BAB 34

1596 Words
Aura dan Winda sudah selesai dengan belanjaan yang ada di dalam genggaman mereka, Aura sendiri menolak sebenarnya ketika Winda mengajaknya untuk belanja namun Winda mengatakan jika nantinya akan jarang jika Aura sudah sibuk dengan pekerjaanya. Akhirnya Aura mengikuti keinginan dari Winda, lagi pula tidak ada salahnya mereka juga melakukan ini sesekali jadi tidak masalah. Winda tidak ingin membuang waktu dan ingin mencoba berbagai hal, apa lagi sekarang saja Aura sudah agak susah untuk di temui. Winda memang memakluminya, pekerjaan Aura yang menuntutnya untuk banyak berlatih dan Winda mendukung itu semua. Winda juga tidak bisa memaksa Aura datang atau selalu ada di sisinya, yang Winda inginkan adalah Aura berhasil dengan impian yang selama ini ia dambakan. Langkah kaki Aura dan Winda terasa ringan, mereka bahkan tidak bisa menyembunyikan senyumnya dari bibir mereka. Sampai mereka tiba kembali di depan cafe tidak membuat senyum di bibir Aura maupun di bibir Winda memudar, mereka bahkan tersenyum semakin lebar Tangan Aura menarik pintu masuk cafe, Dean menatap kedatangan Winda dan Aura dengan tersenyum lebar. Cafe terlihat lebih rapi dan bersih, "tutup cepet?" tanya Aura menatap ke arah Dean dan Winda bergantian. Mata Aura memandang ke beberapa kursi dan meja yang sudah di rapikan, beberapa pekerja terlihat masih merapikan bagian lain dari cafe. Aura merasa tidak enak sebenarnya, karena kehadirannya dan mengajaknya makan malam bersama malah membuat Winda menutup cafenya sendiri padahal tadi saat belanja juga Winda yang membelikannya pakaian. Padahal Aura sudah menolak dengan keras namun tetap saja, Winda seakan tidak mendengarkan dan ia bersikeras ingin membelikan Aura dress baru. Padahal Aura masih bisa membelinya sendiri, namun alasan Winda karena sebentar lagi Aura akan sering memakai pakaian buatan desainer terkenal akan sulit untuk Winda membelikannya. Winda mengangguk, "iya," sautnya seakan tidak memiliki beban. Aura terkejut, "apa karena aku?" tanya Aura, ia merasa agak bersalah jika memang begitu. Cafe Winda akan lebih ramai di malam hari biasanya, Aura merasa tidak enak jika Winda malah menutup cafenya hanya karena dirinya. Aura menatap Winda dan Dean bergantian, mereka tersenyum kecil lalu menggelengkan kepalanya. Meski begitu, tetap saja membuat Aura merasa tidak enak hati. "Enggaklah, lagi pula cafe besok akan tutup lebih malam karena malam minggu. Jadi aku meminta mereka istirahat," ucap Winda memberi tahu. Aura agaknya tidak yakin, "beneran?" tanya Aura memastikan dan Winda mengangguk membenarkan. Dean tersenyum lebar, "kalian bersiaplah, aku akan membuat minuman untuk kalian. Harus terlihat cantik okey," ucap Dean dengan kekehan di akhir. Aura ikut tertawa kecil, "dengar 'kan?" ucap Aura sengaja untuk menjahili Winda. "Udah ah yuk ke ruangan aku," ucap Winda berjalan lebih dulu, namun Aura melihat jelas ada senyum lebar di bibir Winda. Dengan bersemangat, Winda menarik pergelangan tangan Aura. Membuat Aura berjalan mengikutinya menuju ruang kerjanya, sudah lama memang Aura tidak ke cafe membuat Aura sendiri merasa agak canggung dengan suasana cafe. Padahal biasanya tidak seperti ini, lagi pula Aura belum selama itu meninggalkan cafe. Langkah kaki Winda berhenti tepat di sebuah pintu cokelat, mengikuti langkah kaki Winda yang terhenti maka langkah kaki Aura yang di tarik oleh Winda juga ikut terhenti. Tangan Winda memegang daun pintu, lalu memutarnya dan kemudian dorongan pintu membuat ruangan Winda terbuka. Saat pertama kali pintu terbuka membuat udara dingin di luar ikut masuk di dalam, Aura masuk dan merasakan panas saat masuk ke dalam ruangan Winda. Seakan sadar Winda tertawa, "panas banget ya," ucap Winda lalu segera menyalakan pendingin udara. Beberapa saat kemudian sejuknya udara dari pendingin mulai terasa, "kamu duluan sana," ucap Winda meminta Aura untuk memberisihkan dirinya lebih dahulu. Winda membuka lemari kecil lalu mengeluarkan handuk di dalamnya, di ruangan Winda ia memang meninggalkan beberapa pakaian dan juga handuk. Itu karena saat kuliah dulu Winda harus membersihkan tubuhnya sebelum melayani pelanggan setelah pulang kuliah, ia bahkan terkadang menginap di cafe karena harus mengerjakan pekerjaannya. Aura sangat tahu, jika ruangan ini adalah saksi dari kerja keras Winda. Itulah sebabnya Aura agaknya iri dengan kerja keras Winda yang membuahkan hasil hingga sekarang cafe cukup terkenal di kalangan anak muda. Winda membangun cafe ini benar - benar dari nol, hingga sampai menjadi seperti sekarang. Semua berawal dari keinginan Winda yang ingin mencoba hidup mandiri sejak muda, akhirnya ia mulai merintis usaha kecil - kecilan dengan modal hasil dari pinjamannya kepada orang tuanya. Saat itu, Winda berjanji akan segera melunasi pinjaman modalnya dan menjadikan cafe ini menjadi miliknya seutuhnya. Berbagai pasang surut sudah di lalui oleh Winda, seperti halnya berdagang Winda juga mengalami kerugian di awal - awal mulanya. Namun, karena Winda cepat memahami mengenai bisnis, ia akhirnya mencoba untuk mempromosikan cafenya di berbagai sosial median dan mengadakan promo - promo menarik tiap bulannya hingga akhirnya seperti sekaranglah cafenya berdiri. "Ini pakai, masih baru kok," ucap Winda menyodorkan handuk pada Aura. Bibir Aura tersenyum lebar, "thank's," ucap Aura menjawab. Ia kemudian melepaskan sepatunya, mengganti alas kakinya dengan sandal dalam ruangan milik Winda yang berada di dalam rak. Kaki Aura terasa agak pegal sebenarnya, ia banyak berjalan hari ini. Tetapi melihat antusias dari Winda membuat Aura jadi ikut bertambah semangat juga. "Aku masuk ya," ucap Aura, meskipun berteman akrab dengan Winda tetapi Aura tidak ingin bertindak asal. Aura mengangguk, "kamu ini kayak sama siapa aja," ucap Winda dengan tawa kecilnya. Tawa Aura dan Winda terdengar beradu di dalam ruangan, Aura kemudian menganggukkan kepalanya dan kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Aura menggantungkan handuknya, ia kemudian melepaskan satu persatu pakaiannya setelah selesai menggantungkan pakaian gantinya. Barulah setelah itu, Aura mengguyur tubuhnya dengan air yang terasa agak dingin ketika menyentuh tubuhnya. *** Beberapa saat kemudian Aura sudah selesai membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian. Ia keluar dari kamar mandi, Winda tersenyum lebar saat menatap Aura yang baru keluar. Aura terlihat cantik dengan dress floral selututnya, pakaian itu terlihat cocok dengan Aura membuat Aura terlihat lebih feminim. "Tuh 'kan dressnya cantik banget," ucap Winda yang masih tersenyum lebar memandang Aura dari atas hingga ke bawah. Aura juga tidak bisa menahan senyumnya ketika di puji oleh Winda, "udah ah malu," saut Aura sambil tertawa. Winda berdiri dari duduknya dan Aura menggantikan Winda lalu duduk di sofa, "aku akan bersiap," ucap Winda lalu masuk ke dalam kamar mandi. Aura melihat sisir dan beberapa make up terletak di atas meja, Aura mengambil kaca dan juga sisir lalu menyisiri rambutnya yang panjangnya sepundak. Setelah itu, Aura memoleskan beberapa skincare dan juga make up di wajahnya membuat Aura terlihat cantik dengan polesan namun tetap terlihat natural. "Udah rapi aja," ucap Winda yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi, Aura tersenyum kecil kemudian Winda juga mulai merapikan dirinya dan memoles wajahnya sama seperti Aura tadi. "Kamu ke depan aja, aku akan nyusul bentar lagi kok," ucap Winda menatap Aura dengan lirikan matanya. Aura terdiam sejenak, "loh kenapa gak bareng?" tanya Aura bingung. Winda tersenyum kecil, "soalnya aku mau minta tolong kamu cek in karyawan yang harus restock barang," ucap Winda dengan kekehan. Aura mengangguk mengerti, "oke kalau gitu," saut Aura lalu ia bersiap untuk keluar. Aura meraih tasnya lalu menyelempangkannya di pundak, ia menatap Winda yang tengah menatap wajahnya di cermin sambil memoleskan make up. Winda terlihat lihay menggunakan kuas di wajahnya, ia memang pintar berdandan dan Winda -lah yang terkadang mendandani Aura dulu. "Aku ke depan ya," ucap Aura, Winda menjawabnya dengan dehaman. Aura keluar dari ruang kerja Winda, kemudian ia melihat beberapa karyawan masih menyapu dan membersihkan kaca jendela. Mereka terlihat berkerja dengan giat, semua melakukan tugas dengan baik karena memang Winda biasanya lebih teliti saat melakukan pemeriksaan dan kebersihan adalah bagian dari keunggulan utama cafenya. "Dean kemana Lis?" tanya Aura pada salah seorang pegawai. "Ke kitchen kayaknya kak," ucap Lisa salah satu karyawan kepercayaan Winda. Aura menganggukan kepalanya, "kamu udah ngelist barang yang mau di restock?" tanya Aura. Lisa mengangguk, "udah kok kak," saut Lisa, Aura tahu betul Lisa adalah salah satu karyawan yang memang berkerja dengan keras, karena Aura pernah berada di sini sehingga ia tahu sendiri bagaimana kinerja Lisa sebenarnya. "Aku di minta kak Winda buat cek listnya bareng kamu, bisa kamu bawa ke sini gak berkasnya sekarang?" tanya Aura berhati - hati, Lisa langsung mengangguk setuju. Memang saat masih bekerja di cafe, melakukan proses pemeriksaan restock barang selalu Aura yang melakukan. Ia biasanya memeriksa barang apa saja yang akan segera habis setiap minggunya, karena pentingnya tugas ini terkadang memang harus dilakukan pengecekan beberapa kali. Apa lagi jika ada selisih harga atau barang di pasaran sedang melonjak harganya, maka sudah jelas Aura harus mulai mempertimbangkan dan memutar otaknya untuk tetap memenuhi kebutuhan. Biasanya jika sudah begitu ia akan berdiskusi dengan Winda, lalu Winda akan memberikan keputusan akhirnya. "Aku ambil bentar kak," ucap Lisa lalu berjalan masuk ke dalam. Aura duduk di sebuah meja tempat biasa ia duduki sambil menunggu Lisa mengambil catatannya, Winda baru saja keluar dan sedang memeriksa beberapa hal di dapur. Pintu terbuka membuat suara lonceng yang ada di pintu masuk mengejutkan Aura, ia melihat ke arah pintu masuk yang ternyata Agry sudah datang. Aura tersenyum canggung namun berdiri menyambut Agry yang melangkah ke arahnya, "maaf, harusnya kamu tolak saja jika tidak bisa. Aku jadi gak enak," ucap Aura, Agry tersenyum kecil. Tentu saja Aura merasa tidak enak hati, karenanya 'lah Agry sekarang berada di sini. Jika saja Agry menolak atau tidak menjawab panggilan Aura tentu saja akan lebih mudah untuk Aura memberikan alasan kepada Winda dan Dean "Tidak masalah," saut Agry santai berbeda dengan Aura yang agak tegang. "Kamu bisa duduk dulu," ucap Aura dan Agry mengangguk lalu duduk tepat di depan Aura, Agry memang terlihat biasa saja namun berbeda dengan Aura yang terlihat canggung pada Agry. Beberapa saat kemudian Dean datang menghampiri Aura dan Agry, "udah datang?" sapa Dean ramah, Agry tersenyum kecil menunjukkan keramahannya. Sedangkan pada Aura, Dean terlihat tersenyum penuh arti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD