BAB 03 - Confusion

1545 Words
"Maafkan aku." Itu adalah kegilaan. Aku tak bisa menutupi betapa bodohnya aku sekarang, tenggelam dalam alkohol namun tak membuatku lupa jika seseorang yang saat ini duduk di sebelahku adalah pria yang selama beberapa hari ini menghantuiku dalam tidur dan dalam kehidupanku setelah kejadian itu. Bagaimana dia bisa berada di sini, jika niatannya karena ingin bertemu denganku, aku tak tahu harus bangga menjadi buronan seorang mafia tampan atau merasa ketakutan. Tapi dia memang benar-benar tampan kalau saja pembunuhan itu bukan menjadi salah satu ingatan segar di dalam kepalaku ketika menatapnya, mungkin aku sudah jatuh cinta. Dia memakai kemeja putih dengan satu kancing teratasnya yang terbuka, kornea matanya berwarna biru terang, sangat indah ketika terkena cahaya lampu klub saat melintas menyorot jelas kedua mata itu. Potongan rambutnya rapih, berwarna hitam legam. Lengan kemejanya di gulung hingga siku, menunjukkan otot-otot lengannya yang kini sedang memegang gelas seraya menatap ke arahku dengan wajahnya yang masam akibat terkena cipratan menjijikan dari mulutku. Aku merogoh tasku untuk mengeluarkan beberapa lembar tisu dan menyodorkan itu ke arahnya, terlalu takut untuk membersihkannya dengan kedua tanganku. Dia mengambilnya dan membersihkan cipratan itu sementara aku tertunduk dengan kepala yang mulai berputar akibat alkohol. "Kau masih mengingatku?." Sudah jelas ya. Siapapun akan malah sangat mengingat seseorang yang sangat ingin dilupakan. Ketika aku kembali menatapnya aku mulai memberanikan diri untuk bertanya. "Kau mau membunuhku?." Aku mencondongkan sedikit tubuhku ke arahnya untuk berbisik, aku dapat dengan jelas melihat pupil matanya melebar, ujung bibirnya tertarik sedikit. Ini tidak lucu, aku bertanya karena aku takut tetapi reaksinya mengejutkanku. Mafia memang memliki ekspresi yang menakutkan, bagaimana mereka bisa tertawa di atas ketakutan orang lain. Aku menarik diri, menunggu dengan was-was untuk mendengar jawaban yang akan keluar dari bibirnya. Dia melakukan seperti apa yang ku lakukan setelah menaruh tisu bekas membersihkan wajahnya di meja. Mencondongkan sedikit tubuhnya untuk membisikan sesuatu. "Aku memang mau membunuhmu." Tubuhku membeku seketika, ketika ia menarik diri menatapku aku tak bisa bergerak. Otot-otot tubuhku terasa kaku dan aku berusaha untuk menyadarkan diri. Alarm berbahaya berdentang dalam benakku, berteriak keras tentang bahaya. Sebelah tanganku bergerak dengan susah payah mencengkram tas ku lalu spontan aku bergerak untuk kabur dari sana, namun dia menarik coat ku yang hampir mambuatku terjungkal, lalu kembali duduk di kursiku seperti semula. "Kau mau kemana? Duduklah dulu. Aku tidak akan membunuhmu sekarang. Kau tidak akan bisa kemana-mana. Seseorang akan menarikmu lagi jika kau mencoba kabur. Kita harus bicara." Apa bedanya nanti dan sekarang. Aku meliriknya seraya mengumpat. Seharusnya aku mendengarkan kata nenek untuk menjauhi kejadian buruk. Seharusnya aku tidak pernah mengikuti tiga pria itu. Kini semuanya hanya menjadi penyesalan. Dia meneguk minumannya, aku meliriknya diam-diam memerhatikan gerak-geriknya. Mataku mengedar ke segala arah mencari-cari keberadaan Rena dan Emily, tapi mereka berdua tidak terlihat. Oh tidak.. Emily ada di Skywalk menari dengan pria barunya dengan keadaan mabuk, bisa-bisanya dia seperti itu, sementara aku di sini akan mati di tangan seorang pria. Ironis. Dia benar, ada 3 orang pria berjas hitam yang berdiri tak jauh dariku, diam-diam melirik ke arah kami berdua seolah tengah mengawasi. Tamat sudah riwayatku. Aku menarik gelasku untuk menuangkan minuman, aku akan mabuk, mungkin mati dalam keadaan mabuk tidak akan menyakitkan. Perasaanku benar-benar dalam keadaan hancur, aku tidak tahu tapi aku rasa aku akan gila beberapa menit lagi. Seseorang yang ingin membunuhku berada tepat di samping ku dan aku tidak bisa kabur bahkan dalam keramaian seperti saat ini. Jelas keramaian tak bisa membuatku merasa aman. "Apa yang mau kau bicarakan? Jika ini masalah tentang kejadian waktu itu, aku minta maaf telah melihat semuanya. Aku tidak akan bicara dengan siapa-siapa."Aku memberanikan diri untuk menyinggung masalah itu. "Tidak masalah jika kau mengatakannya pada siapapun, semuanya bisa di selesaikan,"Apa dia akan membunuh semua orang yang ku beritahu. Mengerikan. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutku. Aku kembali meneguk minumanku dan mulai pusing. Entah karena kehadirannya atau karena alkohol. Aku tidak bisa membedakannya sekarang. "Ada hal yang harus kau lakukan jika kau tidak mau.. mati lebih cepat sebagai saksi mata." "Aku tidak berniat terlibat lebih jauh." "Keuntungannya adalah kau akan hidup lebih lama." "Sepertinya tidak terdengar bagus." Kening ku mengerut, mencoba memahami apa yang baru saja ia katakan tetapi kepalaku terasa terus berputar-putar tidak jelas kehilangan arah. Bagaimana ini,... Suaranya terdengar sangat jelas bahkan ketika musik semakin kencang dan kepalaku terasa pusing akibat pengaruh alkohol. Bukan ide yang bagus membahas kematian dalam pengaruh alkohol, seharusnya aku bisa bernegosiasi tentang nyawaku lebih baik dari ini. "Apa maksudmu?."gumamku suaraku terdengar lirih. Aku melihat matanya yang mengarah tepat ke belakangku, membuatku menoleh karena penasaran dan tiba-tiba seseorang berdiri di bekakangku. Menempelkan sebuah kain tepat di indra penciumanku yang membuat kepalaku terasa lebih berat lalu semuanya berubah gelap. *** Aku mendengar suara-suara di dalam kepalaku, apa aku sudah mati atau belum? Sepertinya mati dalam pengaruh alkohol tidak buruk, aku tidak merasakan sakit. Tapi... aku belum pamit sialan, aku bahkan belum memberitahu ibuku jika aku punya asuransi dan caranya pergi untuk melakukan klaim. Aku juga belum memberitahukan nya jika aku memiliki cicilan di Bank, dia pastinya akan memaki kuburanku karena aku menyusahkannya untuk membayar hutang. Niel pasti akan memaki kuburanku juga karena belum pernah menepati janjiku untuk memberikannya video game taruhan 2 bulan lalu. Aku tidak mati dalam keadaan damai. Aku tidak melihat kegelapan karena yang kurasakan aku sedang memejamkan mata, jika aku membuka mataku sekarang apa aku sudah bisa melihat akhirat. Ini membuatku gugup, bagaimana caranya untuk beradaptasi di dunia akhirat, aku belum pernah menonton film nya lebih jauh. Aku membuka mataku dan mendapati lautan tepat di hadapanku, hordeng putih yang berada di sisi jendela berhembus bergerak ringan mengikuti hembusan angin. Apakah ini surga atau neraka? Jika aku melihatnya di film-film neraka terbakar dan semuanya berwarna merah kehitaman. Gersang dan tak seindah ini atau aku masih berada di dunia. AKU ARWAH! Spontan aku terbangun dan mendudukan diriku masih dengan pakaianku aku melihat ke arah diriku sendiri dan lautan. Ada balkon dengan pintu nya yang terbuka, yang kini berada di hadapan ku mengarah pada lautan. Apa aku sudah menjadi arwah namun masih berada di dunia manusia. Aku memerhatikan kedua tanganku, tidak transparan, aku bisa melihat jelas tubuhku sendiri, dan.. aroma alkohol di tubuhku yang membuatku ingin muntah. Aku menurunkan kedua kakiku dan aku terkejut. "Kakiku bisa menyentuh lantai!." "Apa seharusnya tidak bisa?."Aku terkejut ketika mendengar suara seseorang dari arah belakangku di susul dengan bau roti bakar yang membuat perutku bergejolak. Meresahkan, aku pasti belum mati karena aku merasa lapar. Seorang wanita paruh baya menaruh nampan berisi obat pereda mabuk, roti bakar dan orange juice. Menaruhnya di meja yang berada di samping sofa kamar ini. Ini benar-benar kamar bukan akhirat. Aku belum mati. Aku belum oernah mati, aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika aku sudah mati. Aku bingung. "Dimana aku?."bibirnya tersenyum ramah, aku menatapnya curiga sekaligus takut. Aku tak tahu dimana aku sekarang, walau kamar ini sangat bagus tetapi tetap tak bisa membuatku nyaman. Tentu saja... bagaimana aku bisa merasa nyaman berada di tempat asing yang mungkin bisa membahayakan hidupku. "San Fransisco nona Wren. Anda bisa langsung mandi atau makan dulu dan minum obat pereda mabuk. Saya sudah menyiapkan airnya, toilet nya ada di sebelah sana. Saya permisi dulu, jika membutuhkan sesuatu, tekan saja tombol putih ini saya akan segera datang."Dia menunjuk tombol putih yang tertempel di dinding samping jendela. Apa dia manusia robot yang datang dengan remote kontrol. Ketika dia pergi aku meminum obatnya, kepalaku lebih baik. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Ada pria itu di hadapanku berkata sesuatu tentang aoa yang harus aku lakukan, tidak. Dia belum memberitahukan sesuatu padaku, lalu tiba-tiba seseorang membekapku dan aku tidak sadarkan diri. Ya ampun.. ini jelas kasus penculikan. Tubuhku merosot menjadi terduduk di atas lantai dengan ekspresi nanar. Ibuku selalu berkata tidak akan ada yang mau menculikku karena aku adalah wanita yang merepotkan, sepertinya itu tidak benar karena seseorang menculikku sekarang. Tunggu San Fransisco dia bilang. Pria itu ingin membunuhku di tempat dimana aku melihat pembunuhannya. Apa yang harus aku lakukan! Kepalaku tidak berguna ketika aku panik. Aku tidak bisa berpikir. Bisa-bisanya aku lapar ketika aku panik tapi aku tidak bisa menyentuh makanan itu, bagaimana jika ada racunnya. Laki-laki itu bilang dia akan membunuh ku. Suara pintu di buka, seseorang masuk dengan langkah cepat menghampiriku. Malaikat maut mambawa sebuah kotak yang aku tak tahu itu apa,melemparnya ke atas kasur sebelum bertolak pinggang menatapku dengan keningnya yang mengerut. "Kau membawaku ke San Fransisco untuk apa? Kau mau membunuhku!." "Ya. Tapi tidak sekarang. Mandilah dan pakai itu. Cepat." "Aku tidak mau. Untuk apa aku mandi jika kau ingin membunuhku. Bersih ketika mati tidak akan membuat perasaanku lebih baik agar aku merasa damai dalam kematian."Aku tidak bisa berhenti berpikir tentang kematian sejak bertemu dengannya, bahkan ketika kami bertatapam seperti ini aku hanya mengingat tentang alam baka. "Jika kau tidak mau mandi sendiri, aku akan memaksamu, menyuruh orang untuk melakukannya dengan cepat." "Apa kau sudah gila! Aku belum mati tidak perlu seseorang untuk memandikanku."aku memeluk tubuhku sendiri menggunakan kedua tanganku dengan perasaan ngeri. "Kalau begitu cepat, jika dalam 10 menit kau tidak kunjung siap. Aku akan menyeret mu keluar." "Kau tahu wanita mandi lebih lama di bandingkan pria bagaimana bisa kau memberikanku waktu hanya 10 menit." "Cepat lakukan 15 menit. Tidak lebih."Dia pergi setelah mengatakan hal itu dengan dobrakan pintu yang sagat keras hingga membuat tubuhku terlonjak kaget. Keterlaluan. Apa sebenarnya yang akan dia lakukan padaku. Apa... PERDAGANGAN WANITA!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD