OMSD 3 √

1536 Words
*** Dahi Tisha berkerut heran saat melihat kantong mata Arka menghitam. Bos galaknya itu juga tampak tidak bersemangat hari ini. Tisha mengingat lagi apakah ada sesuatu yang dirinya lewatkan hari ini? Namun, kepalanya menggeleng tegas. Tidak ada yang aneh. Jadwal Arka memang cukup sibuk, tetapi itu bukan alasan mengingat Arka adalah lelaki yang tergila-gila pada pekerjaannya. Semua masih dalam situasi aman dan terkendali. “Selamat pagi, Pak?” sapa Tisha dengan ramah. “Hem.” Tisha terbiasa mendengar sahutan singkat Arka, tetapi kali ini benar-benar terasa berbeda. Tisha penasaran apa yang telah membuat bos galaknya itu tampak lesu dan tidak bersemangat. “Pak Arka mau saya buatin kopi?” Tisha bertanya lagi. Sebagai seorang sekretaris, ia dituntut untuk selalu cekatan. Jangan sampai Arka marah karena kelalaiannya seperti kemarin dan memanfaatkan itu untuk menendangnya dari perusahaan ini. Sudah Tisha katakan! Ia tidak sudi keluar dari apa yang membuatnya happy. Apapun akan Tisha lakukan agar Arka mempertahankannya di tempat ini. “Nggak usah!” Kini, mata panda lelaki itu tengah menatap Tisha dengan tajam. Suara yang tadi terdengar lesu juga sudah berubah ketus. Tisha menelan ludahnya dengan susah payah. Apa lagi yang salah darinya sebenarnya? Ia sudah sangat mengalah kepada Arka. Tck! Kalau bukan karena cintanya pada Arka, sudah lama ia hengkang dari perusahaan ini. “Kamu sebaiknya kembali ke mejamu, Natisha! Saya terganggu melihat wajahmu itu.” Tisha menggigit bibir bagian dalamnya saat mendengar Arka berbicara seperti itu. Baiklah, tidak ada gunanya memaksa Arka. Setelah menunduk, hormat secukupnya, Tisha kembali duduk pada kursinya. Meninggalkan Arka yang selalu tampak tidak peduli. Arka menyenderkan pundaknya pada kursi kebanggaannya. Lelaki itu memejamkan mata sembari menengadahkan kepalanya ke atas. Hari ini benar-benar terasa sangat berat bagi Arka. Ia juga mengantuk karena semalam tidak bisa tidur sama sekali. Rasa kehilangan itu kembali menghantui setiap tahun di hari ini. Membuat Arka seolah kehilangan banyak tenaga. Tisha yang tidak tahu apa-apa hanya bisa menatap sendu ke arahnya, dan mencoba untuk menghiburnya. Tisha perhatian bahkan bukan sebagai sekretarisnya. Arka tahu itu, tetapi ia tidak ingin menerima perhatian sekecil apapun dari Tisha. Terlebih untuk hari ini. Arka hanya ingin berkabung dan mengingat almarhumah istrinya tercinta sebelum kembali pura-pura tegar di depan Nakira dan merayakan ulang tahun gadis kecilnya. Mencoba melupakan perasaan sentimental ini, Arka meraih beberapa berkas yang tersimpan di atas mejanya. Jam kerja memang belum dimulai, tetapi seperti biasa Tisha sudah menyiapkan beberapa berkas yang harus ia tanta tangani. Sebenarnya, Natisha memang ceroboh, tetapi Arka akui perempuan itu selalu berusaha yang terbaik untuk menyenangkan hatinya. Arka menoleh pada Tisha. Sekretarisnya itu dengan cepat mengalihkan pandangan darinya. Salah satu sudut bibir Arka tertarik melihat itu. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Tisha setelah kembali memfokuskan perhatiannya pada Arka. Sebisa mungkin ia bersikap professional, meskipun tak jarang dia menunjukkan perhatian secara terang-terangan kepada bos galaknya itu. “Bikinin saya kopi!” ujar Arka. Ia pikir tidak ada salahnya meminum kopi. Bukan untuk menerima perhatian Tisha, tetapi untuk menghalau kantuk yang mulai menyerang matanya. Tisaha tersenyum senang mendengar permintaan itu. Dengan cepat ia menganggukkan kepala, lalu melangkah pergi dari hadapan Arka. Melihat itu, Arka menghela napasnya dengan berat. Sedikit kelonggaran untuk Tisha pagi ini telah membuatnya merasa bersalah pada Andini. Sementara itu, di dapur, Tisha benar-benar membuatkan Arka segelas kopi dengan tangannya sendiri. Selalu seperti ini. Ia menolak bila harus dibantu office girl, office boy atau karyawan kantor lainnya. “Pasti ini untuk Pak Arka, ya Mbak Tisha?” tanya office boy muda yang bernama Faudi atau yang sering Tisha panggil Udi itu. Bujangan yang berumur sekitar Dua Puluh tahun itu memang cukup mengenal Tisha karena Tisha sering berada di dapur seperti saat ini. Memang bukan hanya membuatkan kopi Pak Arka saja, tetapi kadang Tisha turun tangan membuat kopi untuknya sendiri. Tisha mengangguk singkat. “Betul sekali, Udi. Pak bos minta dibuatin kopi. Kan, jarang-jarang langsung di acc,” katanya. Udi mengangguk malu-malu. Seperti mengerti kalau perempuan yang menurutnya baik ini menaruh hati untuk bos mereka. “Kalau begitu saya pergi dulu, Mbak,” Udi tak ingin mengangguk Tisha. “Ya, silakan,” kekeh Tisha. Tisha mengaduk kopi untuk Arka dengan sepenuh hati. Dirinya sudah hafal seperti apa takaran gula dan kopi untuk lelaki itu meskipun hanya sesekali setuju untuk ia buatkan kopi. Semua karena Tisha tak ingin melakukan kesalahan. Bahkan sekecil apapun. Kemarin adalah pengecualian karena ia sedang sedikit tidak enak badan. Sudah Tisha jadikan pelajaran. Ia tidak akan mengulanginya lagi apapun yang terjadi. “Selesai. Kopi ini siap untuk diberikan pada Pak Bos!” ujar Tisha. Dirogohnya saku celana hitam model kulot yang tengah dirinya kenakan itu, lalu post it note berwarna biru keluar dari sana. “Kira-kira pesan apa yang harus aku tulis hari ini untuk Mas Arka yang ganteng?” tanyanya pada diri sendiri. Tawa kecil muncul diakhir kalimatnya. “Kulihat mendung memang menghampiri, tetapi percayalah ada matahari dalam diriku yang akan menghangatkanmu,” Tisha memang berani melakukan hal-hal gila seperti ini meski ia selalu berhati-hati soal pekerjaannya. Kenapa? Karena Arka tidak akan pernah peduli pada post it note penyemangat seperti ini. Ah, ralat! Post it note penggoda maksudnya. Tisha mengedikkan bahu. Ia membawa segelas kopi hangat itu untuk Arka. Seperti biasa, Tisha meletakan gelas tersebut di sebelah kanan Arka agar memudahkan lelaki itu menggapainya. Tisha menunggu Arka menemukan post it note pemberiannya. Senyumnya terbit kala lelaki itu melirik ke arah gelas. Lalu mengernyitkan kening kala melirik post it note darinya. Hanya beberapa detik setelah senyum itu terbit, bibir Tisha melengkung ke bawah. Apa lagi kalau alasannya adalah Arka bersikap seperti biasa. Pura-pura tidak melihat apalagi membaca post it note tersebut. Tck! Hati Arka memang sekeras batu. Tidak akan goyah meskipun digoda seperti apapun oleh Tisha. “Kenapa kamu masih berdiri di sana? Kekurangan pekerjaan kamu ya?” tegur Arka dengan suara dinginnnya. Tak ingin membuat bos galaknya melempar gelas kopi padanya, Tisha pun berbalik dan kembali ke meja kerjanya. Kritikan ini dan itu untuk Arka silih berganti memenuhi benaknya. Arka memang keras kepala dan sulit untuk ditaklukan. Kadang Tisha curiga, Arka ini menyukai jenis yang sama dengan dirinya sendiri yaitu lelaki. Makanya, tak pernah tergerak hatinya ketika Tisha datang untuk menggoda. “Natisha!” Tisha terkejut mendengar teriakan Arka. Ia yang tadi sibuk melamun di meja kerjanya kini menatap Arka dengan mata yang membola. “Kamu nggak mau kerja lagi di kantor ini?” tanya Arka dengan suara yang cukup menggema. Tisha berdiri tegak. Ia terkejut karena tiba-tiba saja Arka bertanya seperti itu. Tisha melirik post it notenya. Mungkinkah hari ini Arka peduli pada tulisan tangannya itu? Namun, post it noetnya masih utuh di sana. Bahkan tidak bergerak barang seinci pun. “Enggak, Pak! Saya masih sangat betah di sini!” balas Tisha setelah Arka kembali menegurnya lewat panggilan nama. “Kalau gitu jangan melamun dan jangan mengutuk saya di dalam hatimu itu! Kerjakan apa yang bisa kamu kerjakan di atas mejamu itu!” ujar Arka. Astaga! Membuat Tisha terkejut saja. Ternyata yang membuat Arka marah adalah karena ia melamun. Itu berarti Arka sejak tadi memperhatikannya. Bibir Tisha hampir saja tak bisa menahan senyum senangnya. Untung ia masih sanggup mengontrol diri. “Baik Pak, saya kerja sekarang!” balasnya cepat. Lalu kembali duduk dan membolak-balikan lembaran kertas yang sebenarnya sudah ia periksa sebelum Arka sampai pagi tadi. Jujur saja, Tisha merasakan kebahagian meskipun Arka hanya memperhatikan lamunannya untuk menegurnya saja. Bahkan Tisha tidak peduli meski Arka membentaknya. Jarang lelaki itu peduli pada lamunannya. Di saat Tisha sibuk bergembira karena menganggap Arka diam-diam memperhatikannya, di saat itu pula Arka menggelengkan kepalanya melihat tingkah Tisha. Sudah pernah dirinya katakan bukan? Bahwa Audi Natisha tidak akan segan untuk menggodanya secara terang-terangan. Perempuan itu takut sekali pekerjaannya berantakan, tetapi tidak takut menggodanya secara terang-terangan. Hal itu sudah terjadi berulang kali. Sejujurnya, Post it note yang sempat Arka baca beberapa saat setelah kopi disimpan di atas meja kerjanya oleh Tisha itu, membuatnya sedikit terhibur. “Matahari apa maksudnya?” Arka menggelengkan kepala sembari menggumamkan tulisan tangan Tisha. Ada-ada saja tingkah Tisha. Itu lah kenapa Arka selalu mencari kesempatan untuk memecat perempuan itu. Tisha terlalu berani untuk melakukan hal-hal seperti ini terhadapnya, dan dirinya sendiri tak bisa menegur Tisha karena godaan itu kadang sedikit menyenangkan hatinya. “Maaf Andini, astaga!” Kali ini Arka tak sengaja menyebut nama istrinya dengan cukup kencang lantaran merasa bersalah karena telah mengakui sesuatu yang tak seharusnya ia rasakan. “Andini?” Tisha yang mendengar teriakan Arka pun mengulangi nama tersebut. Dahinya berkerut heran, menatap Arka yang juga tengah menatapnya tajam. Satu hal yang ada di dalam benak Tisha, perempuan yang namanya baru saja disebut oleh Arka adalah perempuan spesial untuk lelaki itu. Tidak pernah Arka menyebutnya sebelumnya. Kini, Tisha mulai berpikir bahwa yang membuat Arka tampak lesu hari ini adalah Andini, perempuan yang Tisha sendiri tidak tahu seperti apa wajahnya. Hati Tisha mulai bertanya-tanya, mungkinkah Andini kekasih Arka? Buktinya lelaki itu baru saja mengutarakan maaf secara tiba-tiba. Mungkin semalam Arka dan Andini sedang mengalami pertengkaran hingga Arka tidak fokus pada pekerjaannya, dan membawa-bawa nama Andini di dalamnya. Tisha menunduk lesu. Namun, bukan berarti ia menyerah mendekati Arka. Selama janur kuning belum melengkung, maka Natisha tidak akan melewatkan Arka begitu saja. Biarkan ia di cap sebagai perempuan murahan asal Arka sedikit saja melihat perjuangannya. . . To be continued.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD