BAB 18. Andra Bertemu Rehan

1056 Words
Di sisi lain, Andra berdecak masuk ke dalam mobilnya. Ia menghempaskan pantatnya dengan kasar di kursi kemudi. Sebelum kemudian menjalankan mobil hitam metalik keluaran eropa itu untuk meninggalkan pelataran rumahnya yang membuatnya muak. “Lagi dan lagi kedua orang tuaku kembali mengungkit-ngungkit tentang Sherly. Apa mereka tidak tahu kalau aku sama sekali tidak suka dengan wanita itu. Hhh.. Papa dan Mama memang tidak pernah berubah. Sejak dulu yang ada di pikiran mereka hanya uang dan uang!” Andra menggertakan giginya penuh kekesalan. Sedang jemarinya mencengkeram kemudi dengan begitu kuat. Hingga buku-buku jarinya memutih. Andra tidak peduli pada bisnis besar yang dimiliki oleh Tuan Arwen yang mungkin akan menjadi miliknya jika ia mau menikahi Sherly. Yang Andra inginkan, adalah ia bisa melenyapkan nama Alana dari dalam pikirannya. Ya. Andra muak sekali saat Alana selalu mampir tanpa permisi di dalam mimpinya. Bayangan-bayangan manis saat mereka masih menikah dulu pun sampai detik ini masih tersimpan rapat di dalam memori otak Andra. Dan sialnya, Andra sulit untuk melupakan wanita yang sudah membuat kehidupannya hancur itu. “Guna-guna apa yang kamu punya Alana? Hingga membuatku sulit untuk mengenyahkan semua kenangan tentangmu dari dalam benakku. Wanita sepertimu tidak pantas untuk ku pikirkan. Kamu sama saja seperti kedua orang tuaku. Yang kalian inginkan hanya uang dan uang. Bahkan, aku sampai tertipu oleh wajah lugumu, Alana. Hingga akhirnya kehidupanku luluh lantak akibat perbuatanmu. Huh! Aku tidak pernah membayangkan selama hidupku, kalau aku pernah menjatuhkan hatiku pada wanita yang tak punya harga diri sepertimu!” Andra menggeram. Matanya menatap tajam ke depan. Dimana jalanan saat ini sedang dalam keadaan lengang. Ketika itu, suara ponselnya yang berdering di atas dashboard mobil, membuat perhatian Andra teralih. Dan Andra mendengkus sebal saat mendapati nama Sherly yang terlihat di sana. “Ck! Apa maunya wanita itu? Dia menggangguku saja saat sedang mengemudi!” decak Andra langsung mematikan ponselnya. Lalu melemparnya ke kursi yang ada di sebelahnya. Akan tetapi, saat matanya hendak kembali fokus menatap jalanan. Saat itu seorang anak kecil melintas begitu dekat di depan mobilnya. Hingga membuat Andra mendadak menginjak remnya. “Aaakhhh!” BRAK! “Rehan!” teriak seorang wanita yang menyaksikan kejadian itu. Terlambat, tubuh anak itu sudah tersuruk dan ambruk ke aspal. Darah segar mengiasi keningnya. Meski tidak banyak, tapi cukup membuat jantung Andra serasa dipompa dengan begitu kuat. “Ya Tuhan. Aku menabrak seorang anak kecil! Semoga dia tidak terluka parah!” Andra segera membuka seatbelt yang membelit tubuhnya. Lantas ia bergerak cepat keluar dari mobil untuk mengecek keadaan anak itu. “Rehan! Rehan! Bangun sayang. Buka mata kamu..” wanita itu menepuk-nepuk pipi Rehan. “Maaf. Aku tidak sengaja menabraknya. Apa dia anak Anda?” tanya Andra pada wanita berambut pendek itu. Wanita itu menggeleng dengan wajah panik. “Bukan. Aku guru di sini. Dia salah satu muridku. Tolong tanggung jawab, Pak. Bawa Rehan ke rumah sakit. Dia harus segera mendapat pertolongan!” kata wanita itu yang ternyata adalah guru dari Rehan. Guru wanita itu bernama Dita. Andra mengangguk cepat. “Iya. Aku akan membawanya ke rumah sakit. Anda juga ikut denganku dan tolong hubungi kedua orang tuanya!” kata Andra. Dan Dita mengangguk mengiyakan. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil Andra. Dita yang duduk di belakang sambil memangku Rehan, kini tengah menyambungkan telpon pada nomor rumah Rehan. Sementara Andra langsung mengemudikan mobilnya lebih cepat. Sesekali matanya menatap pada kaca spion yang menggantung di bagian atas mobil. Entah mengapa, hati Andra merasa sakit saat melihat anak itu terluka seperti ini. Ada perasaan khawatir yang berlebihan dalam hatinya. Dan Andra tidak tahu mengapa dirinya merasakan sesuatu yang aneh kala memandangi wajah anak yang bernama Rehan itu. Padahal, Andra tidak pernah bertemu dengan Rehan sebelumnya. Dan ya. satu lagi yang membuat Andra heran sekaligus kebingungan. Mengapa wajah Rehan hampir mirip dengannya? *** Andra bersyukur. Karena keadaan Rehan ternyata tak separah seperti apa yang ia bayangkan. Anak itu pingsan karena terkejut. Sementara luka di keningnya hanya luka ringan yang tak perlu terlalu dikhawatirkan. Kini Rehan sedang duduk sembari kepalanya ditempeli plester oleh dokter. Berikut kedua sikunya yang juga terkena luka gesekan dengan aspal. “Nah, sekarang lukanya sudah selesai diobati ya,” kata dokter lelaki berumur sekitar empat puluh tahunan itu pada Rehan. Andra mendekati Rehan dan memeriksa plester keadaan tubuh Rehan. “Apa dia mengalami cedera, Dok? Apa ada lagi bagian tubuhnya yang luka-luka?” tanya Andra bertubi-tubi. Raut wajahnya yang tampak begitu cemas membuat dokter menggelengkan kepala seraya tersenyum. “Tidak usah khawatir, Pak. Anak Anda baik-baik saja. Dia hanya mengalami luka ringan dan besok juga dia sudah bisa beraktifitas seperti biasa.” Dokter memberitahu Andra dan menyangka jika Rehan adalah anak kandung Andra. Mendengar ucapan dokter, Andra dan Rehan saling bersitatap hingga kedua manik mata mereka yang sama-sama berwarna abu kini saling bersinggungan. Kening Rehan berkerut menatap wajah Andra dengan meneliti. ‘Om ini tampan sekali. Tapi matanya sama seperti punya aku.’ batin Rehan. ‘Kenapa dokter itu bisa mengira kalau Rehan adalah anakku? Ah, mungkin karena wajah kami yang nyaris mirip secara kebetulan.’ Andra bergumam dalam batinnya. Lalu kemudian ia kembali menatap pada dokter dan menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Tidak, Dok. Dia bukan anak saya. Dia hanya seorang anak kecil yang tidak sengaja aku tabrak saat melintas di jalanan,” ucap Andra meluruskan. Dokter itu tampak heran dan menautkan kedua alisnya. Matanya menatap kearah Andra dan Rehan secara bergantian. “Oh, maaf. Aku tidak tahu. Hanya saja tadi aku berpikir jika wajah kalian agak mirip. Makanya aku sampai mengira kalau kalian adalah ayah dan anak.” Dokter itu menjelaskan. Rehan hanya terdiam dan menyimak pembicaraan Andra dan juga dokter di hadapanya. Sesekali kepala Rehan menoleh kearah pintu, dimana di sana Dita—gurunya sedang sibuk menyambungkan telpon ke rumah Rehan. Karena sejak tadi telpon dari Dita tersambung, tapi tidak kunjung diangkat. “Aku pun sempat berpikir begitu. Aku heran ternyata ada seorang anak kecil yang mempunyai potongan wajah yang mirip denganku. Tapi jika dipikirkan lagi, ada banyak sekali orang yang bahkan wajahnya sangat mirip tapi mereka tidak terikat hubungan darah. Jadi aku rasa hal ini hanya sebuah kebetulan.” Andra mengatakan pada dokter yang membalasnya dengan anggukan. Kemudian Andra melarikan pandangannya pada Rehan sembari melempar senyum. Rehan sendiri hanya menatap lurus pada Andra dengan wajah polosnya. “Oh iya, siapa nama ayahmu, Rehan?” tanya Andra sambil mendudukan dirinya di samping ranjang pemeriksaan Rehan saat sang dokter keluar dari ruangan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD