Jebakan

1781 Words
John melempar botol wine yang masih terisi penuh ke arah Griffin yang saat ini berada tepat di hadapannya. Tapi tangan kanannya itu dengan cepat menghindar, dan botol tersebut terlempar mengenai tembok hingga pecah berhamburan. Sekali lagi, John paling tidak suka diganggu dengan alasan apa pun. Apalagi hanya mengenai masalah kecil yang sebenarnya bisa langsung Griffin atasi sendiri tanpa perlu memberitahunya. John sangat marah, sebab waktunya bersama Laura menjadi berantakan. Bahkan sekarang, Laura sudah meninggalkan ruangan tersebut lima menit yang lalu. "Semakin dibiarkan kau semakin berani saja melanggar perintahku? Bukankah di awal aku sudah mengatakan untuk tidak mengangguku selama berada di dalam bersama wanita itu? Kenapa kau melanggarnya?! Bahkan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu! Apa hukuman cambuk dariku yang semalam kau anggap sepele?" Griffin menurunkan pandangannya dengan kedua tangan di depan. "Maaf, Tuan John. Saya benar-benar minta maaf. Tapi saya harus memberitahukan pada anda masalah tersebut. Karena ini pertama kalinya pengiriman senjata mengalami masalah." "Kau bisa mengatasinya tanpa perlu memberitahuku terlebih dahulu. Tapi jika memang mendesak dan kau berpikir harus memberitahuku, harusnya kau bisa berpikir dan bersikap lebih sopan! Kau bawahanku! Harusnya ketuk pintu dahulu! Kau tau? Aku lama-lama muak juga dengan tingkahmu. Atau kau sebenarnya memang sengaja ingin mengangguku mendekati wanita itu? Karena kau berpikir jika aku menganggapnya sebagai Sofia, begitu? Lalu kau sengaja menggunakan masalah ini sebagai alasan agar bisa mengangguku? Licik sekali." Griffin lantas memilih untuk diam dan mendengarkan segala ocehan dan amukan dari John. Salahnya juga yang terlalu terburu masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Griffin memang tidak mempunyai pikiran buruk yang mana berniat untuk menganggu tuannya bersama Laura. Sama sekali tidak pernah terbesit di dalam pikirannya. Tapi tidak masalah, dia memilih menerima segala tuduhan buruk yang John ucapkan. Karena setelah itu, amarah John pasti akan mereda seperti biasanya. Griffin sesekali melirik John yang masih dengan pedasnya melempar kalimat buruk padanya sembari memasang kancing kemeja kembali. "Sekali lagi kau bertindak cereboh, jangan harap kau bisa lepas dari hukuman yang ku berikan." ancam John. Pria itu bangkit dari duduknya. Tatapannya yang sangat tajam dan menusuk benar-benar tertuju pada Griffin yang terus memandang ke bawah. Tak berani mengangkat wajahnya, karena memang dia merasa bersalah atas kelakuannya sendiri. Ketika John melangkah keluar lebih dulu, barulah Griffin terburu mengikuti langkah lebar pria itu yang ada di depannya. Sekilas Griffin melihat seseorang yang memperhatikan sang tuan yang sedang berjalan menuruni tangga. Karena tidak ingin menambah tingkat kekesalan sang tuan, Griffin mengabaikan itu dan menganggap jika orang tersebut pastilah hanya orang awam yang menganggap bahwa tuannya adalah orang biasa yang terlihat begitu tampan. Biasanya memang sang tuan sering kali menjadi pusat perhatian karena pesona yang ditunjukkan. Meskipun ekspresi wajahnya nampak garang, tetap saja banyak yang memuji ketampanan dan kegagahannya. Griffin dengan cepat membukakan pintu untuk John. Lalu buru-buru masuk setelah John duduk manis di kursi belakang. Griffin mengemudi dengan kecepatan tinggi menuju ke pelabuhan. Sebab kapal yang hendak menjadi sarana pengiriman senjata mendadak mendapatkan masalah. Tak berselang lama, Griffin mendengar suara ponsel John berdering. Dia melirik melalui kaca tengah mobil dan mendapati John mengangkat ponselnya. Dia memperhatikan perubahan ekspresi yang ditampilkan John, tepat ketika John meremat ponselnya yang masih berada di telinga. "OHH s**t!!" Umpatan John yang penuh dengan amarah dan emosi setelah menerima panggilan telepon membuat Griffin mendadak panik. "Apa yang terjadi Tuan John?" Tatapan John menggelap dengan rahang yang mengeras penuh dengan amarah dan emosi yang ingin diluapkan sekarang juga. "Kapal berisi senjata yang kau bilang bermasalah dalam pengiriman hari ini terbakar!" John membanting ponselnya karena kesal. Dia rugi besar karena hal itu. Apalagi senjata-senjata yang ada di dalam kapal pengiriman itu tidak sedikit. Dia harus mengganti rugi pada pemesan dan John akan menyelidiki kasus ini sampai dia menemukan penyebab kapal tersebut bisa terbakar. "Baru saja kau mendapatkan kabar jika terjadi masalah dalam pengiriman. Itu berarti kapal juga belum bisa berangkat. Lalu, di mana letak masalah pengirimannya? Lalu sekarang, kapalnya justru terbakar di saat kita akan ke sana. Sial! Apa ada yang ingin bermain-main denganku?!" "Tuan, kalau begitu, sebaiknya anda memakai masker dan juga kacamata hitam seperti biasanya. Saya menduga jika ada orang yang ingin menjebak anda. Orang itu pasti menginginkan anda muncul di sana. Atau sebaiknya kita mengutus orang lain saja yang ke sana?" "Maksudmu? Menumbalkan seseorang lagi?" tanya John dan Griffin mengangguk sambil terus fokus mengemudi. John diam dan mulai memikirkan jalan terbaik yang harus dia ambil. Sebab dia belum mengetahui siapa orang yang sedang ingin bermain-main dengannya saat ini. "Menurutmu, siapa yang sedang ingin bermain-main denganku?" Griffin tidak langsung menjawab. Dia butuh sekitar beberapa detik untuk kembali bersuara. "Mungkinkah, salah satu rekan dari detektif itu, Tuan?" John tau siapa orang yang dimaksud oleh Griffin saat ini. Kemungkinannya kecil, sebab dia tau bahwa rekan dari detektif yang sudah dia habisi terhitung sebagai orang baru yang terjun di dunia seperti ini. Menangkapnya mustahil untuk dilakukan. Sebab John pandai menyembunyikan identitas yang sebenarnya. Bisa dikatakan, John bermain sangat rapi dan aman. Orang-orang yang terlibat kerjasama dengannya pasti akan tutup mulut dan diam saja di luar seolah tak mengenalnya. Tapi jika ada yang berkhianat, maka John tidak segan-segan untuk menghabisinya. +++ Sebuah mobil sedan hitam gelap baru saja tiba di lokasi pelabuhan. Seseorang keluar dari sana dengan pakaian serba hitam. Memakai masker dan juga kacamata yang berwarna senada. Dia menyandarkan diri pada badan mobil, sambil menonton api yang masih berkobar. Anehnya, tidak ada yang menelepon damkar sama sekali. Bahkan tempat tersebut nampak begitu sepi. Hingga saat dia menoleh ke samping, sebuah moncong pistol tepat mengarah pada dahinya. "Akhirnya kau muncul juga," seru pria yang mengarahkan pistolnya tersebut. Seringaian dibalik masker tersebut sama sekali tidak terlihat oleh pria bersenjata itu. Hingga perlawanan mulai dilakukan, keduanya terlibat perkelahian yang sangat hebat. Tidak ada yang mau mengalah dalam perkelahian tersebut. Hingga muncul banyak orang bersenjata yang mengepung pria bermasker hitam. "Sudahlah, kau tidak bisa kabur lagi, Tuan mafia sialan!" teriaknya. Meskipun begitu, perkelahian tetap berlanjut. Suara tembakan yang saling bersahutan sama sekali tidak mempengaruhi perkelahian itu. Para anak buah John yang seharusnya mengurus urusan persenjataan yang ada di kapal sudah ditangkap lebih dulu. Diam-diam, dua orang tengah mengamati kegaduhan tersebut dari jarak yang tidak bisa terlihat saat ini. "Lihatlah pecundang itu? Terlalu bodoh." ujar pria yang baru saja melempar puntung rokok ke tanah. Pria yang tak lain adalah John Nicholas Leister. Ya, pria itu sama sekali tidak terjun langsung di sana untuk mengecek apa yang terjadi. Sebab dia sudah menyadarinya sejak awal jika ini hanyalah jebakan. "Tuan John, sebaiknya kita pergi sekarang juga. Saya akan mengurus sisanya setelah ini." seru Griffin yang berada tepat di samping John saat ini. "Pastikan mereka tidak buka mulut mengenai pemimpin yang asli." sahut John dengan pandangan yang tidak lepas dari perkelahian serta kerusuhan tersebut. "Baik, Tuan John. Saya akan mengurus segalanya. Saya pastikan juga, mereka tidak akan buka mulut." John kembali memakai kacamata hitamnya, lalu menepuk pundak Griffin, dan kemudian berlalu masuk ke dalam mobil. +++ Laura berlari memasuki kantor kepolisian setelah mendapatkan panggilan telepon dari Asher. Paginya benar-benar dipenuhi dengan kejutan yang tidak habis-habis. Sebab dia tidak yakin jika Asher sudah berhasil menangkap target yang dimaksud oleh Mr Sammy sebelumnya. Laura juga tidak menduga jika Asher melakukan penangkapan secara mendadak. Bahkan begitu mudahnya Asher menangkap seseorang yang menurut Mr Sammy sangat berbahaya. "Ash, di mana orangnya?" tanya Laura begitu sampai. "Aku ingin melihat bagaimana wajahnya." "Tenang, santai dulu. Dia sedang berada di ruang interogasi. Sejak semalam, dia tidak mau bicara sama sekali. Padahal sudah jelas, semua bukti ada. Dan para anak buahnya juga mengakui bahwa dia orangnya." Laura mengerutkan keningnya, lalu menerobos masuk hanya untuk melihat seperti apa wajah pria yang dimaksud oleh Asher barusan. Laura bisa melihat dengan jelas bagaimana wajahnya. Dia sontak menoleh ke arah Asher yang menarik lengannya untuk keluar. Dia sama sekali tidak memberontak. Dia menatap Asher dengan lamat. "Ash, kau yakin dia orangnya?" "Pertanyaan konyol. Memang dia orangnya, Laura." Laura sontak terdiam tak mau menanggapi. Lagi pula dia tidak mau berdebat soal hal ini. Tapi Laura merasa lega, bahwa orang yang ditangkap oleh Asher, bukanlah orang yang sebenarnya Mr Sammy maksud. "Kau sudah sarapan? Mau sarapan denganku?" ajak Asher dan Laura langsung menggelengkan kepalanya. "Maaf Ash, lain kali saja oke? Aku harus berangkat kerja sekarang juga." "Bukannya kau bekerja di minimarket itu setiap shift malam?" "Iya, sebenarnya. Tapi khusus hari ini, aku harus menggantikan jatah kerja temanku. Dia ada urusan." "Tapi—" "Aku pergi sekarang! Sampai jumpa!" sela Laura, lalu berlari meninggalkan tempat itu secepat kilat. Asher menghela napas panjang sambil tersenyum kecil melihat kepergian Laura. Menatap punggung wanita itu yang semakin lama semakin menghilang. Dia sama sekali tidak merasa ada hal aneh yang sedang Laura sembunyikan. Dia bahkan juga tidak merasa heran dengan kedatangan Laura hari ini. Sementara itu, Laura yang sudah hampir 40 menit dalam perjalanan, akhirnya sampai juga di minimarket tempatnya bekerja. Dia buru-buru masuk dan mengganti seragamnya. Memulai pekerjaannya hari ini dengan membersihkan lantai, kaca dan juga mendisplay makanan atau minuman yang habis. Pagi-pagi seperti ini, hanya beberapa orang yang akan mampir ke minimarket, jadi Laura tidak akan terlalu kesusahan. Hingga muncul seseorang yang mendekat ke area kasir sembari membawa dua kaleng minuman untuk dibayar. "Ada tambahan lag— Kau?!" pekik Laura ketika menyadari siapa customernya kali ini. Nicholas Leister, pria semalam yang menyewanya. Laura benar-benar tidak menyangka jika dia akan bertemu kembali dengan pria itu secara kebetulan lagi dan lagi. Pria itu tersenyum dan menyapa, "kita bertemu lagi, Laura." "Ada tambahin lagi? Atau hanya minuman saja?" tanya Laura mengalihkan. John tidak menjawab, tapi justru matanya berpendar ke arah lain, lalu berjalan menuju rak berisi roti. Pria itu mengambil dua bungkus roti, satu rasa original dan satunya lagi rasa coklat. Pria itu meletakkannya di atas meja kasir, dan Laura mulai men-scam barcode nya. Tanpa menunggu Laura mengucapkan berapa jumlah yang harus dibayar, John mengeluarkan selembar uang dan menyerahkannya pada Laura. Baru saja wanita itu hendak memberikan kembalian, John justru berbalik sambil membuka kaleng minumannya. "Hei! Tuan! Kembalianmu!" teriak Laura. John berhenti dan menoleh ke belakang. "Ambil saja kembaliannya." "Lalu ini, minumanmu dan roti—" "Untukmu." potong John dengan cepat. "Aku yakin kau belum sarapan ‘kan?" "Jangan sok tau, aku sudah sarapan." jawab Laura dengan nada bicaranya yang sedikit angkuh. Sudut bibir John terangkat, "sudah sarapan ya? Lalu kenapa cacing-cacing di perutmu terus berbunyi?" Mata Laura memicing ketika John memberikan fakta. Laura jelas malu semalu-malunya sekarang. Dia tidak menyangka jika telinga pria itu benar-benar sehat. Bagaimana mungkin, pria itu bisa mendengar cacing-cacing di perutnya berdemo? Meski harus menahan malu, tapi Laura cukup senang sebab John benar-benar masuk dalam jebakannya. Pria itu kelihatan sekali jika tertarik padanya. Bagi Laura, perjalanannya untuk membalaskan dendam terbilang mudah. Memang tidak sia-sia dia bersikap jual mahal dan kadang juga jual murah. Menarik ulur memang cara ampuh untuk menarik perhatian seorang John Nicholas Leister
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD