang melihatnya kala gadis itu tersenyum. Mata bulatnya yang indah yang indah. Zara selalu terlihat imut dan manis di antara seluruh teman-temannya di angkatan itu.