12. Dipaksa Untuk Berpisah

1011 Words
Hingga tak terasa, waktu pun berlalu berganti menjadi sore. Rakandaru segera merapikan meja kerjanya dan bersiap untuk pulang kantor. Dia sempat mengobrol sebentar dengan Deril saat mereka menaiki lift untuk menuju kelantai bawah, sahabat sekaligus sekretarisnya itu menanyakan keadaannya karna tadi siang Deril sempat melihatnya frustasi. Namun dia mengatakan bahwa semua baik-baik saja, dan dia pun juga bercerita kalau ia akan pergi menemui Bianca. Karna Rakandaru masih penasaran dengan keadaan Bianca dan dia pun merasa aneh dengan sikap Bianca yang sejak tadi siang seakan sengaja mengabaikannya, maka dari itu dia memutuskan untuk langsung menuju tempat kerja sang kekasih. Di sepanjang perjalanan menuju Toko Bunga milik Bianca, dia masih mencoba menghubungi kekasihnya itu. Meski nyatanya pesan dan panggilan telpon darinya tak pernah mendapat balasan. "Selamat Sore, ada yang bis.." pegawai tadi tak melanjutkan ucapannya, karna yang datang ternyata Rakandaru yang mana adalah kekasih dari si Bos "Mas Daru, selamat sore Mas. Mau cari Mbak Bianca ya?" lanjutnya dengan ramah Rakandaru memberikan senyuman ramah seperti biasanya, meskipun keadaan hatinya lumayan kacau. Rasanya dia sudah tidak sabar ingin menemui pujaan hatinya yang tiba-tiba saja berubah mengabaikannya. "Iya Dwi. Bianca nya ada kan?" tanya Rakandaru pada perempuan didepannya itu "Ada Mas. Tapi hari ini, sikap Mbak Bianca agak aneh" ujar pegawai toko bernama Dwi itu Rakandaru tanpa sadar mengerutkan dahinya, tampak penasaran dengan ucapan Dwi. "Aneh maksudnya gimana Dwi? Bianca memarahi kalian atau gimana?" tebaknya yang langsung dibalas Dwi dengan gelengan kepala. Bianca adalah tipe Bos yang sangat baik pada setiap pegawainya, selama ini perempuan itu tidak pernah menunjukkan sisi kejamnya atau pun sekedar memarahi. Jika ada masalah mengenai Toko, palingan Bianca hanya menasehati saja. "Terus dia kenapa?" berondong Rakandaru dengan nada tak sabaran "Gini mas, jadi tadi pagi ada dua cewek yang datang kesini. Mbak Bianca terlihat senang karna kedatangan dua orang itu, terus mereka mengobrol bareng" adunya sembari menghela napas panjang, setelah itu Dwi kembali melanjutkan ucapannya "Tapi anehnya, obrolan mereka gak bertahan lama. Dan setelah kepergian 2 cewek itu, Mbak Bianca jadi bersikap aneh. Dia langsung mengurung diri didalam kamar, dan sampai sekarang belum muncul juga" tambahnya "Memangnya mereka mengobrolkan apa? Terus apa kamu ingat nama cewek yang datang kesini tadi?" entah kenapa, perasaan Rakandaru tiba-tiba tidak enak. Rasa resahnya semakin membesar. Namun Dwi memberikan gelengan kepala, "Aku gak tahu soal obrolan apa yang mereka bahas. Dan nama cewek tadi, aku juga gak tahu Mas" ungkap Dwi "Lebih baik, Mas Daru langsung menemui Mbak Bianca saja. Karna aku juga khawatir dengan keadaannya, apalagi tadi siang dia juga belum makan Mas" saran Dwi pada Rakandaru Setelah mendengar penjelasan dari Dwi, Rakandaru langsung bergegas menuju lantai dua dimana kamar Bianca berada. Tok..tok..tokk.. "Sayang. Bianca, ini aku Rakandaru. Kamu ada didalam kan?" panggilnya setelah mengetuk pintu kamar yang tertutup rapat itu, Tangannya mencoba membuka handle pintu, namun pintu didepannya tak mau terbuka. Didekat pintu, ada meja kecil yang diatasnya terdapat nampan berisi makanan. Rakandaru yakin jika itu adalah makanan yang diantarkan Dwi, namun sama sekali tak disentuh oleh Bianca. "Bianca, tolong buka pintunya. Kamu baik-baik saja kan sayang?" sekali lagi dia mencoba untuk membujuk Bianca, berharap sang kekasih mau keluar dari tempat persembunyiannya. Tok..tok..tok.. "Bianca?" Tak kehabisan akal, Rakandaru kembali mengotak-atik ponselnya untuk menghubungi kekasihnya itu. Berpikir, mungkin saja Bianca sedang tertidur sehingga tak mendengar ketukan pintu dan panggilannya. Sampai akhirnya Rakandaru menyerah sendiri. Entah sudah berapa puluh panggilan tak terjawab yang dia tujukan pada nomer Bianca, semuanya hanya berakhir sia-sia. "Bianca. Jika ada masalah, kita bisa membicarakannya secara baik-baik. Tolong jangan seperti ini. Kamu membuatku sangat khawatir sayang" ujarnya dengan putus asa Rakandaru merasa semakin kacau saat ini. Belum lagi, beberapa hari kedepan dia akan melaksanakan pernikahan dengan Aruna. "Kalau kamu masih tidak mau membukannya. Terpaksa aku akan mendobrak pintu kamar ini, Bi" ancam Rakandaru yang mulai diliputi rasa kesal juga khawatir Tepat saat Rakandaru akan bersiap untuk mendobrak pintu didepannya, tiba-tiba pintu itu terbuka dengan pelan. Melihat itu, seketika perasaan lega mulai menyusup dalam diri Rakandaru. Tanpa menunggu waktu lama, dia segera masuk kedalam kamar. Keadaan kamar yang gelap, membuatnya tanpa sadar berdecak. Lalu kakinya mencoba mendekat ke arah saklar lampu kamar, berniat untuk menghidupkan penerangan dalam ruangan gelap ini. "Jangan dihidupkan" ujar Bianca dengan suara yang terdengar serak Rakandaru pun mengurungkan niatnya untuk menggapai saklar lampu. Tatapannya langsung tertuju pada sosok Bianca yang berdiri tak jauh dari jendela. Tak terlihat jelas, namun dia meyakini jika kekasihnya itu sedang berdiri disana. Perlahan dia mulai berjalan mendekati arah Bianca berada, "Tetaplah berada disana Raka, jangan mendekatiku" pinta Bianca yang seketika membuat Rakandaru diam terpaku, Raka. Nama yang sering disebutkan oleh orang-orang yang tak terlalu dekat dengannya. Karna hanya orang terdekat saja yang memiliki keistimewaan untuk berani memanggilnya Daru. "Seharusnya, kamu tak perlu lagi menemuiku. Kenapa kamu membuat semuanya menjadi rumit Raka?" hardiknya Cukup. Rakandaru merasa muak karna panggilan yang diberikan oleh Bianca untuknya. Bianca adalah kekasihnya, bukan orang asing. Tak seharusnya perempuan itu memanggilnya dengan panggilan asing. "Kamu bicara apa sih sayang? Kita bisa mengob.." namun sebelum dia menyelesaikan ucapannya, Bianca terlebih dahulu memotongnya dengan teriakan keras "Kubilang berhenti disana Rakandaru. Apa kamu tuli, hah?" bentak Bianca kemudian Ini adalah kali pertama Bianca meneriakinya sedemikian rupa. Lalu beberapa detik setelahnya, terdengar suara isakan tangis dari mulut Bianca. Isak tangis yang membuat Rakandaru tersadar dari rasa syok setelah mendapat teriakan dari Bianca. "Persetan dengan perintahmu untuk tetap membuatku berdiri disana" ujarnya dengan langkah kaki yang berjalan cepat mendekati sang kekasih "Jangan seperti ini, kamu membuatku merasa semakin khawatir" lirihnya sembari menarik tubuh bergetar Bianca kedalam pelukannya. Meski awalnya menolak dengan memberikan pukulan pada d**a Rakandaru, namun akhirnya luruh juga. Bianca kembali meluapkan tangisannya dengan mencengkram kemaja bagian belakang milik Rakandaru. Kecewa, sesak didada, ketidak relaan, bercampur menjadi satu. Mencair bersama setiap lelehan air mata. "Kamu jahat" lirihnya disela isak tangis yang belum juga mereda "Kenapa kamu tega menghianatiku?" ucap Bianca yang seketika membuat tubuh Rakandaru menegang dipelukan Bianca. Berbagai pikiran buruk langsung menyelimuti otaknya. Mungkinkah Bianca sudah tahu tentang masalah yang tengah menimpanya? Masalah yang coba dia sembunyikan dari kekasihnya ini, yang membuatnya takut kehilangan. Lalu jika benar, lantas apa yang harus dia lakukan sekarang?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD