OMSD 2 √

1559 Words
*** Arka meninggalkan kantor setelah jarum jam pendek melewati angka delapan malam. Dirinya terpaksa lembur untuk menyelesaikan pekerjaan. Arka tidak sendiri, selalu ada sekretarisnya yang keras kepala menemani. Sejujurnya, Arka sudah menyuruh Tisha pulang duluan. Namun, Tisha tidak sudi melakukan itu karena takut Arka menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk memecatnya. Tisha berjanji pada dirinya sendiri untuk bertahan di sisi Arka sebelum dia benar-benar melakukan kesalahan besar dan tidak termaafkan. Tisha tidak akan ke mana-mana hanya karena alasan tak jelas yang Arka pikirkan. "Tisha saya sudah selesai. Kamu nggak mau pulang?" tanya Arka pada Tisha yang masih terduduk di kursinya. Dahi Arka berkerut saat melihat ada yang aneh dari sekretarisnya itu. Arka yang sudah bersiap untuk pulang mendekat pada Tisha. Kerutan di dahinya berganti kekehan setelah mendapati Tisha tertidur di kursinya. "Sekretaris nekat," ucap Arka sambil menyentuh dagu Tisha. Lelaki itu menatap Tisha dengan tatapan berbeda. "Astaga!" kesal Arka karena baru saja menyadari apa yang dirinya lakukan. Arka kembali meraih dagu Tisha untuk dia hempaskan dengan kasar agar sekretarisnya itu terbangun. Namun, dalam tidurnya saja Tisha keras kepala. Gadis itu tidak membuka matanya juga. Arka menyentuh kepala Tisha, menelengkannya dengan tak kalah kasar. "Bangun!" ujarnya. "Audi Natisha!" lagi, Arka membangunkan Tisha yang ketiduran dengan cara yang paling tidak masuk akal. Kesal karena Tisha tak juga membuka matanya, Arka memutuskan untuk meninggalkan Tisha sendirian di sana. Tck. Seabai itu Arka pada sekretarisnya. Beruntung, kurang dari tiga puluh menit sejak Arka meninggalkannya, Tisha membuka mata. Dia mengerjap untuk menyesuaikan penglihatannya. Pupilnya membesar kala melihat bayangan Arka tak ada di kursi kebanggaannya. Buru-buru Tisha tegak berdiri, kembali mengedarkan pandangan matanya demi menemukan CEO Kings Group yang terkenal dingin itu. Namun, Tisha tak juga mendapati Arka di sana. "Astaga Pak Arka!" pekik Tisha tak terima. "Dia ninggalin aku sendirian di sini?" tanyanya pada diri sendiri. Tisha yang kesal segera meraih tasnya, lalu membawa langkahnya pergi dari ruangan itu. Sepertinya Arka benar-benar ingin membuat Tisha angkat kaki dari perusahaan ini. "Dasar CEO nyebelin! Jadi penasaran gimana kalau dia jatuh cinta?" usai kesal sendiri, Tisha berganti senyum-senyum sendiri. Dia seperti orang gila saja kalau sudah menyangkut Arka. Entah apa yang bisa membuat Tisha membenci Arka nantinya, karena sikap abai dan dinginnya sama sekali tidak mempengaruhi seorang Audi Natisha. Dia baik-baik saja dengan itu meskipun sesekali merasa kesal juga. Tisha segera meninggalkan kantor dengan mobilnya yang tak jadi menginap di sana. "Maafin aku ya kesayangan, kamu hampir saja menginap di kantor sendirian," ucap gadis itu pada mobilnya. Tisha benar-benar sudah tidak waras. Dia berbicara pada benda yang hidup karena mesin. Tisha menghidupkan mobilnya lalu melaju meninggalkan kantornya. Jangan berpikir gadis itu hanya tinggal di sepetak ruangan karena baru bekerja setahun di Kings Group. Dia tak mungkin memiliki mobil jika hanya tinggal di ruangan kecil dan sederhana. Tisha tinggal di salah satu apartemen elite di Jakarta. Namun, semua itu hasil kerja kerasnya sendiri. Sebelum bekerja dengan Arka, Tisha menghasilkan uang dengan bekerja di perusahaan lain selama dua tahun setelah menyelesaikan studinya. Tisha itu pintar, dia juga memiliki banyak talenta. Hanya saja ada saat-saat tertentu dirinya menjadi terlalu gugup di depan Arka hingga kadang melupakan hal-hal penting seperti hari ini. Dirinya lupa membawa dokumen asli, dan malah membawa dokumen lain ke tempat meeting. "Lupakan! Manusia tempatnya salah," ucap Tisha menyemangati dirinya sendiri. Bagaimana pun juga dia harus tetap bertahan di Kings Group. Ayahnya harus tahu tak selamanya Tisha bisa berada dalam bayang-bayang nama besarnya. Tisha juga bisa mandiri tanpa menggunakan nama Ayahnya. Tisha menggeleng tegas, dia melirik jam yang ada di dasboard mobilnya. Butuh setengah jam lagi baginya untuk sampai ke apartemen. Dia mengebut di kala jalanan senggang. Namun, terpaksa melambat saat terkena macet di beberapa titik. Syukurlah Tisha sampai tepat waktu. Dia segera menuju unitnya usai memarkir mobilnya di basement. Tisha memegangi perutnya yang terasa sangat perih. Dia belum makan apapun sejak pagi karena terlalu sibuk dengan urusan meeting. Saat siang pun dia tak sempat makan. "Ceplok telur aja lah," ucapnya saat pintu lift berdenting. Tisha mengerutkan dahi karena ada orang lain yang ingin naik ke atas juga. Seorang lelaki yang mengenakan jaket memasuki lift yang sama dengan Tisha. Lelaki itu menipiskan bibirnya dengan ramah meski Tisha merasa tak pernah mengenalnya. Tisha mengangguk singkat, dia mengalihkan tatapannya lurus ke depan. Kruk Kruk Tisha merasa wajahnya memerah. "Ahh, aku lapar," ucapnya malu saat lelaki yang berada di sudut lift menatapnya dengan tatapan jenaka. Demi apa Tisha menyesali ulah perutnya ini. Kenapa harus berbunyi di saat yang tidak tepat? Tisha sangat malu karenanya. Beruntung lantai yang dia tuju sudah sampai. Secepat pintu lift terbuka, secepat itu pula Tisha berlari ke luar. Ketika menoleh ke belakang, pupil mata Tisha membesar karena ternyata lelaki itu turun di lantai yang sama dengannya. Tisha meringis malu saat lelaki itu menyengirkan gigi. Buru-buru Tisha melarikan diri. Dia segera masuk ke unitnya setelah pintunya terbuka. "Astaga Tisha!! Semoga nggak ketemu lagi sama orang itu," harapnya. Tisha bergegas membersihkan diri, dia harus segera mengisi perutnya jika tidak ingin kehilangan kesadarannya. *** Arka baru saja menemui Nakira setelah menyelesaikan ritual mandinya usai pulang dari kontor. Hari ini dia tidak sempat bertemu Nakira karena lembur. Gadis manir berumur Lima tahun itu sudah tertidur lelap di kamarnya. Babysitter yang menjaga Nakira juga sudah terlelap di sampingnya. Arka kembali ke kamarnya, dia menatap langit-langit kamarnya yang sama gelapnya dengan hidupnya sejak ditinggal Andini. Lelaki itu mengalihkan tatapannya pada bingkai foto pernikahan yang tergantung indah di dinding kamarnya. Itu adalah foto pernikahannya dengan Andini sekitar Enam tahun yang lalu. Mereka tampak sangat bahagia di dalam bingkai itu, seolah tak pernah takut pada badai yang kapan saja bisa memporak porandakan rumah tangga mereka. Sungguh, baru satu tahun setelah pernikahan Arka merasa benar-benar bernyawa karena kehadiran Andini dan Nakira di sampingnya, tetapi Tuhan telah merampas kebahagiaan itu darinya dengan mengambil Andini dari mereka. Lima tahun lalu Andini merenggang nyawa usai melahirkan Nakira. Kebahagiaan yang Arka rasakan karena kehadiran Nakira terenggut begitu saja karena harus kehilangan Andini, istrinya. Namun, sedikit pun Arka tidak menyalahkan Nakira. Arka sangat mencintai putrinya dan akan menjaganya selamanya. Itu lah kenapa Arka tak ingin orang lain memasuki kehidupannya. Arka takut mereka tak bisa menerima Nakira seperti mereka sangat menerimanya. Selain itu, Arka juga merasa bersalah bila jatuh cinta lagi pada wanita lain. Sementara Andini merelakan nyawanya untuk anak mereka. Napas Arka berhembus berat, dia merasa hampa sejak Lima tahun yang lalu. Arka melampiaskan kekecewaannya dengan bekerja hingga bisa mencapai posisi setinggi ini. Arka memiliki ambisi yang besar sejak dulu, tetapi ambisinya kian besar sejak kehilangan Andini. Entah sampai kapan hidup Arka hanya terfokus pada pekerjaan dan Nakira saja, tetapi yang pasti Arka tidak akan membiarkan seseorang masuk ke dalam hidupnya dan merusak masa depannya untuk Nakira. Arka bekerja keras hanya untuk Nakira agar nanti ketika dia tumbuh besar, dia tak kekurangan apa-apa. "Tidur Arka," bisiknya. Matanya sudah terpejam rapat, tapi pikirannya berkelana ke mana-mana. Arka membalik tubuhnya, menghadap ke arah yang berbeda. Dia membuka mata, berharap istrinya ada di sana. Menghiburnya dengan suara manisnya. Namun, harapan itu tak pernah terwujud sejak Lima tahun lalu. Arka hanya mendapati angin yang bertiup sendu ke arahnya. Tak pernah ia dapati lagi raga Andini untuk ia peluk seperti dulu. Tak juga mendapatkan kantuknya, Arka beranjak dari tempat tidur. Ia membuka jendela yang langsung terhubung ke balkon. CEO tampan, kaya, yang ternyata adalah seorang duda itu menatap langit malam yang tidak berbintang, tapi tak juga hujan dengan tatapan sendu. "Andini," bisiknya. Alasan kenapa Arka tampak tertekan malam ini adalah karena besok adalah hari kematian Andini. Arka merasa tak sanggup melewati hari itu, tetapi dia tak memiliki pilihan selain bersikap tak acuh seolah hatinya tidak terluka karena kehilangan. Arka harus kuat demi Nakira. Dia tidak boleh lemah atau Nakira yang akan menanggung segala penderitaannya. "Aku harus kuat, kan Sayang?" tanya Arka sambil menatap sedih angkasa yang beratapkan langit malam itu. Dia sesungguhnya sangat lemah. Tidak setangguh yang orang lain lihat. Tidak sehebat yang orang-orang pikirkan. Arka memiliki luka yang dalam di hatinya yang dingin. Itu lah kenapa dia tak bisa membuka hati untuk wanita lain lagi. Arka terlampau takut kehilangan. Bagi Arka, tak ada wanita sebaik Andini. Tidak ada perempuan yang bisa menggetarkannya seperti istrinya. Andini tak akan tergantikan meskipun Arka akui dia mulai terganggu dengan kehadiran Tisha, sekretarisnya. "Jangan khawatir, aku akan melakukan segala cara untuk menyingkirkannya," Arka mengucap janji pada Andini yang tak lagi terlihat raganya. Bahkan, bayangannya pun tak terlihat oleh Arka. Lelaki terpanas di mata banyak wanita itu kembali menatap langit malam yang gelap. Dia menghela napasnya dengan berat untuk yang kesekian kalinya. Detik berikutnya Arka membalikan badan. Malam semakin larut, dia harus memaksa matanya untuk terlelap. Besok adalah hari terberat dalam hidupnya. Hari kematian Andini sama saja dengan hari lahirnya Nakira, putrinya. Tak hanya harus pergi ke makam, tetapi juga harus memberi selamat pada Nakira karena Arka tak ingin Nakira berkecil hati sejak dini. Putrinya tak boleh merasa bersalah karena telah kehilangan ibu karena melahirkannya. Arka melakukan segala cara untuk membuat dirinya terlelap. Namun, sampai matahari menyapa pun kantuk tak juga datang. Arka terpaksa harus merelakan waktu tidurnya karena sudah waktunya pergi ke kantor. Nanti sore dia akan mengunjungi makam istrinya sekaligus merayakan hari kelahiran Nakira dengan memberinya kue ulang tahun. Setelah itu Arka akan kembali ke kantor dan melanjutkan pekerjaannya sampai larut seperti tahun-tahun sebelumnya. Dia terbiasa melampiaskan kesedihannya pada pekerjaan sampai hari kembali berganti pagi. Itu rencana terbaik bagi Arka, semoga saja tak ada yang merecokinya. . Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD