Tak terasa, waktu kian berlalu begitu cepatnya. Hari ini, waktu terakhir kebebasan Aruna sebelum dirinya resmi dipingit.
Didalam kamarnya yang berada dilantai dua, gadis yang beberapa hari lagi akan berganti status sebagai seorang istri itu tampak ragu memegang selembar undangan. Undangan yang sengaja dia siapkan untuk seseorang. Bahkan dikolom nama pun telah terpatri rapi nama si tamu yang akan dia undang nanti.
Tapi sekali lagi hatinya meragu. Mencoba membatalkan segala rencana yang dia susun sejak kemarin. Namun sisi dirinya yang lain juga terus mendorongnya untuk tetap menjalankan rencana.
Aruna benar-benar bingung, dia berada dalam dilema yang tak berkesudahan.
Tok..tok..tok..
"Aruna sayang, Agatha sudah datang Nak. Dia menunggu kamu dibawah" seru sebuah suara dari balik pintu kamarnya
"Iya Mah, ini Aruna sebentar lagi mau turun kok" sahutnya dari dalam kamar
Setelah itu, terdengar langkah kaki yang mulai menjauhi kamarnya.
Sebelum benar-benar pergi, Aruna menyempatkan diri untuk melirik ke arah ranjangnya. Dimana seorang Devan sedang tengkurap diatas ranjang miliknya. Sekitar 20 menit yang lalu, sepupunya itu memang datang ke kamarnya.
Devan datang dengan wajah kusut dan diam membisu. Sangat berbeda dengan dirinya yang biasanya akan bertingkah jahil.
"Ada Agatha dibawah, kamu gak mau ikut turun Dev?" tanya Aruna basa-baik
"Lo jelas tahu kalau dia menghindari Gue Run. Buktinya dia gak berani datang ke kamar Lo. Karna tante Aira pasti sudah kasih tahu jika ada Gue disini" balas Devan pelan
"Ya udah kalau gitu aku ke bawah dulu ya. Baik-baik dikamar, jangan sampai kamu nekat bunuh diri didalam kamarku ya Dev" celetuk Aruna sebelum kakinya melangkah ke arah pintu kamar
Devan yang mendengarnya pun refleks mengerutkan dahi, sejurus kemudian mengumpati sang sepupu.
"Sialan, emangnya Gue seprustasi itu apa? Sampai mau bunuh diri segala"
Sesampainya dibawah, Aruna langsung menemui Agatha yang terlihat sedang mengobrol bersama mamanya.
"Kenapa gak langsung naik ke atas sih Tha?" tanya Aruna dengan senyuman jahil,
Seketika Agatha yang mendengarnya pun lantas memutar bola matanya malas. Karna dia tahu jika Aruna sengaja menyindirnya.
"Iya, tadi Mama juga sudah nyuruh Agatha langsung ke atas saja. Tapi katanya lagi malas naik tangga" sahut Aira yang dibalas tawa kecil oleh Aruna dan Agatha
"Kalian pas dijalan nanti hati-hati ya. Agatha, Tante titip jagain Aruna. Jangan sampai si calon pengantin ini lecet" pinta Aira sembari tersenyum ramah
"Siap Tante. Pokoknya, putri Tante Aira yang baik hati ini akan kembali kerumah tanpa kurang satu pun" ucapnya sembari meremas pundak Aruna lumayan kencang "Dan bahkan, jika nanti rambut Aruna ada yang rontok. Agatha pasti dengan sigap mengambilnya untuk Agatha jaga" lanjutnya dengan senyuman lebar
"Kamu lucu banget sih Tha. Ya kali Tante minta bukti penjagaan kamu sampai harus mengurusi masalah rambut rontok segala" balas Aira disela tawa kecilnya
Kemudian tak lama setelah itu, Aruna dan Agatha pun pamit pergi. Mereka berdua akan langsung menuju ke tempat tujuan.
"Kamu takut, Run?" tanya Agatha disela fokusnya menyetir mobil,
Selama perjalanan, beberapa kali Agatha mendapati sahabatnya menghela napas berat. Terlihat sekali jika Aruna sedang menahan gugup atau rasa takut.
"Enggak kok Tha. Hanya saja, aku merasa sedikit bersalah" balasnya sembari tersenyum tipis
Tangan Agatha yang tak memegang kemudi pun meraih telapak tangan Aruna, untuk kemudian dia genggam. Lewat genggaman tangan ini, Agatha berharap sahabatnya menjadi semangat lagi.
"Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri Run. Apa yang terjadi nanti, mungkin memanglah yang terbaik untuk semuanya"
"Semoga langkah yang ku ambil ini, tidak menjadi masalah dikemudian hari ya Tha" ujar Aruna penuh harap
Perjalanan yang tersisa, mereka lalui dengan membahas masalah perkembangan Restauran. Sampai tak terasa, mobil yang mereka tumpangi telah sampai ditempat tujuan.
Setelah meyakinkan diri, Aruna dan Agatha pun turun dari mobil. Keduanya mulai berjalan menuju salah satu Toko yang menjual aneka bunga.
"Selamat pagi, ingin mencari bunga apa Kak?" sapa pegawai Toko dengan nada ramah
"Kami ingin menemui pemilik Toko, apa Kak Bianca nya ada?" tanya Aruna balik,
"Oh, cari Mbak Bianca. Ada Kak, mari saya antarkan"
Aruna dan Agatha pun mengikuti pegawai Toko tadi menuju bagian belakang Toko. Sesampainya disana, dia bisa melihat Bianca yang terlihat sedang fokus merangkai beberapa bunga mawar.
"Mbak Bianca, ini ada yang cari" ujar pegawai tadi.
Sontak Bianca segera mengalihkan fokusnya yang tadi tertuju pada sekumpulan mawar, berganti menatap Aruna dan Agatha yang berdiri dibelakang sang pegawai. Senyuman manis tercetak diwajah cantiknya.
"Aruna, Agatha. Kenapa gak bilang kalau mau main kesini?" seru Bianca yang terlihat ceria
Kemudian dia pun mempersilahkan kedua tamunya untuk duduk. Sebelumnya dia juga meminta tolong pada pegawainya untuk diambilkan minuman.
"Kak Bianca terlihat lagi sibuk, kira-kira kita mengganggu gak Kak?" tanya Aruna yang terlihat sedang berbasa-basi
Bianca yang mendengarnya pun refleks menggeleng cepat. Karna dia sama sekali tak merasa terganggu dengan kedatangan Aruna dan Agatha.
"Enggak dong. Malahan aku seneng banget, karna dikunjungi oleh dua pengusaha muda ini" ujar Bianca sembari menyelipkan kata bercanda diakhir kalimat
Untuk mengurangi suasana canggung, kedua sahabat itu pun ikut tertawa pelan mendengar candaan receh dari Bianca.
Melihat Bianca yang masih bisa tertawa bahagia dan menyambut kedatangannya tanpa beban. Aruna yakin, jika perempuan didepannya ini, masih belum mengetahui perihal pernikahannya dengan Rakandaru yang akan dilaksanakan 3 hari lagi.
Ternyata Rakandaru telah membohonginya. Padahal 2 minggu yang lalu, lelaki itu berkata jika dia sudah menyelesaikan hubungannya dengan Bianca. Kenyataannya, sampai hari ini. Mereka berdua masih berstatus sebagai sepasang kekasih.
Mungkinkah Rakandaru berniat untuk tetap melanjutkan hubungan asmaranya bersama Bianca dibelakangnya? Bukankah itu sama saja mempermainkan pernikahan suci yang mereka ikrarkan nanti.
"Tumben kalian cuma berdua, kenapa Reziena gak sekalian di ajak main kesini?" tanya Bianca sembari meletakkan minuman kemasan rasa jeruk ke meja yang berada didepan Aruna dan Agatha
"Ziezie kebetulan lagi sibuk Kak. Jadi sengaja gak kami ajak deh" balas Agatha
"Oh iya, akhir-akhir ini Rakandaru juga bilang katanya lagi sibuk. Kakak beradik itu kenapa bisa kompak sibuknya ya"
Mendengar nama Rakandaru disebut, Aruna dan Agatha refleks menoleh secara bersamaan. Mereka berdua seolah sedang berbicara lewat tatapan mata.
"Kak Daru sering main kesini ya Kak?" tanya Aruna disela kegiatannya meminum minumam yang memiliki rasa asam itu, setidaknya minuman segar itu mampu mengurangi rasa panas yang tiba-tiba muncul didalam hatinya.
"Biasanya sih sering Run. Cuma udah 1 minggi ini dia absen kesini, katanya lagi sibuk. Tapi dia rajin mengabariku Kok"
"Pasti Kak Bianca bahagia banget ya. Punya pacar seperti Kak Daru" ujar Aruna
Bianca pun tersenyum lebar sebagai balasan dari ucapan Aruna. Tentu saja dia merasa sangat bahagia karna dicintai oleh seseorang seperti Rakandaru.
Disisi lain, Agatha sengaja menyenggol kaki Aruna yang berada dibawah meja. Lalu saat tatapan mereka bertemu, Agatha mengatakan seolah menyuruh Aruna untuk segera menyelesaikan tujuannya datang kesini.
Aruna yang memahami kode yang diberi Agatha lewat tatapan mata mereka. Kini mulai menyiapkan diri untuk beraksi.
Tangannya mengambil sebuah undangan yang sudah dia siapkan untuk Bianca.
"Kak Bian, sebenarnya tujuan kami kemari karna ingin menyampaikan berita gembira" ucapnya sembari mengangsurkan undangan pernikahannya kepada Bianca
Bianca yang menerimanya pun menatap takjub pada undangan pernikahan yang tertera inisial huruf R❤A disampul undangan.
"Ini undangan pernikahan kamu, Run? Serius, aku kaget banget. Btw Siapa calonnya Run? Kok kamu gak pernah mengenalkannya?" tanya Bianca dengan wajah antusias, dia benar-benar kaget dengan kabar gembira yang baru saja disampaikan oleh Aruna.
"Calonnya, Kak Bianca kenal kok sama dia. Foto dan nama lengkapnya ada didalam Kak, Kak Bianca bisa langsung mengecheknya"
Tanpa menunggu waktu lama, Bianca segera membuka undangan pernikahan Aruna. Dia semakin penasaran saat Aruna mengatakan jika dirinya juga mengenal si calon suami Aruna yang misterius ini.
Beberapa detik setelah Bianca berhasil membuka halaman didalam undangan. Tangannya tanpa sadar bergetar pelan, sorot matanya terlihat meredup seiring kenyataan yang baru saja dia lihat.
"Aku harap, Kak Bianca mau menyempatkan waktu untuk datang ke pernikahan kami nanti" ucap Aruna saat mendapati Bianca yang terlihat masih syok
"Kami pamit dulu Kak, makasih buat minumannya" tambah Agatha sebelum keduanya benar-benar pergi meninggalkan Bianca yang masih diam termenung.
Tepat saat Aruna dan Agatha berjalan semakin jauh, tetesan bening seketika terjatuh membasahi undangan yang berada ditangannya.
Bianca tergugu bersama air mata yang berdesakan keluar dari sudut matanya. Satu tangannya yang lain tampak memukul-mukul dadanya, mencoba menghilangkan sesak dan perih yang kian menyiksa.
Namun semakin lama, rasa itu malah kian membesar dan bukannya segera menghilang. Pada akhirnya, dia dikecewakan oleh orang yang dia cintai.
Rakandarunya bukan lagi miliknya...
Bianca masih setia mengurung diri didalam kamarnya yang berada di Toko bunga miliknya. Entah sudah berapa lama dia menangis, sampai membuat kedua matanya terasa kian membengkak.
Pesan dari Rakandaru yang mengingatkannya untuk makan siang pun dia abaikan. Lagi pula untuk apa lelaki itu berpura-pura baik padanya. Terlalu baik hingga dirinya sampai tertipu.
Benaknya terus bertanya tentang, sejak kapan Rakandru menghianatinya? Sejak kapan Rakandaru dan Aruna bermain dibelakangnya?
Betapa bodohnya dia hingga disakiti sedalam ini.
"b******k, aku benci sama kamu" teriak Bianca sembari melempar figura yang berisi potret dirinya bersama Rakandaru
Figura itu hancur seperti hatinya saat ini.
"Kenapa kamu tega melakukan ini kepadaku, Daru? Apa salahku?" racaunya yang terdengar pedih
Dulu lelaki pemilik cinta pertamanya juga tega menghianatinya, dan dia adalah Ayahnya sendiri. Ayah yang selalu dia banggakan, ternyata berselingkuh dan diam-diam menikah lagi. Betapa hancurnya Bianca saat itu.
Lalu sekarang, dia kembali dihianati oleh orang yang dia cintai. Padahal Rakandaru telah berjanji untuk tidak meninggalkannya, Rakandaru berjanji untuk tidak menjadi seperti Ayahnya.
Namun nyatanya penghianatan lah yang dia terima.
Sedangkan ditempat lain, Rakandaru tampak tak fokus pada pekerjaannya. Berulang kali melihat layar ponsel yang tak kunjung mendapatkan balasan dari Bianca. Bahkan panggilan telpon pun juga berakhir tanpa jawaban.
"Lo kenapa sih? Dari tadi Gue perhatikan terlihat gak fokus mulu" tanya Deril, sahabat dari Rakandaru
Beberapa saat lalu, mereka telah selesai meeting bersama klien. Dan sepanjang meeting, sahabatnya ini terus terfokus pada ponselnya sendiri. Untung saja, meetingnya berjalan lancar.
"Kalau Lo butuh tempat bercerita. Gue akan dengan senang hati mendengarnya, Bro. Mungkin dengan bercerita, Lo bisa lebih santai dan tenang" ujar Deril
Sejak berita pernikahan Rakandaru terdengar, sahabatnya ini berubah menjadi orang pendiam. Namun sebagai sahabat, dia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Rakandaru.
"Makasih Bro. Tapi untuk saat ini, Gue mau menenangkan pikiran dulu" balas Rakandaru halus
"Ya sudah, kalau gitu Gue balik keruangan dulu ya" pamit Deril sebelum pergi meninggalkan ruang kerja Rakandaru
Setelah itu, Rakandaru mencoba kembali memfokuskan pikirannya. Masih banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan sebelum cuti pernikahan. Masalah Bianca, mungkin nanti sepulang dari kantor dia akan mampir ke Tokonya. Apalagi sudah lama sekali dia tak menemui Bianca.