BAB 4. Sekretaris Baru

1156 Words
Pantas saja Alana tak asing saat mendengar suaranya. Di sisi lain, Andra tersenyum menyeringai. "Wah, ternyata kamu masih ingat namaku," kata Andra pura-pura antusias. "Apa kabar, mantan istri?" lanjutnya lagi. Alana sendiri masih mencoba menormalkan detak jantungnya. Saat ini ia melihat sosok Andra yang terlihat berbeda di hadapannya. Tatapannya tak lagi selembut dulu. Tentu saja! Bukankah Alana sudah meninggalkannya? Maka wajar saat Alana kini hanya bisa melihat tatapan benci dan penuh hinaan yang dilayangkan oleh Andra padanya. "Kenapa kamu diam saja, Alana? Apa kamu terkejut melihatku yang ternyata adalah boss mu saat ini? Heum?" Andra bangkit dari duduknya. Kaki panjangnya melangkah mendekati Alana. Hati Alana merasa bahagia, saat ia melihat pada kedua kaki Andra yang sudah bisa berjalan dengan baik. Tapi Andra mendengus menyadari Alana menatap pada kakinya. "Kenapa dengan kakiku, Alana? Kamu heran ternyata aku tidak lumpuh? Kamu terkejut melihatku bisa berdiri dan berjalan dengan normal?" tanya Andra sengit. Hal ini jelas membuat mata Alana berkaca-kaca menatapnya. Bagaimana bisa Andra mengatakan itu? Rasanya, Alana bahagia menemukan Andra pulih. Pengorbanannya untuk meninggalkan laki-laki itu terbayar. "Syukurlah. Aku senang sekarang kamu baik-baik saja, Andra," kata Alana pelan. Sayangnya, Andra justtu mendengus saat mendapati wajah sedih sang mantan istri. "Tentu aku baik-baik saja. Setelah luka yang kamu buat delapan tahun yang lalu," sindir Andra. Mata pria itu menajam. "Seorang wanita yang dengannya aku rela meninggalkan keluargaku, ternyata justru malah pergi meninggalkanku dalam keadaan sekarat. Aku terlalu naif, Alana. Aku pikir kamu adalah wanita yang begitu baik. Aku pikir kamu mencintaiku dengan tulus. Tapi rupanya aku terlalu bodoh untuk memahami cinta. Aku telah tertipu oleh topeng kepalsuan yang kamu buat. Kamu adalah wanita paling licik yang pernah kukenal," ketus Andra dengan nada marah. Alana menahan sesak di dadanya. Terlebih kala Andra menyentaknya di depan wajah, "Kamu memilih pergi dengan laki-laki lain saat kakiku sedang lumpuh? Kamu takut hidup melarat denganku, bukan? Kamu takut aku tak bisa memenuhi keinginanmu dengan kakiku yang cacat? Begitu 'kan, Alana?!" Air mata Alana pun luruh. Perkataan Andra cukup untuk meremukan hatinya. Laki-laki itu bicara tanpa tahu yang sebenarnya. "Cukup, Andra!" jerit Alana. Ia memalingkan wajah, enggan menatap Andra yang menatapnya dengan cemooh. "Kenapa, Alana? Bukankah begitu kenyataannya? Kamu tahu, selama ini aku mencarimu ke mana-mana. Bukan apa, aku hanya ingin menyapa mantan istriku yang katanya lari dengan laki-laki kaya. Tapi Tuhan sangat baik padaku. Dia justru membuatmu datang sendiri menemuiku." "Aku pikir kamu telah bahagia setelah lari dengan laki-laki kaya itu. Tapi sepertinya kamu tidak lebih bahagia dariku. Buktinya kamu masih repot-repot mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupmu. Kemana laki-laki kaya yang membawamu pergi itu, Alana? Hah? Ke mana dia? Apa dia sudah bosan dengan tubuhmu hingga akhirnya memilih untuk meninggalkanmu juga? Cuih. Sungguh menyedihkan!" Andra mencekal lengan kiri Alana dengan kuat. Andra tak peduli tangis Alana telah tumpah di pipinya. Alana menghempaskan tangan Andra. Lalu ia menatap Andra dengan dagu yang terangkat. "Aku berubah pikiran. Aku tidak mau bekerja di perusahaanmu. Aku membatalkan kontrak kerjaku saat ini juga!" Andra menyipitkan mata mendengar ucapan Alana. Lantas kemudian Andra malah tertawa mengejek. Membuat Alana mengerutkan keningnya heran. "Kamu ingin membatalkan kontrak kerjamu?" Andra bertanya lalu melengos mengambil berkas yang ada di atas mejanya. "Ambil ini! Dan baca lagi dengan teliti isi dari kontrak kerja yang tadi kamu tandatangani!" suruh Andra pada Alana. Tangan Alana meraih berkas yang Andra sodorkan. Alana membuka berkas itu dengan perasaan tidak enak yang melingkupi hatinya. Begitu Alana membaca setiap rentetan kalimat yang tertulis di dalam kontrak kerjanya, Alana langsung meneguk ludahnya kasar. Kepalanya menggeleng tidak percaya. "Kontrak kerja macam apa ini?! Kamu menipuku, Andra! Kamu sengaja menjebakku untuk kerja di perusahaanmu?!" Alana protes. Sebab isi dari kontrak kerjanya adalah, Alana tidak bisa mengundurkan diri begitu saja. Atau Alana harus membayar denda sebanyak 500 juta. Kontrak kerja yang terlihat gila menurut Alana. Andra pasti sengaja merencanakan ini. Andra tersenyum miring seraya mengedikan bahunya. Tubuh jangkungnya masih berdiri di depan Alana dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana. "Ini kebetulan, Alana. Aku sedang melihat-lihat para calon sekretarisku melalui CCTV. Dan aku cukup terkejut saat ternyata kamu tengah duduk di antara mereka. Langsung saja aku menghubungi Resti untuk menerimamu. Sepertinya semesta memang ingin kita bertemu lagi. Aku sangat senang bisa melihatmu. Apa kamu juga senang bertemu denganku, Alana?" ejek Andra. Alana mengepalkan tangan. Hingga berkas kerja itu teremas dengan kuat. Ia merasa dipermainkan. Jelas sekali kalau Andra ingin merendahkan dirinya. Andra ingin membalas apa yang Alana lakukan delapan tahun yang lalu. Andai Andra tahu, jika saat itu Alana tidak benar-benar ingin meninggalkannya. Mungkin lelaki itu tidak akan pernah membencinya. "Sekarang tinggal bagaimana denganmu. Kalau kamu ingin membatalkan pekerjaan ini, kamu harus berani mengeluarkan uang 500 juta untuk membayar denda! Aku tidak peduli darimana uang itu berasal. Yang jelas, aturan yang sudah tertulis tidak bisa diganggu gugat." Alana menunduk dengan tubuh yang lemas. Ia tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Bekerja dengan Andra yang begitu mendarah daging membencinya, pasti akan membuat hati Alana teriris setiap hari. Tapi jika Alana membatalkan pekerjaannya pun, ke mana ia harus mencari uang untuk membayar denda? 500 juta bukanlah uang yang sedikit. Sementara itu, Andra tersenyum lebar di dalam hatinya melihat Alana yang menunduk kebingungan di hadapannya. Pembalasan ini belum seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit yang Alana beri untuknya saat itu. "Baiklah. Aku akan bekerja di perusahaan ini. Aku akan bekerja denganmu," putus Alana seiring dengan napas berat yang keluar dari mulutnya. Andra langsung tersenyum puas. Sudah Andra duga, Alana pasti tidak akan mempunyai pilihan lain. "Bagus. Mulailah bekerja besok pagi. Aku tidak ingin kamu terlambat apapun alasannya. Dan berhenti memanggil namaku dengan sebutan Andra selama di kantor. Aku adalah bossmu. Jadi bersikap lebih hormat lah kepadaku, Alana! Kamu mengerti, 'kan? " Alana mengangguk pelan. "Baik, Tuan Andra." "Sekarang kamu boleh pulang dan segera tinggalkan ruangaku!" suruh Andra sambil melirikan matanya ke arah pintu. "Sampai jumpa lagi besok pagi, mantan istriku!" ucap Andra yang sepertinya belum puas mengejek Alana. Alana hanya bisa menghela napasnya menerima hinaan dari mantan suaminya itu. Melihat Andra yang sudah kembali duduk di kursi kerjanya, Alana cepat-cepat pamit dan keluar dari ruangan Andra yang entah mengapa membuat dadanya merasa sesak. seakan d**a Alana sedang terhimpit sesuatu. Begitu Alana pergi, Andra mengangkat kepalanya dan menatap penuh seringaian kearah pintu. "Apa saat ini hatimu menangis hingga berdarah-darah, Alana? Kamu pasti merasa kesal mendapat hinaan dariku? Ini semua belum seberapa. Kamu harus merasakan yang lebih dari ini. Hatiku tidak akan puas sebelum kamu membayar atas luka yang kamu torehkan delapan tahun yang lalu. Andra yang dulu telah mati bersama dengan penghianatan yang kamu lakukan. Yang ada saat ini, hanya Andra yang baru. Andra yang tidak akan membiarkanmu bahagia dengan hidupmu yang sekarang!" ujar Andra penuh penekanan. Andra sangat senang, sebab ia tak perlu lagi menyuruh orang untuk mencari Alana kesana-kemari. Ternyata wanita itu justru datang sendiri menghidangkan dirinya ke kandang singa. Andra hanya tinggal memastikan, kalau Alana akan menderita batin selama bekerja dengannya. Andra juga ingin agar Alana menyesal pernah meninggalkannya di masa lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD