BAB 19. Ayahku adalah Danu

1102 Words
“Ayahku, Danu,” jawab Rehan dan Andra manggut-manggut mendengarnya. “Danu? Om sangat yakin. Kamu pasti lebih mirip dengan ayah Danu. Hidungmu, matamu, bibirmu dan cara bicaramu juga pasti lebih mirip dengannya,” tebak Andra yang justru dibalas gelengan kepala oleh Rehan. “Tidak. Kata Mama, aku tidak mirip dengan ayah Danu sama sekali. Aku juga sering lihat foto aku sama ayah. Tapi kami tidak mirip.” Alis Andra terangkat sebelah begitu mendengar penuturan yang meluncur dari bibir mungil milik bocah kecil di depannya itu. “Oh iya. Berarti kamu mirip dengan Mama kamu. Kalau boleh Om tahu, siapa nama Mama kamu?” tanya Andra lagi. “Nama mama aku, Al—“ DREETT! DREETT! Ponsel Andra yang bergetar di balik saku celana bahannya, membuat mulut Rehan yang hendak mengucapkan nama Alana, kini terkatup kembali. Rehan memerhatikan Andra yang merogoh sakunya, kemudian menempelkan benda pipih itu di telinga kanan. “Iya, kenapa?” tanya Andra dingin saat tahu yang menelponnya adalah Alana. Entah ada perlu apa wanita itu menelponnya tiba-tiba. ‘Maaf aku mengganggu waktunya, Pak Andra. Tapi aku hanya mau mengingatkan kalau Anda ada jadwal meeting pagi ini,’ sahut Alana dari seberang telpon yang langsung membuat Andra berdecak mengusap wajahnya dengan sebelah tangan. “Ah, iya. Aku akan segera ke sana!” tutup Andra memutuskan sambungan telponnya. “Kenapa aku bisa lupa kalau aku ada meeting penting pagi ini? Aku harus segera berangkat ke kantor sekarang juga!” gumam Andra yang bisa terdengar oleh Rehan. Anak kecil itu memiringkan kepalanya dengan pandangan bertanya pada Andra. “Om harus pergi ya?” Rehan bertanya. Membuat Andra menoleh lantas menganggukan kepalanya. “Iya, Rehan. Om harus segera pergi. Kamu sudah tidak apa-apa ‘kan? Sekali lagi Om minta maaf karena sudah menabrak kamu.” Andra menyentuh kedua pundak Rehan dengan kedua telapak tangannya yang lebar. Seketika Andra tercenung, saat ia merasakan ada—gelenyar aneh yang mengaliri darahnya. Rasanya Andra begitu nyaman menyentuh Rehan dengan lembut seperti ini. “Tidak apa-apa, Om. Ini juga karena Rehan yang salah. Rehan mengejar kucing yang lari, jadi tidak melihat mobil Om deh.” Rehan menyahut. Andra mengangguk. Lalu Dita masuk ke dalam ruangan dan mengelus kepala Rehan. “Rehan. Ibu sudah menelpon ke rumah kamu. Ternyata Mama kamu sedang bekerja ya. Jadi nenek kamu yang akan segera datang ke sini.” Dita memberitahu pada Rehan. Dan seketika perasaan lega mengaliri ulu hati Andra. Sebab akhirnya ada anggota keluarga Rehan yang bisa dihubungi. Jadi Rehan bisa segera dibawa pulang. Karena kondisi anak itu yang mengalami luka ringan, tidak memungkinkan untuknya melanjutkan sekolah untuk hari ini. Padahal tadinya Andra berencana akan mengantar Rehan ke rumah bocah itu jika seandainya keluarga Rehan masih tidak bisa dihubungi. Tetapi setelah mendengar ucapan Dita barusan, Andra bersyukur karena nenek anak itu akan segera datang untuk menyusul ke rumah sakit. “Syukulah kalau begitu. Aku minta maaf karena tidak bisa menunggu kedatangan neneknya Rehan. Karena aku ingat, kalau pagi ini ada meeting penting di kantorku,” ucap Andra pada Dita sambil matanya melirik kearah arloji di tangannya. Berharap Andra belum terlambat. Dita mengangguk tersenyum. “Tidak apa-apa, Pak. Anda tidak usah cemaskan hal itu. Rehan pun baik-baik saja. Terimakasih karena sudah mau bertanggung jawab dengan membawa Rehan ke rumah sakit.” “Tidak perlu berterimakasih. Itu sudah tanggung jawabku,” kata Andra lalu menoleh pada Rehan yang masih duduk di ranjang pemeriksaannya. “Rehan! Kamu cepat sembuh, ya. Om pergi sekarang. Semoga di lain waktu kita akan bertemu lagi.” Andra mengacak pelan rambut Rehan yang hitam legam. Mendengar ucapan Andra, tentu saja Rehan langsung menganggukan kepalanya antusias seraya menyunggingkan senyum lebar. Entah mengapa hati Rehan sangat senang ketika Andra mengatakan semoga mereka akan bertemu lagi. Ya. Baru beberapa saat yang lalu Rehan bertemu dengan lelaki tampan berperawakan jangkung ini. Tetapi rasanya Rehan sangat nyaman sekali berada di dekat Andra. Seakan mereka sudah kenal lama. “Iya, Om. Om hati-hati ya.” Andra mengangguk. Lantas ia pamit menarik dirinya dari sana. Meninggalkan Rehan dan Dita yang ada di rumah sakit. Rehan masih menatap pintu ruang rawatnya saat tubuh Andra menghilang, sekarang ia merasa kehilangan setelah Andra pergi menjauh darinya. Dita mendekat dan mengusap punggung tangan Rehan yang mungil. “Om tadi kok mirip dengan kamu ya, Rehan? Ibu lihat-lihat. Iris wajah kalian sama,” komentar Dita sambil menatap wajah Rehan dari jarak yang cukup dekat. Namun si kecil Rehan langsung menggeleng dengan tegas. “Kemiripan kita hanya kebetulan, Bu. Rehan pernah lihat di TV, kalau di belahan dunia ini ada banyak sekali orang yang wajahnya mirip. Tapi Om tadi baik deh. Dia mau bawa aku ke rumah sakit. Padahal aku yang salah karena nyebrang sembarangan. Mudah-mudahan nanti aku bisa ketemu lagi sama Om itu.” Rehan berkata lalu bibirnya melengkungkan sebuah senyum manis. Membuat Dita mengangguk dan membalas senyum Rehan seraya mengusap kepala anak itu. Tak berselang lama setelah kepergian Andra, Winarti datang tergopoh-gopoh melewati koridor rumah sakit. Lalu matanya membola saat melihat Rehan yang sedang duduk di atas sebuah ranjang pemeriksaan bersama dengan gurunya. “Rehan!” pekik Winarti langsung masuk ke dalam. “Nenek!” Dita bangkit berdiri dan tempat duduknya kini digantikan oleh Winarti yang meneliti tubuh Rehan dengan raut cemas. “Apa yang terjadi sama kamu, Rehan? Siapa orang yang sudah nabrak kamu itu? Biar nenek tuntut dia! Apa dia tidak punya mata menabrak anak kecil sembarangan? Seharusnya kalau dia tidak bisa mengemudikan mobilnya dengan benar, ya jangan sok-sokan menyetir. Sekarang di mana orang itu!” dengan kesal, Winarti mengedarkan pandangannya kesana-kemari. Mencari sosok yang sudah menabrak cucunya. “Nek!” Rehan menarik tangan Winarti agar neneknya itu tenang. “Bukan Om itu yang salah. Rehan saja yang menyebrang sembarangan. Tadi pagi, Rehan melihat kucing yang lucu sekali. Kucing itu berlari melintasi jalan. Rehan nekad mengejarnya, padahal mobil Om itu sedang melaju cepat,” ucap Rehan menjelaskan. “Benar, Bu. Tadi saya juga melihat sendiri kalau Rehan yang memaksa menyebrang jalan sembarangan. Untunglah orang yang tak sengaja menabraknya itu mau bertanggung jawab dan membawa Rehan ke rumah sakit. Dokter bilang Rehan hanya mengalami luka ringan. Jadi ibu tidak usah khawatir.” Dita menambahkan. Dan Winarti menarik napasnya pelan. Tadi ia sempat berburuk sangka pada orang yang sudah menyelamatkan cucunya. “Lalu sekarang, di mana orang itu. Aku mau bilang terimakasih sama dia,” tanya Winarti pada Dita. “Om itu sudah pergi, Nek. Katanya ada urusan penting di kantornya. Tapi Rehan sudah bilang terimakasih kok sama Om itu,” sahut Rehan. “Ya sudah. Kalau begitu kita pulang sekarang yuk, Rehan,” ajak Winarti. Rehan mengangguk dan ia menurut ketika neneknya itu menuntunnya untuk turun dari ranjang pemeriksaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD