Pelan-pelan Rindy membuka pintu rumahnya. Seketika gelap menyambut. Menutup pintu kembali, perlahan kakinya melangkah penuh kehati-hatian agar tiada yang terganggu atau menyadari kepulangannya yang tak biasa ini. Namun semuanya ternyata percuma. Tepat ketika ia hendak menaiki anak tangga pertama, ruangan menjadi terang diikuti suara berat sang ayah. “Masih ingat rumah?” tanya Wira sarkastis. Mau tidak mau Rindy berbalik hingga menghadap ayahnya yang ternyata juga ada bundanya, Ratih disampingnya. “Dari mana kamu? Ini sudah hampir tengah malam. Apa ini yang ayah ajarkan ke kamu?” Rindy menunduk bersalah. Ia sangat tahu ia salah kali ini. “Ayah kecewa Rindy. Kamu—” menghembuskan napas berat. “Nando. Pasti karena lelaki itu kan? Semenjak kamu dekat dengan dia, ayah merasakan pengaruh-penga